Indonesia Menari di Moskwa
Festival Indonesia yang digelar setiap tahun sejak 2016 di Moskwa, Rusia menjadi salah satu bentuk diplomasi budaya untuk mempromosikan dan mempererat hubungan Indonesia-Rusia.
Sejumlah penari yang mengenakan kostum wayang orang dengan tubuh dibalur warna perak menghentak panggung utama saat pembukaan Festival Indonesia di Taman Krasnaya Presnya di Moskwa, Rusia, 2 Agustus 2019. Mereka menarikan tari kreasi baru Dewa Ruci yang diambil dari epos cerita Mahabarata, yaitu perjalanan Bima menemukan Tirta Amerta, dengan enerjik dan dinamis.
“Bravo!!!” teriak seorang penonton di tengah tepuk tangan dan sorak penonton yang memenuhi depan panggung utama ketika para penari dari tim budaya Daerah Istimewa Yogyakarta tersebut selesai menarikan tari Dewa Ruci.
Selama tiga hari berturut-turut, hingga 4 Agustus 2019, berbagai tarian dan kesenian tradisional Indonesia, juga lagu-lagu dan musik tradisi Indonesia ditampilkan di panggung utama. Selama pertunjukan berlangsung, bangku di depan panggung utama selalu penuh terisi penonton. Mereka yang tidak kebagian bangku berusaha berdiri sedekat mungkin ke area panggung agar dapat menyaksikan dengan jelas pentas seni budaya Indonesia yang digelar di sana.
Tari Golek oleh tim budaya DIY menjadi pembuka festival, diikuti antara lain tari Dewa Ruci, tari Bedhaya Ura-ura oleh 12 penari dari Jaya Suprana School of Performing Arts, serta tari Dolalak dari Purworejo oleh empat warga Rusia yang tergabung dalam Sanggar Kirana Nusantara asuhan Kedutaan Besar RI di Moskwa.
Selama festival, sejumlah warga Rusia yang tergabung dalam sanggar tersebut juga menampilkan tari Golek Kenya Tinembe dari Yogyakarta, tari Incling Jangget dan Enggang dari Kalimantan, tari Piring dari Sumatera Barat, tari Bajidor Kahot dari Jawa Barat, tari Cendrawasih dan Merpati dari Bali, tari Sintren dari Purworejo, dan tari Tifa dari Timor. Mereka menari dengan luwes.
Total ada sekitar 30 tarian tradisional dari berbagai daerah di Indonesia yang ditampilkan di panggung utama. Begitu satu tarian selesai, tepuk tangan dan riuh sorak penonton yang selalu mengiringi seolah mampu menghangatkan udara dingin di musim panas Moskwa saat itu. Suhu udara di Moskwa yang berkisar 8-16 derajat celsius saat itu memang di luar perkiraan di musim panas di Moskwa yang biasanya bersuhu rata-rata 14-22 derajat celsius. Bahkan hujan mengguyur pada hari kedua festival.
Total ada sekitar 30 tarian tradisional dari berbagai daerah di Indonesia yang ditampilkan di panggung utama
Suasana bertambah hangat ketika penari juga mengajak pengunjung untuk menari bersama. Misalnya, seusai pentas tari Gemu Famire, para penari mengajak para pengunjung bersama-sama menarikan tarian kreasi baru Nusa Tenggara Timur tersebut. Ajakan itu langsung disambut pengunjung.
Selain menampilkan pagelaran seni dan budaya Nusantara, Festival Indonesia juga menampilkan pameran foto-foto alam dan tradisi Nusantara, kuliner Nusantara, potensi wisata, serta berbagai produk Indonesia, baik produk fesyen, asesoris, maupun hasil bumi. Total ada 177 booth (stan) dalam festival tersebut yang juga menarik perhatian pengunjung baik sekadar melihat maupun membeli.
Dari semua penampilan tersebut, pergelaran seni dan budaya Nusantara mendapat perhatian tersendiri dari pengunjung. Di luar panggung utama, setiap hari pentas wayang kulit di stan teater boneka juga selalu penuh pengunjung, baik untuk melihat pergelaran wayang kulit yang berdurasi satu jam maupun untuk mengikuti lokakarya soal wayang kulit. Pergelaran wayang kulit oleh dalang Eddy Purbayanto dari Yogyakarta, diiringi gamelan yang dimainkan sejumlah warga Rusia yang tergabung dalam tim gamelan Dadali asuhan KBRI di Moskwa.
Diplomasi budaya
Festival Indonesia di Moskwa tahun ini merupakan kali keempat yang digelar oleh Kedutaan Besar RI untuk Federasi Rusia merangkap Republik Belarus. Selain merupakan rangkaian peringatan HUT Ke-74 RI, festival kali ini juga untuk menyongsong peringatan 70 tahun hubungan diplomatik Indonesia dengan Rusia yang akan jatuh pada 3 Februari 2020.
Hubungan diplomatik Indonesia-Rusia berlangsung sejak 1950, namun pasang surut sejak 1965 terutama terkait politik dan ideologi. Meski kini hubungan itu mulai membaik, image bahwa Rusia adalah negara komunis masih ada di benak sejumlah masyarakat Indonesia. Diplomasi budaya seperti penyelenggaraan Festival Indonesia menjadi salah satu upaya untuk mengikis hal itu, juga untuk mempererat hubungan kedua negara.
“Rusia itu negara demokratis, pengikut Partai Komunis juga tinggal sedikit dan ini bukan ideologi, tapi partai. Rusia juga merupakan rumah komunitas muslim terbesar di Eropa Timur. Di Festival (Indonesia) ini image itu pelan-pelan terurai. Festival ini juga menjadi ajang untuk mempromosikan dua negara, Indonesia di Rusia dan Rusia di Indonesia,” kata Duta Besar RI untuk Federasi Rusia merangkap Republik Belarus Muhamad Wahid Supriyadi di sela-sela festival yang bertema “Visit Wonderful Indonesia: Enjoy Our Tropical Paradise” tersebut.
Rusia itu negara demokratis, pengikut Partai Komunis juga tinggal sedikit dan ini bukan ideologi, tapi partai. Rusia juga merupakan rumah komunitas muslim terbesar di Eropa Timur.
Dalam hal budaya, Indonesia dan Rusia mempunyai kemiripan. Rusia dan Indonesia sama-sama memiliki kesenian yang beragam yang berakar dari tradisi budaya suku bangsa yang banyak jumlahnya di masing-masing negara. Karena itu, penyelenggaraan Festival Indonesia mendapat sambutan hangat baik oleh masyarakat maupun kalangan pemerintahan di Rusia.
Dukungan Pemerintah Kota Moskwa
Bahkan untuk Festival Indonesia tahun ini, Pemerintah Kota Moskwa menyediakan Taman Krasnaya Presnya secara gratis untuk area festival. Pemerintah Kota Moskwa juga mempromosikan Festival Indonesia, secara gratis, di bus-bus dan juga stasiun kereta api, Metro, yang dilalui sekitar 9 juta orang setiap hari.
“Cakupan iklan-iklan tersebut mencapai 165 juta orang, dengan nilai 1,8 juta dollar Amerika. Ini dukungan yang luar biasa dari Pemerintah Kota Moskwa,” kata Edi Suharto, Ketua Panitia Festival Indonesia 2019 yang juga Minister Counsellor Ekonomi KBRI untuk Federasi Rusia merangkap Republik Belarus.
Ilya Kusmin, Kepala Departemen Kerja Sama Ekonomi Luar Negeri dan Hubungan Internasional Pemerintah Kota Moskwa, mengatakan, Festival Indonesia semakin populer di kalangan masyarakat Moskwa. “Ini (Festival Indonesia) kerja sama saling menguntungkan bagi Pemerintah Moskwa dan Pemerintah Indonesia dalam kerangka kerja sama Indonesia-Rusia,” katanya.
Festival Indonesia ini merupakan kerja sama saling menguntungkan bagi Pemerintah Moskwa dan Pemerintah Indonesia dalam kerangka kerja sama Indonesia-Rusia
Festival Indonesia yang pertama pada 2016 di Hermitage Garden dikunjungi lebih dari 68.000 orang dan pada tahun 2017 dikunjungi lebih dari 91.600 orang. Karena jumlah pengunjung meningkat, penyelenggaraan festival mulai 2018 dipindah ke Taman Krasnaya Presnya, dengan jumlah pengunjung lebih dari 135.000 orang.
Tahun ini ditargetkan 140.000 pengunjung, tetapi karena cuaca dingin dan hujan pada hari kedua, pengunjung sekitar 117.000 orang. "Kalau dilihat per hari, jumlah pengunjung pada hari pertama dan ketiga melebihi jumlah pengunjung pada hari pertama dan ketiga tahun lalu," kata Edi.
Nikolay Nozdrev, Kepala Departemen Asia Ketiga Kementerian Luar Negeri Rusia, dalam sambutannya saat pembukaan festival,juga mengatakan, Indonesia merupakan mitra lama bagi Rusia di kawasan Asia Pasifik baik di bidang politik, militer (pertahanan), kebudayaan, maupun kesenian.
“Tidak ada teknologi yang bisa menggantikan persahabatan dan pertemuan langsung seperti ini. Acara seperti ini sangat memfasilitasi kedua negara, hubungan semakin dekat dan pemahaman pun semakin tinggi,” kata Nikolay.
Penampilan kolaborasi Indonesia-Rusia dalam pergelaran wayang kulit selama satu jam dengan lakon Dewi Sri yang menjadi penutup acara paling tidak menjadi salah satu bukti bahwa pemahaman Indonesia-Rusia semakin tinggi. Wayang kulit dibawakan oleh dalang Eddy Purbayanto dari Yogyakarta, dengan wiyaga (penabuh gamelan) dan waranggana (sinden) warga Rusia yang tergabung dalam tim gamelan Dadali asuhan KBRI Moskwa.