Tahun ini genap 34 tahun warga Dusun Cisoka, Desa Citengah, Kabupaten Sumedang, Jawa Barat, tanpa listrik negara. Gelap jadi kawan meski tetap berharap terang itu lekas datang.
Selepas maghrib, Jumat (9/8/2019), suasana Dusun Cisoka lebih larut dari putaran jarum jam. Gelap dan dingin bak tengah malam meski baru pukul 19.00. Sepi. Suara jangkrik terdengar di antara redup bulan sepotong.
Beruntung, keguyuban warga di sana tak mati. Di rumah Adim (54), warga setempat, sejumlah warga berbincang penuh kehangatan. Bahasannya tak karuan, mulai dari peristiwa gempa di Banten hingga erupsi Gunung Tangkuban Parahu. Ujung dari semua pembicaraan itu serupa, yakni semua informasi tersebut mereka dapatkan terlambat dari waktu kejadian.
”Saya tahu ada gempa besok paginya waktu antar anak ke sekolah. Di sana, warga dusun lain ramai bicara gempa,” kata Alit (35), salah seorang warga yang turut berbincang di rumah Adim.
Ungkapan Alit itu pun mengundang tawa rekan-rekannya. Walakin, derai tawa itu tak lama. Lampu LED, satu-satunya sumber penerangan, di rumah Adim malam itu meredup, nyaris mati, hingga membuat mereka cemas.
”Ini mungkin ada yang chargehandphone atau arus air memutar kincir lemah,” kata Adim tersenyum kecut.
Terselip di antara kebun teh Gunung Buligir, Dusun Cisoka baru ditempati tahun 1985. Penghuninya mantan buruh teh di Kabupaten Garut, Kabupaten Bandung, dan Kabupaten Cianjur. Kini, 74 orang tercatat menjadi warga di kampung itu yang tersebar di 19 rumah yang sebagian besar berdinding kayu dan bilik.
Tanpa kebun teh, Cisoka bukan tempat ideal ditempati. Kontur perbukitannya naik turun. Aspal jalan menuju ke sana terkelupas. Kondisinya semakin mengkhawatirkan saat hujan. Meski hanya berjarak 195 kilometer dari Jakarta, Cisoka tak mudah ditempuh.
Kondisi itu juga yang membuat listrik dari PLN menjadi hal langka. Listrik negara belum pernah hadir di sana. Tiang listrik terakhir berjarak sekitar 3 kilometer dari kediaman warga. Akibatnya, tak banyak perangkat elektronik bisa digunakan warga. Hiruk-pikuk informasi dan pesatnya perkembangan teknologi terasa senyap di sana.
Manfaatkan sungai
Di antara keterbatasan, beruntung ide kreatif tak ikut mati. Adim, pindahan asal Cisewu, Kabupaten Garut, menjadi pionir dengan membuat kincir air untuk pembangkit listrik pada 2003. Adim memasang instalasi listrik sederhana untuk rumahnya. Pasokan air didapat dari Sungai Cipaku yang mengalir membelah kampung.
”Kincir air dari batang kayu keras berdiameter 40 sentimeter. Dinamonya dari sepeda motor. Kabel menuju rumah memakai kabel telepon bekas,” katanya.
Keberhasilan Adim memantik warga untuk bergotong royong membuat kincir bersama-sama. Kali ini, selain Sungai Cipaku, warga juga mengandalkan Sungai Sabeulit.
Ada 12 kincir air yang terkoneksi dengan rumah warga. Saat musim hujan dan air berlimpah, warga bisa menyalakan televisi dan tujuh lampu LED hingga 400 watt secara bersamaan selama 24 jam, gratis.
Supaya air tetap mengalir, warga menjaga kawasan hutan. Mereka menanam dan melarang penebangan pohon di sekitar mata air dekat sungai.
Namun, kincir Cisoka juga menyimpan kelemahan. Ida Suparman (60), warga lainnya, mengatakan, bergantung pada alam, pasokan listrik tak pernah stabil. Saat musim hujan, derasnya aliran air sungai rentan merusak dinamo. Endapan lumpur juga mengganggu arus air ke kincir.
”Paling sedih kalau musim kemarau seperti ini. Karena debit air menyusut, dari 12 kincir, tinggal 6 yang masih berputar. Setiap rumah hanya bisa menyalakan satu lampu LED 5 watt,” kata Ida.
Pembangkit tenaga air sebenarnya bukan satu-satunya sumber listrik di Cisoka. Warga pernah menerima bantuan puluhan pembangkit listrik tenaga surya pada 2004. Namun, semua buyar kala aki memasuki masa pakai enam tahun. Jika ingin membeli
baru, warga harus mengeluarkan Rp 800.000 per unit, setara sepertiga penghasilan sebulan sebagai buruh pemetik teh.
Kondisi keterbatasan energi listrik membuat Agus Kusnadi (40), warga lainnya, hanya bisa mengelus dada. Pasalnya, masa depan anak-anak yang dipertaruhkan. Kegelapan dengan mudah menelan mereka hingga bernasib seperti orangtuanya, hanya lulus SD dan berakhir jadi buruh pemetik teh dengan penghasilan minim.
Menjelang HUT Ke-74 RI, belum semua wilayah Jabar teraliri listrik. Senior Manager General Affair PT PLN Distribusi Jabar Andoko Suyono mengatakan, Cisoka menjadi bagian dari 0,01 persen wilayah Jabar yang belum teraliri listrik. Ia memastikan, tahun ini seluruh Jabar teraliri listrik.
Di ruang tamu Adim malam itu, suasana kian redup. Lampu LED semakin kepayahan. Namun, celetukan Alit tentang kejadian listrik padam di wilayah Jakarta, Jabar, dan Banten pada 4 Agustus lalu kembali menghangatkan suasana.
”Kami tidak merasakannya karena di sini listrik pakai kincir air. Malam itu sepertinya untuk pertama kalinya Cisoka lebih terang daripada kota,” kata Alit disambut tawa warga lainnya.
Keterbatasan keadaan memang memicu kreativitas Cisoka dalam menghadirkan terang cahaya. Namun, tugas negara untuk memberikan pelayanan yang sama bagi semua warga, termasuk penyediaan listrik.