Besek Bambu Mulai Digunakan untuk Kemas Daging Kurban
Wadah makanan ramah lingkungan berupa besek bambu mulai digunakan di sejumlah masjid di Jakarta untuk mengemas daging hewan kurban. Besek itu direkomendasikan karena dapat terurai secara alami.
Oleh
Ayu Pratiwi
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Wadah makanan ramah lingkungan berupa besek bambu mulai digunakan di sejumlah masjid di Jakarta untuk mengemas daging hewan kurban. Besek itu direkomendasikan karena dapat terurai secara alami.
Akan tetapi, tantangannya adalah harganya masih lebih mahal dibandingkan dengan plastik biasa. Besek juga lebih sulit disuplai dalam jumlah besar karena proses pembuatannya yang masih manual.
Salah satu masjid yang mulai menggunakan besek bambu untuk mengemas daging hewan kurban adalah Masjid Quba Jolo di Gang DPR, Kecamatan Kembangan, Jakarta Barat. Idul Adha tahun ini merupakan pertama kalinya masjid itu menggunakan besek, sesuai dengan imbauan dari Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta.
Imbauan itu dikeluarkan Pemprov DKI karena kantong plastik memerlukan waktu ratusan tahun untuk terurai secara alamiah. Padahal, di Jakarta, produksi sampah plastik mencapai 1.000 ton per hari.
Ketua Panitia serta Sekretaris Dewan Kemakmuran Masjid Quba Joglo, Budi Rusanto, menjelaskan, pihaknya membagikan sebanyak 1.200 paket seberat satu kilogram berisi daging, potongan tulang, dan jeroan hewan kurban kepada kalangan mustahik atau mereka yang membutuhkan di lingkungan sekitar masjid. Mayoritas di antara mereka telah menerima kupon untuk memperoleh daging kurban.
Sebanyak 800 paket daging itu dikemas dengan besek bambu, sisanya dengan plastik ramah lingkungan. Besek dengan ukuran 20x20x11 sentimeter itu dialas dengan kertas coklat bungkus makanan agar daging tidak terkotori oleh besek. Sementara jeroan yang baru dicuci dikemas dengan plastik ramah lingkungan, kemudian ditempatkan di dalam besek.
”Semua plastik yang digunakan ramah lingkungan. Plastik yang gampang terurai,” kata Budi di Masjid Quba Joglo, Jakarta Barat, Minggu pagi.
Besek dipesan dua bulan sebelum Idul Adha dari Jawa Tengah. Pihak masjid memesan 1.000 kotak besek, tetapi hanya menerima 800 kotak. Produsen besek tidak mampu memenuhi permintaan karena proses produksinya masih manual.
”Besek itu produksi rumahan. Yang mengerjakan ibu-ibu. Sehari, seorang hanya bisa buat mungkin lima kotak,” ujar Budi.
Besek yang dibeli masjidnya seharga Rp 2.500 per kotak, sedangkan untuk plastik ramah lingkungan antara Rp 22.000-Rp 24.000 per paket yang berisi 100 plastik.
”Terus terang untuk pengemasan menggunakan besek ada plus minusnya. Plusnya lebih ramah lingkungan dan gampang terurai dengan tanah ketika dibuang. Kalau menggunakan plastik, proses pengemasan otomatis lebih cepat dan harganya lebih murah,” tutur Budi.
Dinas LH mengawasi
Dinas Lingkungan Hidup (LH) DKI Jakarta juga mengerahkan petugasnya untuk memonitor proses penyembelihan hewan kurban di masjid untuk melakukan pendataan. Dinas LH mengawasi penggunaan kemasan makanan ramah lingkungan dan penanganan limbah hasil penyembelihan hewan.
Di lokasi penyembelihan perlu disediakan lubang atau galian tanah tempat pembuangan dan penguburan limbah hewan kurban. Hal itu supaya limbah tidak dibuang di saluran air dan menimbulkan bau tidak sedap.
Koordinator Lapangan Suku Dinas LH Jakarta Barat Sundi mengatakan, dari total empat masjid yang ia kunjungi hingga Minggu pagi, limbah hewan kurban ditangani dengan cukup baik di semua masjid itu. Namun, baru ada satu yang menggunakan besek bambu sebagai kemasan.