Disaksikan Wiranto, Keturunan Aktivis DI/TII Berikrar Setia pada NKRI
Sebanyak 14 orang keturunan aktivis organisasi kontra-Pancasila menyatakan kesetiaannya terhadap Negara Kesatuan Republik Indonesia. Harapannya, kesadaran ini juga diikuti oleh warga bangsa yang masih bersikap mendua terhadap Pancasila sebagai dasar negara.
Oleh
INSAN ALFAJRI
·2 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Sebanyak 14 orang keturunan aktivis organisasi kontra-Pancasila menyatakan kesetiaannya terhadap Negara Kesatuan Republik Indonesia. Harapannya, kesadaran ini juga diikuti oleh warga bangsa yang masih bersikap mendua terhadap Pancasila sebagai dasar negara.
Prosesi tersebut disaksikan langsung oleh Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan Wiranto di Kementerian Koordinator Politik Hukum dan Keamanan, Jakarta, Selasa (13/8/2019). Mereka merupakan keturunan kombatan Darul Islam/Tentara Islam Indonesia (DI/TII), yang dulu ikut melawan pemerintah untuk membentuk Negara Islam Indonesia (NII).
Salah satu yang membacakan ikrar kesetiaan itu adalah Sarjono Kartosuwiryo. Dia merupakan anak Sekarmadji Maridjan Kartosoewirjo, pendiri NII tahun 1949.
Wiranto menyatakan, padamnya gerakan NII tahun 1962 belum diikuti dengan berhentinya propaganda terhadap ideologi kontra-Pancasila.
”Organisasi sudah tidak berfungsi, tapi ideologinya terus berjalan. Ini sebagai embrio dari gerakan radikalisme dan terorisme di Indonesia,” katanya.
Ideologi yang membolehkankan gerakan bersenjata untuk mewujudkan negara Islam masih berdenyut di sejumlah kelompok teroris, antara lain, Komando Jihad dan Jamaah Islamiyah. ”Mereka semua penganut turunan ideologi yang kontra terhadap Pancasila,” katanya.
Oleh sebab itu, lanjut Wiranto, ikrar kesetiaan terhadap NKRI oleh keluarga kombatan ini diharapkan menyebar luas ke tempat lain. Mereka diharapkan juga ikut menyadarkan warga negara Indonesia yang masih belum menerima Pancasila dan ingin mengubah ideologi Indonesia.
Sarjono menambahkan, dia tidak merasa mengkhianati perjuangan ayahnya. Menurut Sarjono, kembali ke pangkuan Ibu Pertiwi adalah jalan yang kini harus ditempuh.
Sosialisasi
Walakin, ia tidak mengetahui langkahnya ini direstui oleh seluruh keluarga. Yang pasti, dia akan terus bersilaturahmi dan terus menyosialisasikan ikhtiar persatuan ini.
Ali Abdul Adhim (42), cucu salah seorang kombatan DI/TII, mengakui, belum semua keluarga mendukung sikapnya memilih rujuk dengan Indonesia. Sebagian anggota keluarga masih setia dengan perjuangan yang diusung kakeknya.
Kendati demikian, lanjutnya, Ali terus berdialog dengan anggota keluarganya itu. Dia meyakinkan anggota keluarga bahwa sudah saatnya memilih jalan persatuan.
”Memang butuh waktu,” kata guru salah satu sekolah Islam di Garut, Jawa Barat, ini.
Dipimpin Sarjono, belasan keluarga kombatan ini menyatakan akan memegang teguh Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945. Setia kepada NKRI dengan semboyan Bhinneka Tunggal Ika.
Mereka juga berjanji akan menjaga persatuan di tengah masyarakat Indonesia yang majemuk, serta akan menolak organisasi apa pun yang bertentangan dengan Pancasila. Ikrar itu ditandatangani oleh Sarjono, Aceng Mi\'raj Mujahidin, Yudi Muhammad Auliya, dan Dadang Fathurrahman. Kemudian, secara bergiliran, mereka mencium bendera merah putih.