Pemerintah tengah menyusun skema kerja sama pemerintah dengan badan usaha atau KPBU di sektor perumahan.
Oleh
Norbertus Arya Dwiangga Martiar
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah tengah menyusun skema kerja sama pemerintah dengan badan usaha atau KPBU di sektor perumahan. Pihak swasta diajak bekerja sama membangun hunian yang terjangkau, sedangkan pemerintah akan membayar sesuai ketersediaan layanan.
Direktur Jenderal Pembiayaan Infrastruktur Pekerjaan Umum dan Perumahan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Eko Djoeli Heripoerwanto, akhir pekan lalu, mengatakan, pemerintah sedang menyiapkan skema KPBU dengan pola ketersediaan layanan. Ada beberapa lokasi yang disiapkan untuk skema tersebut.
Lokasi yang disiapkan antara lain di Pasar Sekanak, Palembang (Sumatera Selatan), yang merupakan aset pemerintah daerah. Adapun lokasi lain di Gang Waru Pontianak (Kalimantan Barat) di atas lahan milik masyarakat dan di Bekasi (Jawa Barat) di atas tanah milik pengembang.
Selain itu, lokasi yang disiapkan untuk pelaksanaan KPBU ada di Rusun Paldam, yang merupakan aset pemda dan di Cisaranten, di atas lahan Kementerian PUPR. Keduanya berlokasi di Bandung, Jawa Barat.
”Itu KPBU untuk perumahan terjangkau. Kita prioritaskan anggaran dari swasta, kemudian dari pemerintah berupa skema ketersediaan layanan,” kata Eko.
Menurut Eko, skema KPBU untuk hunian terjangkau masih terus disempurnakan. Pemerintah masih akan mendiskusikan hal itu dan menerima masukan dari berbagai pihak sebelum skema tersebut dijalankan.
Pengajar dari Laboratorium Perumahan dan Permukiman Institut Teknologi Bandung, M Jehansyah Siregar, berpandangan, jika dasar pembuatannya adalah anggaran pemerintah yang terbatas, KPBU bukanlah solusi. Sebab, menyerahkan pembangunan hunian terjangkau ke swasta justru menimbulkan biaya tinggi.
Biaya itu dapat timbul mulai dari perizinan, penyediaan utilitas, seperti air dan listrik, hingga material bangunan. Padahal, menurut Jehansyah, itu semua dapat diusahakan oleh pemerintah melalui badan usaha milik negara dan dengan kewenangannya sebagai regulator.
”Perumahan rakyat merupakan tanggung jawab negara dengan segala aset dan kewenangannya, termasuk tata ruang. Kenapa pemerintah harus membayar pelayanan yang mahal dari swasta, yang sebenarnya bisa dipenuhi pemerintah sendiri?” kata Jehansyah.
Sebab, menyerahkan pembangunan hunian terjangkau ke swasta justru menimbulkan biaya tinggi.
Menurut dia, pemenuhan hunian terjangkau bagi masyarakat berpenghasilan rendah tidak dapat diserahkan kepada mekanisme pasar. Sebab, ada banyak komponen biaya yang membuat hal itu menjadi berbiaya tinggi. Padahal, banyak komponen yang dapat dilakukan pemerintah sehingga bisa menekan biaya, seperti penyediaan utilitas.
Di sisi lain, untuk membuat hunian terjangkau yang bersifat massal, pemerintah sebenarnya memiliki kemampuan dan kewenangan. Namun, pemerintah harus membuat sistem yang terpadu, mulai dari penyediaan material hingga pelaksanaan.
Sementara itu, Direktur Jenderal Penyediaan Perumahan Kementerian PUPR Khalawi Abdul Hamid mengatakan, hunian yang terjangkau bagi masyarakat berpenghasilan rendah hanya dapat dipenuhi dengan hunian vertikal. Penyediaannya harus bersifat massal karena arus urbanisasi membuat penduduk kota meningkat dengan cepat.
Perumahan rakyat merupakan tanggung jawab negara dengan segala aset dan kewenangannya, termasuk tata ruang. Kenapa pemerintah harus membayar pelayanan yang mahal dari swasta, yang sebenarnya bisa dipenuhi pemerintah sendiri?
Dengan masalah keterbatasan lahan, hunian yang sesuai untuk dikembangkan adalah hunian yang terintegrasi dengan layanan komersial, seperti rumah susun di Pasar Rumput, Jakarta. ”Hunian terintegrasi seperti itu harus terus ditambah. Memang kemudian perlu kerja sama dengan pemerintah daerah yang memiliki lahan,” kata Khalawi. (NAD)