Perubahan Makin Kencang di Arab Saudi
Setelah tahun lalu diizinkan menyetir kendaraan sendiri, perempuan di Arab Saudi kini dibebaskan dari aturan perwalian yang mengekang mereka.
Bulan Juli 2019 menghadirkan banyak kabar berarti dari Arab Saudi. Sebagian kabar itu menunjukkan, perubahan besar-besaran terus terjadi di negara berbentuk kerajaan tersebut.
Kabar besar pertama selama Juli lalu adalah konser musik bertajuk Jeddah World Fest, festival musik internasional pertama di Arab Saudi, yang awalnya direncanakan turut dimeriahkan Nicki Minaj. Memang, biduanita asal Amerika Serikat itu batal tampil. Tanpa Minaj, Jeddah World Fest tetap berlangsung dan dimeriahkan para biduan dari sejumlah negara.
Dalam video dan foto yang tersiar, terlihat pemuda dan pemudi bercampur dalam satu kerumunan besar. Mereka bernyanyi dan berjoget bersama selama festival yang—menurut jumlah tiket resmi yang ludes terjual dalam empat jam—disaksikan 40.000 orang itu. Sebagian pemudi datang ke konser tanpa kerudung atau burkak (cadar penutup muka).
Kegembiraan perempuan Arab Saudi tidak hanya diluapkan pada acara musik itu. Pada akhir Juli, datang dua kabar gembira lain. Kabar pertama diwartakan Arab News, salah satu dari 29 media massa yang dimiliki perusahaan yang dekat dengan keluarga Raja Salman bin Abdulaziz al-Saud. Brigadir Jenderal Saleh bin Saad al-Meerba mengumumkan, Direktorat Jenderal Urusan Paspor sedang melatih 760 perempuan. Jumlah itu setara dengan hampir 70 persen dari seluruh petugas pemeriksa paspor di bandara-bandara utama Arab Saudi, seperti Riyadh, Madinah, Jeddah, dan Damman.
Selepas pelatihan, mereka akan menjadi pemeriksa paspor di sejumlah bandara. ”Kami bangga memiliki pegawai perempuan paling banyak. Mereka akan menjadi orang pertama yang menyapa pelawat ke Arab Saudi dan yang terakhir mengucapkan selamat jalan,” kata Meerba.
Kami bangga memiliki pegawai perempuan paling banyak. Mereka akan menjadi orang pertama yang menyapa pelawat ke Arab Saudi dan yang terakhir mengucapkan selamat jalan.
Tahun lalu, lembaga itu melatih 299 perempuan. Kini, jumlahnya meningkat dan semua sedang latihan di beberapa lokasi. ”Ada 230 (perempuan petugas) di Bandara Raja Khalid di Riyadh, 250 di Bandara Raja Abdulaziz di Jeddah, 141 di Bandara Pangeran Mohammed bin Abdulaziz di Madinah, dan 163 di Bandara Raja Fahd di Damman,” ujarnya.
Selepas mewartakan itu, Arab News bersama Asharq Al-Awsat pada edisi 2 Agustus 2019 memberitakan penghapusan ketentuan perwalian. Perempuan Arab Saudi di atas usia 21 tahun tidak lagi memerlukan izin wali—suami atau kerabat pria—untuk bepergian atau mengurus paspor.
Raja Salman bin Abdulaziz menandatangani dekrit tentang hal itu pada akhir Juli 2019. Dalam dekrit itu ditegaskan, setiap warga Arab Saudi berhak memperoleh paspor. Perempuan Arab Saudi kini berhak menjadi wali bagi anaknya, hak yang sebelumnya hanya dimiliki laki-laki.
Sorotan internasional
Sistem perwalian di Arab Saudi menjadi sorotan internasional kala sejumlah remaja putri melarikan diri dari kerajaan tersebut. Dalam sistem itu, perempuan tidak bisa bepergian jika tidak didampingi atau tidak diizinkan oleh suami atau kerabat laki-laki.
Dengan dekrit baru, sistem itu dihapuskan. Mantan anggota Dewan Syura Arab Saudi, Haya al-Mani, kepada Asharq Al-Awsat mengatakan bahwa dekrit itu menunjukkan upaya pemberdayaan perempuan akan terus berlanjut.
”Pemberdayaan sejati dimulai dengan mengubah peraturan dan mengganti sistem apa pun yang tidak memberikan hak penuh sebagai warga negara,” kata Mani.
Pemberdayaan sejati dimulai dengan mengubah peraturan dan mengganti sistem apa pun yang tidak memberikan hak penuh sebagai warga negara.
Duta Besar Arab Saudi untuk Amerika Serikat Reema binti Bandar (44) juga mengumumkan kebijakan baru itu lewat media sosial. ”Saya bangga mengonfirmasi KSA akan mengundangkan amandemen pada peraturan sipil dan perburuhan yang dirancang untuk mengangkat status perempuan dalam masyarakat kami, termasuk memberi mereka hak mendapat paspor dan bepergian sendiri,” tulis cucu dari kakak Raja Salman itu. KSA adalah nama resmi Arab Saudi.
Ia menyebut keputusan tersebut adalah sejarah bagi Arab Saudi. Keputusan itu sebagai wujud kesetaraan perempuan dan laki-laki di negaranya. ”Perempuan selalu punya peran penting dalam pembangunan negara kami dan mereka akan tetap melakukan itu dalam kesetaraan dengan laki-laki,” kata diplomat yang menghabiskan lebih dari 20 tahun masa hidupnya tinggal di AS itu.
Wajah diplomasi
Reema menjadi wajah Arab Saudi di panggung diplomasi internasional. Putri yang poninya hampir selalu terlihat itu belajar kebudayaan Arab Saudi di sekolah untuk para pangeran dan putri Bani Saud. Ia juga belajar kebudayaan dan kepemimpinan Barat di AS dan Belanda.
Adapun pergaulan kalangan diplomat dia pelajari selama ayahnya, Pangeran Bandar bin Sultan, menjadi Dubes Arab Saudi untuk AS pada 1983-2005. Berselang 14 tahun sejak masa tugas Pangeran Bandar selesai, Reema memulai tugas sebagai Dubes Arab Saudi untuk AS sejak Februari 2019. Ia menjadi perempuan pertama yang ditugasi Riyadh sebagai duta besar.
Terlepas dari statusnya sebagai anggota keluarga kerajaan, keputusan Riyadh mengangkat dia sebagai dubes memperlihatkan kesediaan meningkatkan peran perempuan di masyarakat Arab Saudi.
Penunjukan Reema terjadi beberapa bulan setelah Arab Saudi mengizinkan perempuan mendapat surat izin mengemudi (SIM). Seperti kala dekrit soal wali diumumkan, perempuan Arab Saudi juga bersorak kala kerajaan memutuskan mereka bisa mendapat SIM.
”Saya menganggap SIM lebih berharga dari emas. Saya hanya membawa fotokopi dan foto saat saya menunjukkan SIM. SIM asli saya tinggalkan di rumah,” kata Rawan Radwan, perempuan yang tinggal di Jeddah.
Rawan optimistis Arab Saudi akan terus berubah. ”Ini arus yang tidak bisa ditahan. Kami berharap, di Arab Saudi, juga negara-negara lain, arus itu terus mengalir,” katanya.