Terbukti korupsi, Achmad Nur Chasan, mantan Dirut PT Jamkrida, Jatim dijatuhi hukuman pidana selama tujuh tahun, denda sebesar Rp 500 juta subsider tiga bulan penjara, dan uang pengganti Rp 6,5 miliar.
Oleh
RUNIK SRI ASTUTI
·4 menit baca
SIDOARJO,KOMPAS-Achmad Nur Chasan, mantan Direktur Utama PT Penjaminan Kredit Daerah Jawa Timur, dijatuhi hukuman pidana selama tujuh tahun penjara. Terdakwa juga dihukum membayar denda sebesar Rp 500 juta, subsider tiga bulan penjara, dan uang pengganti kerugian negara sebesar Rp 6,5 miliar.
“Mengadili, menyatakan terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama dan berlanjut sebagaimana dakwaan primer,” ujar Rochmad, Ketua Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Surabaya, Senin (12/8/2019). Terdakwa terbukti melanggar Pasal 2 Undang Undang 31 tahun 2009 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi,
Hukuman itu lebih ringan dari tuntutan jaksa 8 tahun penjara dan denda Rp 500 juta, subsider tiga bulan kurungan. Selain itu mengembalikan kerugian negara Rp 6,5 miliar.
Menyatakan terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama dan berlanjut sebagaimana dakwaan primer. (Rochmad)
Di hari yang sama, pada sidang berbeda, majelis hakim menjatuhkan hukuman pidana selama empat tahun kepada terdakwa Bugi Sukswantoro, mantan Direktur Keuangan PT Penjaminan Kredit Daerah (Jamkrida) Jatim. Selain hukuman badan, hakim juga menjatuhkan pidana denda sebesar Rp 200 juta, subsider dua bulan penjara.
Hukuman itu juga lebih ringan dari tuntutan jaksa yakni pidana penjara selama enam tahun dan denda Rp 500 juta, subsider tiga bulan kurungan.
PT Jamkrida merupakan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) Pemprov Jatim. Sebanyak 99 persen modal perusahaan berasal dari penyertaan modal Pemprov Jatim. Modal yang disertakan itu bersumber dari APBD Jatim.
Menurut majelis hakim, berdasarkan fakta persidangan, terdakwa Achmad Nur Chasan terbukti berbuat melawan hukum untuk memperkaya diri sendiri. Saat menjabat sebagai Dirut dia meminta uang untuk kepentingan pribadi kepada Bugi. Namun di brankas perusahaan yang sistem akutansinya masih manual itu, tidak ada uang.
Singkat cerita Nur Chasan meminta Bugi mencairkan klaim dari Bank Perkreditan Rakyat (BPR) yang kreditnya dijamin oleh PT Jamkrida. Selama rentang 2015-2018, Nur Chasan melakukan 46 kali pencairan klaim yang tidak sesuai peruntukannya. Total nilainya Rp 6,035 miliar.
Selain mencairkan klaim, Nur Chasan juga menempatkan dana perusahaan sebesar Rp 300 juta di deposito Bank Perkreditan Rakyat Syariah (BPRS) Jabal Nur dengan kedok investasi. Penempatan dana itu tanpa sepengetahuan direksi lainnya.
Modus penyelewengan lainnya, terdakwa menebus sertifikat rumah milik Doni, Direktur Utama Bank Perkreditan Rakyat Syariah (BPRS) Jabal Nur, yang dijaminkan di Koperasi Syariah Baitul Mal Wattawil Bangil, Pasuruan. Uang sebesar Rp 212 juta yang digunakan untuk menebus sertifikat rumah itu berasal dari PT Jamkrida. Namun setelah ditebus, rumah Doni tidak didaftarkan sebagai aset Jamkrida.
Dalam pertimbangannya majelis hakim mengatakan hal yang memberatkan, terdakwa tidak mendukung program pemberantasan korupsi. Selain itu Nur Chasan telah menikmati uang hasil korupsi dan tidak memiliki itikad baik untuk mengembalikan sebagian kerugian negara.
Hal yang memberatkan, terdakwa tidak mendukung program pemberantasan korupsi.
Selama masa sidang, terdakwa diberi kesempatan oleh jaksa untuk mengembalikan uang. Bahkan sidang dengan agenda penuntutan mengalami penundaan sebanyak tiga kali demi menunggu itikad baik terdakwa mengembalikan sebagian uang negara yang dikorupsi.
Pikir-pikir
Menanggapi putusan majelis hakim, terdakwa Nur Chasan dan Bugi Sukswantoro menyatakan pikir-pikir.
Kuasa hukum Bugi, Bagus Sudarmono, seusai sidang mengatakan vonis tersebut memberatkan kliennya karena tidak menikmati hasil korupsi. Bugi hanya mematuhi perintah Nur Chasan sebagai atasan atau pimpinan perusahaan.
Jaksa Penuntut Umum Kejaksaan Tinggi Jatim Gunawan juga menyatakan pikir-pikir. Selain hukuman yang dijatuhkan lebih ringan, majelis hakim juga berbeda pendapat dengan jaksa soal pembuktian di persidangan.
Selain hukuman yang dijatuhkan lebih ringan, majelis hakim juga berbeda pendapat dengan jaksa soal pembuktian di persidangan.
Majelis hakim menilai, terdakwa Nur Chasan dan Bugi terbukti melakukan perbuatan sebagaimana dakwaan primer yakni Pasal 2 Undang-Undang 31 tahun 2009 tentang Pemberantasan Tipikor. Sedangkan jaksa berpendapat terdakwa terbukti melakukan perbuatan sebagaimana dakwaan subsider yakni Pasal 3 Undang-Undang 31 tahun 2009 tentang Pemberantasan Tipikor.
Hakim menilai terdakwa melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau korporasi. Sedangkan jaksa menilai terdakwa menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan.
Perbedaan pandangan inilah yang menurut Gunawan akan didiskusikan untuk menentukan upaya hukum berikutnya apakah menerima putusan, atau mengajukan banding.