Masyarakat menyambut baik pembangunan yang dilakukan pemerintah pusat secara masif di Danau Toba.
Oleh
Nikson Sinaga
·5 menit baca
Bendera Merah Putih di ujung tiang bambu berkibar menyambut Hari Kemerdekaan RI di perairan Danau Toba, tepatnya di Pantai Pasir Putih Parbaba, Kabupaten Samosir, Sumatera Utara, Jumat (2/8/2019). Geliat pariwisata tampak dari kapal-kapal wisata yang pelesiran di sana. Masyarakat bangkit menyongsong kemerdekaan ekonomi.
Mangoloi Sihaloho (42) tampak sibuk melayani wisatawan yang menyewa kapal cepat dan perahu pisang. Sesekali ia juga mengatur karyawannya dalam melayani wisatawan yang ingin berfoto, membeli suvenir, makan di warung, dan menyewa penginapannya. ”Saya dulu buruh pabrik konfeksi di Jakarta. Lebih dari 20 tahun bekerja, saya tidak punya apa-apa. Kini, keluarga saya bisa hidup lebih baik dari pariwisata,” kata Mangoloi.
Pantai Pasir Putih Parbaba di Kecamatan Pangururan merupakan salah satu destinasi pariwisata yang berkembang di kawasan Danau Toba, beberapa tahun terakhir. Destinasi pariwisata lain juga bermunculan seiring dengan pembangunan yang dilakukan di kawasan Danau Toba.
Sejumlah pembangunan dilakukan, seperti pengembangan Bandara Silangit di Kabupaten Tapanuli Utara. Bandara itu kini melayani penerbangan langsung Jakarta-Silangit dan Kuala Lumpur-Silangit.
Sebanyak 12 pelabuhan dibangun di kawasan Danau Toba. Kapal Motor Penyeberangan Ihan Batak dengan standar keselamatan dan kenyamanan berkelas untuk pariwisata pun beroperasi sejak 2018. Empat kapal lain sedang disiapkan. Selain itu, Jalan Lingkar Samosir sepanjang 146 kilometer juga diperlebar setelah ditingkatkan menjadi jalan nasional.
Masyarakat menyambut baik pembangunan yang dilakukan pemerintah pusat secara masif di Danau Toba. Banyak masyarakat, termasuk anak muda, yang meninggalkan pekerjaannya di kota dan membuka usaha atau bekerja di bidang pariwisata. ”Kami hanya membawa pakaian dari Jakarta, tanpa modal apa pun,” kata Mangoloi mengisahkan saat awal meninggalkan Jakarta dengan membawa istri dan tiga anaknya.
Mangoloi merintis usaha di Samosir dengan menjual kelapa muda di bawah pohon di tepi pantai bermodalkan beberapa kursi. Ketika itu, pengunjung belum ramai. Banyak wisatawan protes karena setiap sore kerbau-kerbau dimandikan di pantai.
Pada 2013, pengunjung Pantai Pasir Putih Parbaba meningkat pesat hingga 1.000 orang per hari, dari sebelumnya kurang dari 100 orang. Banyak petani beralih menjadi pedagang di pantai. Mereka pun sepakat tidak lagi memandikan kerbau di pantai dan rutin membersihkan tepi danau sehingga pasirnya bersih.
Pantai Pasir Putih Parbaba terus berkembang seiring dibukanya penerbangan langsung Jakarta-Silangit pada 2016. ”Kami mulai menyediakan wahana permainan. Awalnya hanya sepeda air, lalu berkembang menjadi kapal cepat dan perahu pisang,” kata Mangoloi.
Saat liburan Lebaran, Natal, dan Tahun Baru, pengunjung Pantai Pasir Putih Parbaba lebih dari 3.000 orang per hari. Pelaku usaha wisata di sana banyak meraup untung, tak terkecuali Mangoloi yang bisa mengantongi omzet Rp 10 juta per hari. Tempat penginapan pun menjamur, setidaknya kini ada empat hotel dan 10 losmen.
Lapangan pekerjaan di sektor jasa wisata banyak tercipta, salah satunya juru mudi kapal. Karoke Turnip (26), salah satu juru mudi kapal cepat, pada siang itu sibuk membawa wisatawan mengelilingi Danau Toba. Dua bendera Merah Putih berkibar di belakang kapalnya. ”Pariwisata memberi penghidupan bagi kami,” katanya.
Karoke sebelumnya bekerja di pabrik peleburan aluminium di Medan. Dua tahun lalu, ia memutuskan pulang kampung dan bekerja di tempat usaha penyewaan kapal cepat. Pada hari biasa, ia mendapat penghasilan Rp 100.000 per hari. Pada akhir pekan, ia bisa mengantongi Rp 300.000 per hari. Bahkan, pada musim liburan, ia bisa mendapat Rp 3 juta per hari karena banyak wisatawan yang menyewa kapal.
Peningkatan taraf hidup juga dialami para petani. Marulam Sinaga (46), petani kopi di perbukitan Samosir di Desa Parbaba Dolok, pun memanfaatkan ramainya wisatawan. Setelah beberapa kali mengikuti pelatihan mengolah dan menyeduh kopi, ia membuka kafe di kawasan pariwisata Parbaba.
Saat hanya bertani, Marulam menjual 150 kilogram kopi arabika per bulan dalam bentuk gabah kopi kering. Dengan harga jual gabah kopi kering Rp 25.00 per kilogram, total omzetnya mencapai Rp 3,75 juta per bulan. Sekarang, ia juga memproduksi kopi bubuk sebagai oleh-oleh dan menyeduh kopi di kafenya. Omzetnya bisa mencapai Rp 1 juta per hari. ”Pada akhir pekan dan hari libur biasa, omzetnya dua kali lipat,” katanya.
PDRB meningkat
Bupati Samosir Rapidin Simbolon mengatakan, dalam beberapa tahun belakangan semakin banyak masyarakat yang menikmati perputaran roda ekonomi pariwisata. Pengembangan pariwisata didukung perbaikan akses, amenitas, dan atraksi pariwisata. ”Ini semua tidak lepas dari dukungan pembangunan dari pemerintah pusat. Presiden Joko Widodo pun telah turun langsung untuk melihat pembangunan di kawasan Danau Toba,” kata Rapidin.
Kepala Badan Pusat Statistik Samosir Rudy Harlon Harianja mengatakan, peningkatan taraf hidup masyarakat tergambar dari meningkatnya produk domestik regional bruto (PDRB) per kapita. Pada 2014, PDRB per kapita Samosir Rp 22,9 juta. PDRB per kapita di kabupaten berpenduduk 125.816 jiwa itu lalu meningkat menjadi Rp 27,6 juta pada 2016 dan Rp 32,4 juta pada 2018.
Kesenjangan pendapatan di Samosir juga semakin menyempit, tecermin pada penurunan rasio gini dari 0,32 pada 2014 menjadi 0,28 pada 2018. ”Namun, harus diingat, kontributor utama perekonomian di Samosir masih berasal dari pertanian,” kata Rudy.
Sektor pertanian, kehutanan, dan perikanan menyumbang 51,03 persen terhadap PDRB Samosir pada 2018. Kontribusi sektor pariwisata terhadap PDRB Samosir dapat dilihat dari beberapa sektor, seperti penyediaan akomodasi dan makan minum 5,2 persen, transportasi dan pergudangan 2,48 persen, serta perdagangan besar dan eceran 10,88 persen.
Di tengah pembangunan pesat, pariwisata Danau Toba saat ini menghadapi sejumlah tantangan. Kunjungan wisatawan Nusantara menurun karena harga tiket pesawat domestik yang meroket. Selain itu, pariwisata Danau Toba juga menghadapi persoalan kerusakan lingkungan hidup yang cukup serius.
Hal itu di antaranya sedimentasi danau yang cukup masif akibat berkurangnya vegetasi di daerah pegunungan dan hulu sungai.
Di tengah tantangan itu, pariwisata Danau Toba terus bergeliat dan bertumbuh. Kawasan Parbaba yang dulu berupa rawa-rawa tempat berkubang kerbau kini berubah menjadi pantai pasir putih yang indah. Kapal-kapal wisata berseliweran di danau. Wisatawan Nusantara dan turis asing berjemur di tepi danau.
Di bawah sang Merah Putih di ujung tiang bambu, masyarakat menikmati peningkatan taraf hidup dari pariwisata.