Penipuan online kian marak. Di Yogyakarta DH (41), meraup Rp 178.5 juta dengan mengaku sebagai pemilik perusahaan batik, untuk menipu karyawan.
Oleh
NINO CITRA ANUGRAHANTO
·3 menit baca
Direktur Reserse Kriminal Khusus Kepolisian Daerah Istimewa DIY (Direskrimsus Polda DIY) Komisaris Besar Yoyon Tony Surya Putra (kedua dari kanan) menunjukkan barang bukti dari kasus penipuan online, di Markas Polda DIY, Kabupaten Sleman, DIY, Senin (12/8/2019).SLEMAN, KOMPAS—DH (41), tersangka penipuan online, memalsukan identitas dirinya dengan mengaku sebagai pemilik perusahaan batik, bernama “Hamzah Batik” untuk menipu. Korbannya adalah karyawan dari perusahaan tersebut. Uang sebesar Rp 178,5 juta dikuras pelaku dari korbannya.
Hal itu diungkapkan Direktur Reserse Kriminal Khusus Kepolisian Daerah Istimewa DIY (Direskrimsus Polda DIY) Komisaris Besar Yoyon Tony Surya Putra, di Markas Polda DIY, Kabupaten Sleman, DIY, Senin (12/8/2019).
“Korban diajak kerjasama membuka sebuah showroom mobil. Korbannya kemudian diminta untuk mengirimkan sejumlah uang. Namun, sampai saat ini tersangka kami amankan, showroom itu ternyata hanya fiktif belaka,” jelas Tony.
Tony menjelaskan, DH memalsukan identitasnya dengan cara menghubungi korban melalui media sosial WhatsApp. Nomor telepon tak dikenal digunakan pelaku untuk memalsukan identitasnya.
Korban diajak kerjasama membuka sebuah showroom mobil. Korbannya kemudian diminta untuk mengirimkan sejumlah uang. Namun, sampai saat ini tersangka kami amankan, showroom itu ternyata hanya fiktif belaka
Korban langsung percaya karena pelaku mengaku sebagai bos dari korban sewaktu menghubungi. Padahal, tidak pernah ada pembicaraan hal itu secara tatap muka. Selain itu, korban juga diiming-imingi pembagian keuntungan sebesar 30 persen dari usaha yang rencananya akan dijalankan bersama itu.
Tony menyampaikan, pelaku punya hobi berjudi. Uang hasil penipuan itu digunakan pelaku untuk memenuhi hobi tersebut.
Kepala Bidang Humas Polda DIY Komisaris Besar Yuliyanto mengatakan, korban penipuan itu berjumlah dua orang. Mereka adalah JH dan J. Keduanya merupakan warga Yogyakarta.
Dari kasus tersebut, barang bukti yang disita aparat kepolisian, yakni satu buku rekening tabungan beserta kartu ATM, dua unit ponsel, 14 lembar bukti percakapan melalui media sosial Whatsapp, dan tujuh lembar bukti slip transfer.
Yoyon mengungkapkan, kasus penipuan melalui media sosial memang masih banyak terjadi. Ia tidak merinci berapa banyak laporan terkait kasus tersebut. Ia meminta masyarakat untuk lebih berhati-hati lagi jika mendapat tawaran-tawaran investasi menggiurkan lewat media sosial. “Harus dipastikan betul kebenaran dari tawaran-tawaran itu,” ujarnya.
Dalam kesempatan itu, Direskrimsus Polda DIY juga mengungkapkan kasus penipuan lainnya berbasis media sosial. Pelakunya berinisial KH (23), warga Tegal. Modusnya berupa membeli alat-alat rumah tangga dan komestik dengan mengirimkan bukti transfer palsu kepada korban yang berinisial EA.
EA seolah tidak memiliki kecurigaan terhadap KH. Celakanya, EA juga tidak mengecek apakah KH sudah benar-benar mengirimkan uang atas barang-barang yang dipesannya. EA mengirim begitu saja barang-barang pesanan KH setelah melihat bukti transfer uang yang dikirimkan.
“Barang-barang yang dibeli KH itu rencananya akan dijual lagi. Jadi, dia menipu untuk berjualan lagi secara online,” kata Tony.
Barang bukti yang disita aparat kepolisian dari kasus tersebut berupa wajan, Loyang, piring kayu, mangkuk gerabah, tudung saji, nampan bambu, sotil kayu, oven, dan lain sebagainya. Kerugian yang diderita korban dari kasus tersebut sebesar Rp 22,5 juta.
Baik DH maupun KH dianggap melanggar Undang Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas Undang Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. Keduanya terancam dikenai hukuman penjara paling lama enam tahun dan denda paling banyak Rp 1 miliar.