Gadiza Volare Yusharyahya Berenang Menyeberangi Dua Benua
Pada usia 55 tahun, perenang Gadiza Volare Yusharyahya jauh dari kata renta. Setelah pensiun menjadi atlet, Gadiza tak lagi mengikuti kompetisi-kompetisi renang. Sampai kemudian pada 2013, dia kembali turun ke arena kompetisi renang. Pada 21 Juli lalu, Gadiza meraih medali perunggu di Bosphorus Cross-Continental Swimming di Turki.
Oleh
Maria Susy Berindra
·6 menit baca
Pada usia 55 tahun, perenang Gadiza Volare Yusharyahya jauh dari kata renta. Bahunya masih tegap, kakinya bergerak lincah di tengah kerumunan, dan senyum manis senantiasa mengkhiasi bibir tipisnya. Setelah pensiun menjadi atlet, Gadiza tak lagi mengikuti kompetisi-kompetisi renang. Sampai kemudian pada 2013, dia kembali turun ke arena kompetisi renang. Pada 21 Juli lalu, Gadiza meraih medali perunggu di Bosphorus Cross-Continental Swimming di Turki.
Sejak lama, Gadiza bermimpi mengikuti kompetisi renang perairan terbuka (open water swimming) yang melintasi dua benua. Mimpi itu diwujudkannya tahun ini. Dia lolos menjadi peserta Bosphorus Cross-Continental Swimming, di Turki, bersaing dengan 2.500 peserta. Lomba yang diselenggarakan Turkish Olympic Committee memasuki tahun penyelenggaraan ke-31.
Pada kompetisi itu, peserta menyeberangi laut yang memisahkan dua benua, Asia dan Eropa, sepanjang 6,8 kilometer. Untuk menempuh jarak itu, Gadiza masuk dalam kategori kelompok umur 55-59, memiliki catatan waktu 1 jam 8 menit 8 detik. Dia menjadi satu-satunya peserta yangh berasal dari Indonesia. Sementara untuk medali emas dan perak, diraih oleh peserta dari Rusia dan Ukraina.
Perempuan yang lahir di Bandung, Jawa Barat, ini mengaku tak menyangka dapat naik podium pada percobaan pertamanya mengikuti salah satu lomba renang bergengsi di dunia tersebut. Ia menyatakan sudah sangat senang ketika mengetahui dirinya dapat menyeberangi benua Asia ke Eropa sejauh 6,8 kilometer dengan kayuhan tangan dan kakinya sendiri.
”Rasanya surprise dan senang karena tua-tua begini masih bisa bawa nama Indonesia. Saya enggak nyangka sama sekali. Bisa mendapatkan kesempatan berenang di situ merupakan kemenangan tersendiri buat saya. Acara itu, kan, terkenal. Jadi, kalau mau ikut agak sulit. Peserta yang terpilih hanya 2.500 orang, sedangkan yang mendaftar bisa puluhan ribu orang,” kata Gadiza, di Jakarta, Kamis (8/8/2019).
Pengalaman pertama ini bukan dilaluinya tanpa tantangan. Meski tubuhnya sudah akrab dengan dunia renang sejak usia lima tahun, Gadiza—yang akrab disapa Yaye—harus mencari arus yang dingin supaya bisa berenang dengan rileks. Dengan penuh strategi dan tanpa kepanikan, Gadiza menggunakan gaya bebas, berhasil melalui kompetisi tersebut.
”Lebih kurang 800 meter menuju garis finis, ya, paling besar di situ tantangannya. Saya sempat memutuskan pakai gaya dada karena capek sekali melawan arus. Akhirnya, sampai finis dan naik lagi ke boat, semacam pelataran gitu, untuk finisnya,” kata Gadiza.
Usaha ekstra
Gadiza sempat tertegun kala melihat namanya terpampang di papan skor. Ia bahkan mencoba menekan rasa bahagianya karena takut informasi tersebut meleset. Ia baru percaya bahwa dirinya finis di posisi ketiga kala ditelepon oleh dua temannya yang sengaja menemaninya mengikuti kompetisi tersebut. Mengejar podium memang tak pernah sampai di benak ibu tiga anak ini. Alih-alih berpikir soal kemenangan, Gadiza hanya ingin memuaskan kecintaannya pada dunia renang.
Untuk mengikuti lomba itu, Gadiza mempersiapkannya selama satu tahun. Dia dibimbing oleh para pelatih renang, yaitu Wisnu Wardhana, Rodrick Luhur, serta tiga bersaudara: Felix, Albert, dan Henry Sutanto. Biasanya, Gadiza yang berenang di kolam renang itu menyadari perlunya usaha ekstra untuk membiasakan tubuhnya bergerak di laut. Untuk itulah dia rela latihan renang setiap pagi, dimulai pukul 05.00, sebanyak tiga kali latihan dalam seminggu.
”Berenang di kolam renang arahnya jelas, tetapi kalau open water itu, kan, luas sekali. Kalau melebar dan napas tidak kuat, kan, buang tenaga. Makanya kita harus sesekali sighting artinya sesekali angkat kepala melihat supaya berenangnya tidak belok-belok,” ujar Gadiza.
Tak hanya itu, Gadiza sesekali pergi bersama beberapa kawan untuk berenang di Kepulauan Seribu. Ia bahkan mengikuti 5K Bali Ocean Swim 2018 sebagai laga percobaannya berenang jarak jauh di laut bebas. Hal ini ia lakukan untuk semakin membiasakan diri bergulat dengan arus, gelombang, serta makhluk laut seperti ikan dan ubur-ubur.
Ajaran orangtua
Ketertarikan Gadiza dengan dunia renang sudah terbangun sejak kecil. Lahir dari keluarga tentara, ia dan kelima kakaknya dibiasakan ayahnya, Yusharyahya Nasution, tekun berolahraga agar tetap bugar. Ajaran ini yang mendorong Gadiza dan kelima kakaknya menekuni dunia olahraga secara profesional.
Pada era 1970-an, gadis-gadis keluarga Yusharyahya memenuhi barisan atlet renang nasional Indonesia. Sebut saja Zoraya Perucha, Zsa Zsa Quamila, Shahnaz Nadia, Yole Taula, dan juga Yaye sendiri. Bahkan, pada 1976, Gadiza bersama tiga teman satu timnya dari DKI Jakarta menumbangkan rekor nasional renang 4x100 meter gaya bebas estafet putri.
”Kami, kan, enam bersaudara, 5 perempuan 1 laki-laki. Sejak kami kecil dari pukul lima pagi sudah di kolam dan ada training khusus dari orangtua. Ada warming up, reel stroke, itu kayak mencoba berbagai gaya, terus interval, dan terakhir cooling down,” kenang Gadiza.
Kebiasaan berolahraga sejak kecil membuat Gadiza yang telah pensiun dari dunia atlet sejak 1980 tak pernah benar-benar meninggalkan dunia olahraga. Bagi dia, olahraga adalah sebuah kewajiban yang tak boleh dilalaikan sehingga ia tetap rutin melakukan kegiatan renang, lari, yoga, dan olahraga kebugaran sebagai usaha untuk menjaga kesehatannya.
Meski kecintaannya pada dunia olahraga tak pernah luntur, Gadiza baru kembali berlatih renang secara sungguh-sungguh pada 2013. Pada tahun itu, ia bertemu dengan teman-teman yang antusias mengikuti kompetisi renang.
Motivasi berlatih lebih ekstra datang dari kesadaran Gadiza untuk mengikuti kompetisi dengan kondisi tubuh yang prima. Sejak itu, Gadiza aktif mengikuti berbagai kejuaraan renang dalam negeri maupun luar negeri di kategori master.
”Saat itu belum mau latihan pukul 05.00. Pukul 09.00 baru berenang, ngumpul bareng sama teman. Lalu, ikut, deh, lomba ini-itu. Kalau misalnya ikut lomba, tapi latihannya hanya begini, saya pikir kayaknya enggak bisa, deh. Kurang serius, jadilah itu latihan pukul 05.00 dibiasakan,” cerita Gadiza.
Di antara banyaknya kompetisi yang diikuti Gadiza, ia paling berkesan ketika ia dan kakak-kakaknya kembali berkumpul di satu kolam renang untuk berpartisipasi dalam Jakarta Master Swimming Championship pada 2018. Ia kembali terkenang masa kecilnya ketika ditempa menjadi seorang perenang ulung bersama dengan kakak-kakaknya.
”Kemarin itu kumpul lagi di kolam renang. Jadi ingat lagi tentang orangtua kami, ya. Jadi nostalgia menyatukan kami yang sudah tua serta sudah punya cucu dan sebagainya, terutama lewat kegiatan renang. Karena kami jadi mengingat orangtua lagi yang membuat kami sampai di titik sekarang ini,” tuturnya.
Dunia renang dan Gadiza tampaknya menjadi sebuah kesatuan yang sukar untuk dipisahkan. Berada pada usia yang mendekati usia pensiun, Gadiza membulatkan tekad terus mengabdi di dunia renang. Bukan sebagai atlet atau peserta kompetisi, ia mulai merintis karier sebagai pengajar renang untuk bayi dan anak balita.
”Terinspirasi dari ngajar renang cucu, ya, saya mengambil sertifikasi coaching baby swimming and toddler tahun lalu di Singapura. Insya Allah, ketika nanti saya pensiun, saya sudah tahu mau mengerjakan apa dan masih berkaitan dengan renang, ya, karena passion saya memang di situ,” kata Gadiza. (***)
Gadiza Volare Yusharyahya
Lahir: Bandung, 20 Januari 1964
Anak: 3
Cucu: 1
Pendidikan:
SMA 3 Teladan Jakarta (1981) Sorbonne IV Paris (1982-1983) Institut Catholique Paris (1983-1985)
SMA 3 Teladan Jakarta (1981)
Sorbonne IV Paris (1982-1983)
Institut Catholique Paris (1983-1985)
Pengalaman:
- Singapore Master Swimming Championship (2013)
- Hong Kong Master Swimming Championship (2014)
- Melbourne Swimming Championship (2014)
- Mandurah, Australia 70.3 (2015)
- Bangsaen, Thailand 70.3 (2019)
- Medali perunggu untuk kelompok usia 55-59 Bosphorus Cross Continental Swim (2019)
Editor:
Bagikan
Kantor Redaksi
Menara Kompas Lantai 5, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
Tlp.
+6221 5347 710
+6221 5347 720
+6221 5347 730
+6221 530 2200
Kantor Iklan
Menara Kompas Lantai 2, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.