BSN Tetapkan Standar Nasional Desa Tangguh Bencana
Ada 5.744 desa atau kelurahan yang berada di daerah rawan tsunami dengan tingkat risiko sedang hingga tinggi. Untuk itu, penanganan kebencanaan harus dilakukan semua pihak.
Oleh
Deonisia Arlinta
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Badan Standardisasi Nasional atau BSN telah menetapkan sejumlah standar nasional Indonesia terkait kebencanaan. Standar menjadi acuan survei ketahanan desa dalam upaya mendukung keberhasilan program desa tangguh bencana.
”BSN telah menetapkan 17 SNI (standar nasional Indonesia) terkait kebencanaan. Semua sudah kami sosialisasikan kepada segenap aparat desa atau kelurahan di sejumlah daerah, seperti Jawa Timur, Jawa Tengah, Daerah Istimewa Yogyakarta, Jawa Barat, dan Banten. Sosialisasi ini kami lakukan melalui program Ekspedisi Destana Tsunami 2019 yang berjalan saat ini,” tutur Deputi Bidang Penerapan Standar dan Penilaian Kesesuaian BSN Zakiyah dalam siaran pers yang diterima di Jakarta, Rabu (14/8/2019).
Ekspedisi Desa Tangguh Bencana (Destana) Tsunami 2019 adalah program Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) yang dilakukan bersama berbagai pihak, mulai dari unsur pemerintah, masyarakat, lembaga usaha, akademisi, hingga media massa. Ekspedisi yang dilakukan sejak 12 Juli hingga 17 Agustus 2019 ini dimulai dari Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur, hingga pemberhentian terakhir di Kabupaten Pandeglang, Banten.
Sebagian besar wilayah Indonesia rawan mengalami bencana. Selain gempa bumi, Indonesia juga rawan terhadap banjir, erupsi gunung berapi, dan tsunami. Berdasarkan hasil kajian risiko bencana di Indonesia, terdapat 5.744 desa ataupun kelurahan yang berada di daerah rawan tsunami dengan tingkat risiko sedang hingga tinggi. Untuk itu, penanganan kebencanaan harus dilakukan semua pihak.
Sebagian besar wilayah Indonesia rawan mengalami bencana. Selain gempa bumi, Indonesia juga rawan terhadap banjir, erupsi gunung berapi, dan tsunami.
Zakiyah menuturkan, selain menyosialisasikan SNI, relawan BSN yang tergabung dalam tim ekspedisi juga turut mendampingi aparatur desa setempat dalam pengisian kuesioner penilaian ketahanan desa (PKD).
”PKD merupakan perangkat alat hitung ketangguhan desa melalui indikator-indikator dan komponen yang telah disusun berdasarkan SNI 8357:2017, tentang Desa dan Kelurahan Tangguh Bencana,” katanya.
PKD terdiri dari 5 komponen dan 28 indikator. Kelima komponen tersebut mencakup kualitas dan akses pelayanan dasar, dasar sistem penanggulangan bencana, pengelolaan risiko bencana, kesiapsiagaan darurat, serta kesiapsiagaan pemulihan.
Hasil evaluasi PKD nantinya dapat mencerminkan tingkat ketangguhan masyarakat desa dan dapat dijadikan identifikasi awal penerapan SNI 8357:2017 di desa-desa rawan bencana tsunami. Sosialisasi SNI terkait kebencanaan pun akan terus dilakukan, baik terjun langsung ke lapangan maupun melalui pemberitaan di media massa.
”PKD ini merupakan evaluasi awal. Selanjutnya, BSN bersama dinas terkait dapat melakukan survei langsung ke lapangan untuk verifikasi data dan melakukan pendampingan terhadap desa-desa tersebut agar dapat menjadi desa tangguh bencana,” ucap Zakiyah.
Strategi mitigasi
Acara puncak Ekspedisi Destana Tsunami 2019 berlangsung di Kabupaten Pandeglang, Banten. Kepala BNPB Doni Monardo memimpin upacara penutupan ekspedisi tersebut.
Doni mengatakan, bencana alam merupakan kejadian yang bisa berulang pada periode yang akan datang. Untuk itu, masyarakat terutama yang berada di daerah rawan bencana harus bisa mengenali ancaman tersebut dan menyiapkan strategi penanggulangan bencana serta tangguh dalam menyelamatkan diri dari bencana.
Dalam kesiapan menghadapi bencana tsunami, misalnya, masyarakat sebaiknya sudah menyiapkan langkah pencegahan. Salah satunya, membuat benteng alam dengan menanam pohon di bibir pantai.
”Suka atau tidak suka, kita tinggal di daerah bencana. Indonesia memiliki 190.000 kilometer pesisir pantai yang berarti berisiko mengalami tsunami. Masyarakat harus mulai sadar, memahami, dan memiliki daya yang lebih kuat agar tangguh menghadapi bencana,” tutur Doni.