Ketua Umum Partai Demokrasi Indonesia Megawati Soekarnoputri tidak banyak mengubah kepengurusan partainya di tingkat pusat. Dari 27 nama pengurus Dewan Pimpinan Pusat PDI-P periode 2019-2024, hanya ada tujuh orang yang sebelumnya tidak masuk dalam kepengurusan 2015-2019.
Oleh
REK/NIA/COK
·3 menit baca
Mayoritas pengurus DPP PDI-P yang mengantarkan partai itu memenangkan Pemilu 2019 kembali jadi pengurus untuk lima tahun mendatang. Tantangan partai jadi pertimbangan.
DENPASAR, KOMPAS — Ketua Umum Partai Demokrasi Indonesia Megawati Soekarnoputri tidak banyak mengubah kepengurusan partainya di tingkat pusat. Dari 27 nama pengurus Dewan Pimpinan Pusat PDI-P periode 2019-2024, hanya ada tujuh orang yang sebelumnya tidak masuk dalam kepengurusan 2015-2019.
Pertimbangan untuk dapat segera bekerja menghadapi tantangan organisasi menjadi alasan utama sedikitnya perubahan di struktur di DPP PDI-P. Namun, pada saat yang sama, kondisi ini mengindikasikan adanya ketergantungan pada sosok-sosok tertentu dalam merawat dan memperkuat partai.
”Dari pengalaman saya berorganisasi, baik di GMNI, anggota DPR, wapres, dan presiden, seseorang itu dalam pembentukan personel memerlukan waktu adaptasi lama.
Kalau mereka selama enam bulan sudah bisa beradaptasi, orang itu jempolan. Sebab, mereka harus bersinergi untuk mengetahui apa saja bidang yang mereka jalani,” kata Megawati, Sabtu (10/8/2019) di Bali.
Jumlah pengurus DPP yang seperti periode sebelumnya, yaitu 27 orang, menurut Megawati, disesuaikan dengan kebutuhan dan prinsip organisasi yang efektif dan efisien. Penetapan nama-nama itu pun dengan memerhatikan rekam jejak dan kapasitas tiap orang.
Catatan Kompas, dari tujuh nama baru yang masuk dalam jajaran DPP, sebagian besar juga tokoh senior. Mereka antara lain Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini, serta Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly.
Hasto Kristiyanto yang untuk kedua kalinya ditunjuk menjadi sekretaris jenderal PDI-P mengatakan, tantangan partai ke depan semakin berat. Tantangan ideologi dan harapan rakyat yang besar harus dijawab dengan kerja partai yang makin baik.
”Tanggung jawab anak ranting, pimpinan anak cabang (PAC), dan sekjen, itu sama. Tidak pernah ada pembedaaan pangkat struktural sehingga semua harus sama-sama menjalankan garis kebijakan partai,” katanya.
Problem umum
Direktur eksekutif Pusat Kajian Politik (Puskapol) Universitas Indonesia Aditya Perdana menilai, masih dominannya tokoh senior dan wajah lama dalam kepengurusan DPP PDI-P sedikit banyak menunjukkan jika partai pemenang pemilu itu masih tergantung pada tokoh-tokoh senior. Tokoh senior partai diperlukan untuk memastikan jalannya organisasi partai tidak lambat dan tetap ke arah yang jelas.
”Harus dipahami bahwa partai-partai seperti PDI-P, Gerindra, dan Demokrat, punya tipikal sama, yakni sama-sama memiliki tokoh politik yang kuat. Tokoh itu sangat dominan, sementara lapisan di bawahnya belum cukup kuat untuk menopang dan mengarahkan partai,” katanya.
Dalam jangka panjang, kondisi ini perlu diatasi dengan mulai memberikan peran kepada generasi yang lebih muda sehingga bisa lebih berkontribusi pada jalannya partai. Kaderisasi melalui pilkada, menurut Aditya, jadi salah satu jalan yang dapat ditempuh partai dalam membangun kader-kader baru yang kuat.
Kaderisasi sistematis
Menanggapi isu regenerasi, Megawati menegaskan, partainya secara sistematis melakukan kaderisasi. Semua kader memulai jalan politiknya dari bawah, dan secara bertahap naik ke atas.
Dalam merekrut kader, menurut Megawati, ada uji kelayakan dan kepatutan, serta wawancara untuk mempertajam pengetahuan mereka terkait dengan ideologi. Psikotes juga dilakukan untuk melihat kondisi psikologis mereka. Partai juga membuka sekolah kader untuk membekali mereka.
”Mereka yang akan direkrut, dan sudah terekrut itu akan dimasukkan ke sekolah partai. Itulah cara PDI-P merekrut kader untuk nanti memperbanyak mereka yang bisa dijadikan pemimpin, maupun calon pemimpin dari PDI-P,” katanya.