Akomodasi Perkembangan Tekfin, OJK Berpeluang Rilis Aturan Baru
Kecepatan perkembangan dan inovasi layanan penyelenggara teknologi finansial memaksa regulator lebih produktif merumuskan aturan baru. Jumlah pembagian kluster tekfin yang dibuat otoritas berpotensi terus bertambah seiring pesatnya perkembangan inovasi keuangan digital.
Oleh
Dimas Waraditya Nugraha
·2 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kecepatan perkembangan dan inovasi layanan penyelenggara teknologi finansial memaksa regulator lebih produktif merumuskan aturan baru. Jumlah pembagian kluster tekfin yang dibuat otoritas berpotensi terus bertambah seiring pesatnya perkembangan inovasi keuangan digital.
Saat ini, kajian Otoritas Jasa Keuangan (OJK) baru membagi tekfin Inovasi Keuangan Digital (IKD) ke dalam 15 kluster atau gugusan. Ke-15 kluster ini terdiri dari agregator, penilai kredit, perancang keuangan, online distress solution, agen keuangan, claim service handling, project financing, online gold depository, social network and robo advisor, blockchain, digital dana investasi real estate, verification non-CDD, tax and accounting, dan electronic know your customer (e-KYC).
Wakil Ketua Dewan Komisioner OJK Nurhaida, saat dihubungi dari Jakarta, Selasa (13/8/2019), mengatakan, OJK telah menempatkan 48 entitas IKD ke dalam 15 kluster tersebut. Jumlah gugusan ini akan berkembang seiring dengan banyaknya perusahaan yang mencatatkan diri sebagai penyelenggara IKD ke OJK.
Banyaknya gususan akan bertambah seriring panjangnya antrean IKD yang telah masuk ke meja OJK. Saat ini terdapat 93 inovasi dari perusahaan rintisan (startup) yang telah mengajukan permohonan pencatatan kepada OJK.
”Pada awal tahun kami menempatkan startup di regulatory sandbox dan membagi mereka ke dalam 12 kluster. Ternyata inovasi yang mereka lakukan luar biasa sehingga kami menambah 2 kluster baru untuk mengakomodasinya,” ujar Nurhaida.
Sebanyak 15 kluster tersebut tidak mencakup tekfin jenis pinjaman (lending) dan equity crowdfunding karena keduanya sudah memiliki payung hukum. Sebanyak 48 perusahaan rintisan telah berada dalam regulatory sandbox yang dikelola OJK, untuk merumuskan aturan yang tepat untuk operasional mereka.
Nurhaida menegaskan, regulator tidak akan menyusun peraturan yang terlalu ketat dalam penyelenggaraan IKD. Hal ini dilakukan agar industri ini tetap bertumbuh dengan baik meski tetap mengedapankan perlindungan konsumen.
Meningkatkan kepatuhan
Dalam keterangan resminya, OJK menyatakan telah menunjuk Asosiasi Fintech Indonesia (Aftech) sebagai Asosiasi Penyelenggara IKD. Hal ini sesuai dengan amanat Peraturan OJK No 13/POJK.02/2018 tentang Inovasi Keuangan Digital di Sektor Jasa Keuangan.
Penunjukkan asosiasi dinilai akan mempermudah mekanisme koordinasi dan pengawasan IKD, serta meningkatkan kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan yang ada. Di samping itu, diharapkan kehadiran asosiasi dapat membangun sinergi antarpenyelenggara IKD.
Deputi Komisioner OJK Institute dan Keuangan Digital Sukarela Batunanggar menambahkan, ada beberapa pertimbangan dalam membuat aturan terkait IKD. Salah satunya, dampak terhadap perekonomian dan konsumen.
”Kalau terkait pengelolaan keuangan berpotensi diatur, misalnya, project financing karena melibatkan dana investor,” ujarnya.
Selain 48 penyelanggara IKD, saat ini terdapat 121 entitas lainnya yang sedang mengajukan pendaftaran ke OJK. Otoritas pun membuka pencatatan tahap keempat hingga akhir September nanti.