Situasi di Yaman semakin tidak menentu. Kota Aden kembali membara karena milisi yang didukung anggota koalisi justru melawan pemerintah.
ADEN, MINGGU Koalisi pimpinan Arab Saudi, Minggu (11/8/2019), mengatakan, mereka terpaksa menyerang daerah yang memberikan ”ancaman langsung” terhadap pemerintahan Presiden Yaman Abdurabbuh Mansour Hadi. Sumber pejabat lokal mengatakan, pasukan koalisi itu menargetkan pemberontak di sekitar istana presiden yang nyaris kosong di Distrik Crater. Hadi sendiri berada di Riyadh, ibu kota Arab Saudi. ”Ini baru operasi pertama yang akan diikuti operasi selanjutnya. Dewan Transisi Selatan (STC) masih punya kesempatan untuk mundur,” kata sumber itu, dikutip televisi Pemerintah Arab Saudi.
Namun, beberapa jam setelah pengumuman oleh koalisi, tidak terlihat indikasi STC mundur dari kamp militer yang direbutnya, Sabtu (10/8). Wakil Presiden STC Hani Ali Brik, menulis di Twitter, menyatakan, STC tetap berkomitmen pada koalisi, tetapi ”tidak akan bernegosiasi di bawah tekanan”.
Selama ini, kelompok STC dari selatan Yaman yang didukung oleh Uni Emirat Arab dan Arab Saudi berkoalisi memerangi kelompok Houthi yang didukung Iran dan telah menggulingkan Presiden Hadi di Sana’a tahun 2014.
Agenda berbeda
Akan tetapi, STC memiliki agenda berbeda terhadap Pemerintah Yaman. Mereka ingin membagi Yaman menjadi dua, yaitu utara dan selatan. Perang ini telah menghidupkan kembali ketegangan lama antara Yaman utara dan Yaman selatan yang sebelumnya adalah negara yang terpisah, kemudian disatukan tahun 1990 oleh Presiden Ali Abdullah Saleh.
Pertikaian di Aden merupakan kemunduran serius bagi koalisi, yang selama empat tahun terakhir berupaya mematahkan cengkeraman Houthi atas Sana’a dan wilayah-wilayah utama di pusat kota.
Namun, para analis masih berupaya optimistis Abu Dhabi dan Riyadh, yang berkoalisi melawan Iran, akan bekerja sama untuk mengendalikan situasi. ”UEA dan Arab Saudi telah berkoalisi dengan mitra yang berbeda di Yaman.... Namun, pada titik konflik ini, keduanya telah bekerja mempertahankan perbedaan antarkepentingan yang saling bertarung di selatan Yaman,” kata Elizabeth Dickinson, analis senior di International Crisis Group.
Bentrokan di Aden bermula pada Rabu (7/8) lalu setelah kelompok separatis menuduh partai Islam mitra Hadi terlibat dalam serangan rudal terhadap parade militer pasukan separatis selatan di Aden.
UEA yang juga anggota koalisi dan telah mempersenjatai serta melatih ribuan personel separatis selatan meminta untuk tenang. Sementara Riyadh akan menggelar pertemuan darurat untuk membahas situasi terakhir. Adapun Hadi meminta UEA untuk berhenti mendukung separatis selatan.
Menghambat
Kekerasan di kota pelabuhan Aden itu menyulitkan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) yang berupaya mengakhiri perang yang telah merenggut korban puluhan ribu orang dan menyebabkan jutaan warga Yaman terancam kelaparan.
Menurut PBB, pertikaian memperebutkan kota pelabuhan Aden kembali meletus sejak 8 Agustus 2019 dan telah menewaskan 40 orang.
”Menyedihkan selama Idul Adha justru banyak keluarga berduka karena kematian anggota keluarga yang dicintainya, bukannya merayakan kedamaian bersama,” kata Koordinator Kemanusiaan PBB di Yaman Lise Grande.
”Keprihatinan utama kami saat ini adalah mengirimkan tim medis untuk menyematkan yang terluka. Kami juga sangat khawatir adanya laporan warga sipil yang terjebak di rumah. Mereka kehabisan makanan dan minuman,” kata Grande.
Wakil Menteri Luar Negeri Houthi mengatakan, pertarungan di Aden membuktikan, pemerintahan Hadi tidak layak memerintah dan menyerukan dialog dengan kekuatan utama lain di Yaman untuk membentuk federasi di bawah ”kerangka kerja nasional terpadu”.