DPR ingin bebas bersyarat bagi terpidana kejahatan luar biasa, termasuk korupsi dipermudah. Keinginan DPR ini bisa melemahkan pemberantasan korupsi.
Jakarta, Kompas Rancangan Undang-Undang Pemasyarakatan yang sedang dibahas Dewan Perwakilan Rakyat dan Pemerintah direncanakan tak lagi mencantumkan syarat rekomendasi lembaga penegak hukum untuk memberikan asimilasi atau bebas bersyarat terhadap terpidana kasus kejahatan luar biasa, termasuk korupsi. Penghapusan ketentuan itu dikhawatirkan bisa melemahkan upaya pemberantasan korupsi.
Rencana penghapusan syarat rekomendasi untuk asimilasi dan pembebasan bersyarat sejumlah terpidana khusus saat ini masih berupa usulan dalam daftar inventarisasi masalah (DIM) fraksi-fraksi di DPR. Sementara, dalam draf RUU Pemasyarakatan yang disiapkan pemerintah, usulan itu tidak tercantum.
Keharusan meminta rekomendasi dari institusi penegak hukum itu tercantum di Peraturan Pemerintah Nomor 99 Tahun 2012 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan. PP itu menerapkan ketentuan yang memperberat syarat pemberian remisi dan pembebasan bersyarat untuk sejumlah tindak pidana kategori kejahatan luar biasa, seperti terorisme, narkotika, dan korupsi.
Anggota Komisi III DPR, Arsul Sani, di Jakarta, Jumat (9/8/2019), mengatakan, hanya satu syarat pemberian asimilasi yang akan ditiadakan dalam RUU Pemasyarakatan, yaitu keharusan meminta rekomendasi dari penegak hukum. Syarat lainnya yang diberlakukan untuk terpidana kejahatan luar biasa tetap akan berlaku.
Menurut dia, syarat rekomendasi itu diusulkan dihapus karena dianggap menimbulkan diskriminasi bagi terpidana. Selain itu, syarat rekomendasi dinilai bertentangan dengan sistem peradilan pidana. Sebab, lembaga penegak hukum masih ikut campur meski penyelidikan, penyidikan, tuntutan, hingga putusan sudah selesai.
Anggota Komisi III DPR dari Fraksi PKS, Muhammad Nasir Djamil, mengatakan, setelah RUU Pemasyarakatan disahkan, PP No 99/2012 seharusnya dibatalkan.
Pengajar Hukum Pidana Universitas Trisakti, Abdul Fickar Hadjar, mengatakan, pembebasan bersyarat napi tertentu seperti napi korupsi tak bisa dipisahkan dari konteks kondisi darurat korupsi yang makin terstruktur, sistematis, dan masif.
Menurut dia, DPR dan pemerintah seharusnya tidak menggeser komitmen pemberantasan korupsi melalui ketentuan baru. Meringankan syarat pembebasan bersyarat untuk napi korupsi akan melemahkan upaya pemberantasan korupsi.
Juru Bicara KPK Febri Diansyah berpendapat, arah regulasi yang dibuat jauh lebih baik jika tidak berimplikasi melemahkan pemberantasan korupsi dan menguntungkan pelaku korupsi. Apalagi, tantangan pemberantasan korupsi saat ini kian besar. (AGE/IAN)