Bagi umat Muslim, ibadah haji adalah sebuah tujuan keuangan utama yang perlu diprioritaskan. Para ulama sepakat bahwa ibadah haji wajib hukumnya bagi setiap Muslim yang mempunyai kemampuan biaya, fisik, dan waktu. Ini sesuai dengan ayat di Al Quran, ”Dan Allah mewajibkan atas manusia haji ke Baitullah, bagi orang yang mampu mengerjakannya.” (QS. Al-Imran: 97).
Setiap keluarga bisa memiliki paham dan nilai yang berbeda-beda terkait pengertian ”mampu”. Namun, yang diajarkan dalam rumah tangga saya, ”mampu” dapat berarti sudah kuasa memenuhi kebutuhan dasar, seperti sandang, pangan, dan papan. Oleh karena itu, prioritas liburan ke Amerika, misalnya, seharusnya lebih rendah dibandingkan tujuan untuk berhaji.
Saat masih remaja dulu, saya beranggapan bahwa ibadah haji baru akan dilaksanakan saat sudah usia lanjut. Pemikiran tersebut berubah di usia 30 tahun. Ketika itu, saya dan pasangan mulai merencanakan perjalanan ibadah haji, dan pada akhirnya diizinkan oleh Tuhan Yang Maha Kuasa untuk melaksanakannya di usia ke-34 tahun.
Ada beberapa langkah yang sebaiknya dilakukan apabila pembaca Kompas juga ingin merencanakan perjalanan ibadah haji. Pertama, menetapkan tujuan untuk berhaji. Waktu kegiatan yang dilakukan para jemaah ketika haji adalah saat musim haji. Berbeda dengan umrah yang bisa dilaksanakan kapan saja atau tak terbatas dengan waktu. Oleh sebab itu, kunci utama dalam perencanaan adalah memiliki target pada tahun berapa akan melaksanakan ibadah haji.
Berikutnya, menentukan jenis haji biasa atau haji plus. Tahun 2019, pemerintah menetapkan ongkos naik haji sebesar Rp 35,2 juta per orang. Sementara untuk jenis haji plus, paketnya dimulai dari 10.000 dollar AS ke atas.
Kedua, menghitung kebutuhan dana haji. Pahami bahwa komponen biaya perjalanan ibadah haji terdiri dari beberapa pos. Pos pertama adalah persiapan yang terdiri dari biaya pendaftaran ibadah haji (BPIH), biaya yayasan, pembuatan paspor (jika tidak ada), dan biaya pemeriksaan kesehatan.
Selain itu, juga ada biaya pakaian dan perlengkapan ibadah serta biaya walimah atau syukuran. Pos berikutnya adalah biaya perjalanan selama ibadah haji yang terdiri dari tambahan biaya konsumsi, biaya komunikasi perangkat telepon dan paket data, serta transportasi tambahan.
Banyak juga jemaah haji yang masih sering membawa oleh-oleh ke Indonesia sehingga perlu biaya tambahan. Disarankan juga menghitung kemungkinan pembayaran dam atau denda jika ada pelaksanaan yang tidak sesuai rukun serta dana darurat selama di tanah suci. Jumlah keseluruhan kebutuhan dana haji bisa mencapai Rp 45 juta setiap orang.
Contoh ilustrasi menabung dan berinvestasi bagi calon jemaah haji seperti berikut ini. Misalnya, seseorang menghitung saat ini kebutuhan dana haji sebesar Rp 50 juta. Maka, jika menggunakan asumsi inflasi 10 persen per tahun, dalam 5 tahun ke depan kebutuhan dana haji akan menjadi Rp 65 juta. Untuk mencapainya, apabila calon jemaah haji menabung di tabungan biasa dengan potensi hasil 2 persen per tahun, dibutuhkan setoran dana Rp 450.000 setiap bulan.
Namun, jika calon jemaah memilih untuk berinvestasi di reksa dana pasar uang syariah ataupun tabungan emas dengan potensi imbal hasil 8 persen per tahun, dibutuhkan setoran dana Rp 40.000 saja setiap bulan. Setoran dana ini sebaiknya diambil dari gaji bulanan. Apabila ada rezeki lebih, alangkah baiknya juga dilakukan setoran tambahan. Setelah seluruh target dana terkumpul, dapat disimpan dalam bentuk rekening deposito, reksa dana pasar uang, atau logam mulia.
Ketiga, merencanakan alokasi dana untuk pembayaran BPIH tahap 1. Target pendaftaran sebaiknya diupayakan secepatnya karena hal ini yang akan menentukan nomor porsi kuota haji seseorang dengan estimasi tahun keberangkatan. Saat ini, daftar tunggu untuk berbagai wilayah embarkasi di Indonesia bisa bervariasi, tetapi ada yang sudah mencapai 15 tahun.
Untuk mengejar BPIH tahap 1 sejumlah Rp 25 juta, sangat disarankan untuk mulai mengalokasikan gaji ke dalam rekening Tabungan Haji yang terpisah. Alternatif lain, dapat juga menggunakan produk reksa dana pasar uang Syariah. Setelah itu, fokus terus dilakukan untuk mengumpulkan dana untuk pelunasan BPIH di tahun keberangkatan serta kebutuhan dana lainnya.
Keempat, persiapan sebelum berangkat haji. Apabila sudah mendapatkan konfirmasi untuk perjalanan di tahun keberangkatan, sangat disarankan untuk mengalokasikan tambahan dana untuk pos pengeluaran tambahan. Biasanya, digunakan untuk persiapan keberangkatan, seperti biaya vitamin ataupun pakaian.
Pos yang tak kalah penting juga adalah persiapan bagi keluarga di Tanah Air, seperti dana biaya hidup untuk satu bulan kedepan, dana darurat keluarga, serta proteksi jiwa. Terutama bagi jemaah haji yang masih memiliki anak di bawah usia 21 tahun, sangat dianjurkan untuk menetapkan kuasa wali anak apabila terjadi hal-hal yang tidak diinginkan.
Merencanakan dana untuk ibadah haji memang membutuhkan tekad dan disiplin. Namun, pahami juga bahwa sikap memaksakan diri maupun nafsu sebaiknya dijauhkan dari perencanaan. Berutang untuk biaya haji juga tidak disarankan mengingat perintah-Nya adalah berhaji bilamana mampu.
Marilah kita berupaya untuk memampukan diri agar dapat mengatur keuangan serta investasi untuk mewujudkan tujuan keuangan ini. Live a Beautiful Life!