Menjelang Idul Adha, semangat toleransi masyarakat Indonesia terpancar dari aktivitas di dua bangunan ikonis Jakarta, Masjid Istiqlal dan Gereja Katedral. Rasa saling berbagi tanpa mengenal perbedaan keyakinan terejawantahkan dalam penyambutan perayaan Idul Adha yang jatuh pada Minggu (11/8/2019).
Oleh
NIKOLAUS HARBOWO
·2 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Menjelang Idul Adha, semangat toleransi masyarakat Indonesia terpancar dari aktivitas di dua bangunan ikonis ibu kota Jakarta, Masjid Istiqlal dan Gereja Katedral. Rasa saling berbagi tanpa mengenal perbedaan keyakinan terejawantahkan dalam penyambutan perayaan Idul Adha yang jatuh pada Minggu (11/8/2019).
Masjid Istiqlal akan menjadi magnet yang sangat kuat bagi umat Islam di Jakarta dan dari luar Ibu Kota yang ingin menunaikan shalat Idul Adha 10 Zulhijah 1440 Hijriah, pukul 07.00 WIB. Idul Adha jatuh tepat pada hari Minggu bersamaan dengan jadwal misa pagi di Gereja Katedral Jakarta.
Melihat kondisi tersebut, pihak Gereja Katedral Jakarta pun menggeser jadwal misa Minggu pagi. Hal itu sebagai bentuk dukungan kepada umat Islam yang hendak beribadah di Masjid Istiqlal.
Misa pagi akan dilakukan pukul 10.00 dan 12.00, sementara misa sore tetap digelar pukul 17.00 dan 19.00. Misa pada hari Minggu pagi biasanya dilakukan pukul 06.00, 08.00, dan 10.30.
Kepala Paroki Katedral Albertus Hani Rudi Hartoko SJ, di Jakarta, Sabtu (10/8/2019), mengatakan, penyesuaian jadwal misa ini guna memberikan keleluasaan bagi saudara-saudari yang akan menunaikan shalat Idul Adha. Area gereja pun diperbolehkan untuk digunakan sebagai lahan parkir. Apalagi, saat ini, Masjid Istiqlal tengah direnovasi.
”Berbagi ruang publik secara bergantian ini sekaligus memperkokoh spirit dasar pendiri bangsa ketika membangun Masjid Istiqlal berdampingan dengan Gereja Katedral, harmoni, bineka, dan bersaudara. Hidup damai sebagai sesama anak bangsa,” ujar Hani.
Penyesuaian jadwal misa ini guna memberikan keleluasaan bagi saudara-saudari yang akan menunaikan shalat Idul Adha. Area gereja pun diperbolehkan untuk digunakan sebagai lahan parkir. Apalagi, saat ini, Masjid Istiqlal tengah direnovasi.
Berbagi ruang publik ini memang bukan yang pertama kali, tetapi selalu dilakukan setiap perayaan besar agama masing-masing sejak tahun 1960-an—sebelum Masjid Istiqlal diresmikan pada 1978. Setiap umat Katolik merayakan Natal dan Paskah, pengurus Masjid Istiqlal pun selalu menyediakan lahan parkir.
Tak berhenti di situ. Rasa saling berbagi juga ditunjukkan umat Katolik yang diwakili pihak Gereja Katedral dengan ikut menyerahkan seekor sapi untuk dikurbankan.
”Kami menyerahkan hewan kurban untuk dibagikan kepada yang membutuhkan. Kami berbagi tanpa melihat sekat apa pun,” kata Hani.
Dihubungi terpisah, Kepala Protokol Masjid Istiqlal Abu Hurairah Abdul Salam pun menyampaikan refleksi toleransi yang sama. Sikap saling berbagi menunjukkan selalu ada komunikasi dan saling pengertian di antara anak bangsa meskipun berbeda keyakinan.
”Ingin menunjukkan kepada masyarakat luas bahwa bangsa Indonesia meskipun berbeda-beda masih bisa saling menghargai,” ujar Abu.
Abu menyampaikan, pada perayaan Idul Adha tahun ini di Masjid Istiqlal, tema yang diangkat adalah berkurban untuk kesejahteraan umat. Ustaz Yusuf Mansur akan menjadi khatib, sementara imamnya adalah Ustaz Ahmad Husni Ismail.