Ibarat menyusuri jalan berliku, begitulah kiprah anak muda di panggung politik nasional. Di tengah wacana alih generasi yang disebut akan terjadi pada 2024, sejumlah politisi muda yang akan duduk di Dewan Perwakilan Rakyat periode 2019-2024 harus melawan sejumlah stigma dan stereotip sembari membuktikan bahwa janji-janji yang mereka sampaikan saat kampanye pemilu lalu bukanlah pepesan kosong.
Puteri Anetta Komarudin (25) mengatakan dirinya sudah terbiasa dipandang sebelah mata. Putri dari politisi Partai Golkar, Ade Komarudin, itu kerap dicap hanya memanfaatkan jaringan dan nama besar ayahnya. ”Saya ini sudah muda, perempuan, anak politisi besar juga sehingga sering digampangkan dan dipandang sebelah mata,” ujarnya, Minggu (11/8/2019).
Ayah Puteri, Ade Komarudin, pernah menjabat Ketua DPR pada 2016. Pemilu 2019 menjadi pengalaman pertama Puteri maju sebagai calon anggota legislatif dari Partai Golkar untuk DPR. Ia meraih 70.164 suara di daerah pemilihan yang sama dengan ayahnya, Jawa Barat VII (Purwakarta, Karawang, Bekasi), hingga kemungkinan besar akan lolos menjadi anggota DPR.
Anak muda yang hendak terjun ke dunia politik, ujar Puteri, sering kali dianggap kurang berpengalaman atau mentalnya kurang kuat untuk menghadapi ”kerasnya” dunia politik. Khusus politisi muda, yang merupakan anak elite atau pejabat, stigma itu kerap bercampur dengan stereotip lain bahwa mereka hanya mengandalkan nama besar orangtua atau kerabatnya.
Pandangan itu dihadapi Puteri sejak ia memutuskan terjun ke dunia politik. ”Orang bilang saya mengandalkan ayah saya. Itu tidak benar karena ayah saya kebetulan sedang sakit keras dan akhirnya saya harus mengandalkan diri sendiri,” ujarnya.
Hal senada dirasakan Hillary Brigitta Lasut (23) dari Partai Nasdem, yang akan menjadi anggota DPR terpilih termuda. Hillary, yang saat pileg mendapat 59.060 suara, kerap dicibir bahwa ia hanya anak ingusan. ”Saya sering ditanya, anak kecil bisa apa, sih? Jangan banyak bicara kalau belum punya pengalaman,” kata anak Bupati (terpilih) Talaud, Sulawesi Utara, Elly Lasut, ini.
Hillary mengaku sudah menyiapkan mental dan strategi untuk menghadapi kultur politik yang masih mengedepankan senioritas di DPR. Strategi pertamanya adalah tetap rendah hati dan tidak arogan di hadapan para politisi senior.
Strategi lainnya menyiapkan tim riset pribadi. Dengan demikian, setiap pernyataan yang akan ia keluarkan di kompleks parlemen ataupun di ruang publik akan selalu berdasarkan data. ”Saya akan datang dengan data, tidak hanya tong kosong,” katanya.
Dave Laksono (40), yang akan kembali duduk jadi anggota DPR periode 2019-2024, menuturkan, anak muda yang duduk di DPR harus bersedia bekerja lebih keras. Dave mencontohkan, pada tahun pertama tugasnya sebagai anggota DPR periode 2014-2019, ia belajar memahami dan mengerti proses politik di DPR.
”Kita harus mengerti arah politik pemerintah dan fraksi atau partai, terutama untuk mencari titik temu antara agenda pemerintah dan partai,” kata putra politisi Golkar, Agung Laksono, ini. Ia berpendapat, syarat utama menembus DPR adalah pendekatan dan komunikasi ke masyarakat akar rumput.
Nama besar keluarga dan partai politik tidak dapat menjadi jaminan caleg muda bisa meraih suara untuk lolos ke DPR. Kondisi ini membuat Dave selama masa kampanye lalu mengklaim memilih melakukan pertemuan intens dengan para pemilihnya guna menyerap aspirasi dan menawarkan solusi kepada masyarakat.
Janji-janji
Para politisi muda mengklaim siap memperjuangkan isu tertentu. Puteri Komarudin, misalnya, akan memperjuangkan adanya undang-undang permodalan yang lebih bersahabat terhadap pengusaha perempuan.
Hal itu ia telah perjuangkan sejak kampanye lalu dengan berkaca pada kasus ”Bank Emok” atau koperasi berkedok rentenir yang menyasar ibu- ibu rumah tangga di dapilnya di Jabar. ”Jika perempuan diberi pendidikan dan akses modal yang mudah, pertumbuhan ekonomi pasti bisa lebih tinggi,” katanya.
Sementara, Hillary ingin fokus pada isu pendidikan dengan berangkat dari kasus sulitnya akses pendidikan, tenaga pendidik, dan buruknya infrastruktur sekolah di daerah pelosok di dapilnya, Sulawesi Utara.
”Mungkin, kalau di pusat, persoalan ini tidak terlalu kentara. Namun, kalau di daerah, yang paling dibutuhkan pertama-tama itu adalah bantuan pendidikan nyang tepat sasaran,” katanya. Adapun Dave ingin memperbaiki tugas legislasi DPR yang selama ini tidak pernah mencapai target. Ia juga ingin menunjukkan DPR yang lebih transparan.
Pada akhirnya, rakyat akan menilai, dalam lima tahun ke depan, apakah para politisi muda itu akan menjadi agen pembeda yang berani mengambil risiko di kompleks parlemen atau memilih bersembunyi di zona nyaman dan ikut larut dalam kultur politik saat ini. (Agnes Theodora/Muhammad Ikhsan Mahar)