Tim nasional bola voli putra ditargetkan meraih medali emas SEA Games 2019. Pelatih kawakan Li Qiujiang pun kembali didatangkan untuk mencapai target tersebut.
Oleh
ADRIAN FAJRIANSYAH
·4 menit baca
Pengurus Pusat Persatuan Voli Seluruh Indonesia memasang target tinggi kepada tim bola voli putra-putri pada SEA Games 2019 Filipina. Tim putra diminta merebut emas, atau setingkat lebih tinggi daripada perolehan perak pada SEA Games 2017 Malaysia, sedangkan tim putri ditargetkan mempertahankan medali perak.
”Mari kita buat sejarah bersama. Jangan terus-terusan kalah dari Thailand. Buktikan kalian mampu, tidak ada yang tidak mungkin,” ujar Ketua Umum PP PBVSI Imam Sudjarwo di Padepokan Bola Voli, Sentul, Bogor, Selasa (13/8/2019).
Thailand selalu menjadi batu sandungan tim bola voli Indonesia di Asia Tenggara. Pada final bola voli SEA Games 2017, tim putra kalah 1-3 dari Thailand dan tim putri kalah dari lawan yang sama, 0-3.
Timnas bola voli putra terakhir kali mendapatkan emas SEA Games dengan mengandaskan Thailand, 3-2, di Laos 2009. Dalam empat SEA Games berikutnya, mereka tiga kali meraih perak (2011, 2013, dan 2017) dan satu perunggu (2015). Adapun perak SEA Games 2017 adalah pencapaian terbaik tim putri dalam 26 tahun.
Untuk mencapai target itu, PBVSI akan beruji coba ke sejumlah ajang internasional. Kompetisi pertama tim putra sejak pelatnas dimulai 7 Juli adalah Kejuaraan Asia di Teheran, Iran, 13-21 September. Mereka lalu mengikuti turnamen Piala Perdamaian di Korea Selatan pada pada Oktober/November.
Adapun tim putri disiapkan untuk Kejuaraan Asia di Seoul, Korea Selatan, 18-25 Agustus. Setelah itu, GP Asia Tenggara yang diikuti Indonesia, Thailand, Vietnam, dan Filipina pada September/Oktober.
”Kami harap rangkaian uji coba ini dijalani sungguh-sungguh. Jadikan ini sebagai bahan untuk mengetahui batas diri supaya bisa dilakukan evaluasi untuk bersiap lebih baik menuju SEA Games,” kata Imam.
Menurut Kepala Seksi Voli Indoor PBVSI Loudry Maspaitella, para pemain putra dan putri adalah pemain terbaik hasil pemantauan pada Proliga 2019. Semula terpilih 28 putra dan 22 putri. Karena masa pelatnas sangat singkat, hanya sekitar empat bulan, jumlah pemain langsung diciutkan menjadi 18 putra dan 18 putri.
Proses pemilihan pemain dibicarakan dan ditentukan langsung tim pelatih. ”Kami memberikan wewenang penuh kepada pelatih agar mereka bisa mendapatkan komposisi pemain sesuai dengan strategi/taktik yang mereka ingin terapkan,” tutur legenda voli nasional itu.
Tuah pelatih
Target maksimal bagi tim putra ditetapkan dengan mengundang pelatih kawakan asal China, Li Qiujiang. Pelatih yang oleh komunitas bola voli Indonesia akrab disapa Mr Li itu diharapkan kembali memberikan tuahnya untuk timnas putra.
Li sudah lama malang-melintang di dunia bola voli Indonesia. Mantan pemain timnas China (1971-1983) dan pelatih timnas putri China (1993-1996) itu beberapa kali melatih timnas putra Indonesia pada kurun 1997-2011 serta timnas putri yang meraih perunggu SEA Games 2007.
Li juga melatih sejumlah tim Proliga seperti BNI Taplus, Popsivo Polwan, dan Samator. Puncak prestasinya adalah membawa tim putra meraih emas SEA Games 1997, 2003, dan 2009.
Li dikenal dengan ketegasannya saat melatih, yang mensyaratkan totalitas pemain saat berlatih dan bertanding. Deretan prestasi membuat dirinya dihormati pemain. Dia juga pandai membaca kelebihan tim dan kelemahan lawan.
”Semula PBVSI ingin mengontrak pelatih asal Korea Selatan. Namun, dengan waktu pelatnas yang singkat, dikhawatirkan sulit beradaptasi. Akhirnya, pengurus memanggil Mr Li yang dinilai sarat pengalaman. Kami berharap Mister Li bisa membawa tim putra kembali meraih emas SEA Games tahun ini,” ujar asisten pelatih tim putra Pascal Wilmar.
Li pun bertekad membawa timnas putra kembali meraih emas SEA Games. ”Kita selalu nyaris mendapatkan emas. Di final selalu kalah tipis dari Thailand. Saya penasaran dan ingin coba sekali lagi untuk mengalahkan Thailand,” kata Li.
Setelah delapan tahun tidak menangani tim Indonesia, Li menilai pemain saat ini lebih mengutamakan klub dan bermain antarkampung ketimbang nasionalisme tinggi untuk menomorsatukan timnas. ”Kualitas pemain Indonesia sekarang dan dahulu tidak jauh beda. Semuanya punya teknik bermain yang baik. Bedanya, dahulu pemain selalu bermain dari hati. Kalau sekarang, lebih banyak tertarik bermain tarkam,” tuturnya.
Sebelumnya, Loudry mengakui pelatnas belum bisa berjalan dengan kekuatan penuh meski dimulai sejak 7 Juli karena sejumlah pemain keluar-masuk pelatnas untuk membela daerah masing-masing pada Pra-PON 2020. Pada Oktober, pelatnas juga terancam terganggu karena ada Livoli.
Waspadai tuan rumah
Tim putra putri Thailand dan tim putri Vietnam kerap menjadi sandungan bagi timnas bola voli Indonesia. Tahun ini, tantangan bertambah karena Indonesia juga patut mewaspadai tim tuan rumah Filipina.
Menurut Pascal, tim putra-putri Filipina masih di bawah Indonesia. Namun, pada SEA Games ini, Filipina berencana memainkan pemain naturalisasi. Hal itu bisa menjadi ancaman yang tidak pernah diketahui oleh Indonesia maupun tim lain.
”Kita tidak boleh hanya fokus kepada Thailand dan Vietnam. Kita juga harus waspada terhadap kekuatan tuan rumah,” katanya.
Setter timnas putri Tri Retno Mutiara menyatakan, dirinya dan rekan-rekannya tidak mau menganggap remeh Filipina. Apalagi, Filipina akan bermain di hadapan pendukung mereka. ”Bermain di kandang sendiri pasti akan memberikan kekuatan lebih. Jadi, kami pasti harus serius ketika menghadapi Filipina,” ujarnya.