Produksi industri otomotif Iran pernah merajai kawasan Timur Tengah. Namun, pukulan sanksi Amerika Serikat menyebabkan produksi otomotif ”Negeri Mullah” anjlok dan turun peringkat di bawah Turki.
Oleh
MUSTHAFA ABD RAHMAN (DARI KAIRO, MESIR)
·4 menit baca
Produksi industri otomotif Iran pernah merajai kawasan Timur Tengah. Namun, pukulan sanksi Amerika Serikat menyebabkan produksi otomotif ”Negeri Mullah” anjlok dan turun peringkat di bawah Turki.
Industri otomotif Iran merupakan industri terbesar ketiga setelah industri migas dan petrokimia di negara itu. Kini industri otomotif Iran merupakan salah satu industri yang terpukul berat akibat sanksi Amerika Serikat dan berandil besar memperlemah perekonomian negara itu secara umum.
Industri otomotif Iran menyumbang 10 persen produk domestik bruto (PDB) Iran dan mempekerjakan sekitar 855.000 orang. Menurut situs Organisasi Internasional Produsen Kendaraan Bermotor (OICA), Iran kini menempati peringkat ke-20 negara terbesar dalam produksi otomotif di dunia dan peringkat kedua setelah Turki di kawasan Timur Tengah.
Sebelumnya, pada 2017, Iran sempat menempati peringkat ke-12 di dunia dan peringkat pertama di Timur Tengah dalam kapasitas produksi otomotif. Namun, pascasanksi AS, produksi otomotif Iran anjlok.
Iran memproduksi lebih dari satu juta mobil per tahun. Pada 2017 kemampuan produksi otomotif Iran mencapai 1,534 juta kendaraan. Seusai AS memberlakukan kembali sanksinya pada 2018, produksi otomotif Iran turun drastis hingga hanya 955.000 mobil.
Iran sempat menempati peringkat ke-12 di dunia dan peringkat pertama di Timur Tengah dalam kapasitas produksi otomotif.
AS kembali menjatuhkan sanksi kepada Iran setelah pemerintahan Donald Trump menarik mundur dari kesepakatan nuklir Iran, Mei 2018.
Atas lisensi dari British Motor Holding (BMH), perusahaan nasional Iran—dikenal dengan nama Iran Khodro—memproduksi mobil pertama dengan nama Peykan pada 1967. Tahun itu pula Iran mulai memproduksi bus dan truk.
Iran Khodro merupakan produsen otomotif terbesar di Iran. Peringkat kedua ditempati Saipa. Iran Khodro dan Saipa saat ini memproduksi 90 persen otomotif di Iran. Pemerintah Iran memiliki 14 persen saham di Iran Khodro dan 16 persen di Saipa.
Selain Iran Khodro dan Saipa, terdapat beberapa perusahaan produsen otomotif lainnya, yaitu Paris Khodro, Kerman Motor, Zamyad, Bahman Group, dan Modiran Khodro.
Industri otomotif Iran selama ini menghadapi banyak permasalahan, seperti naiknya harga bahan baku, terus turunnya angka produksi dan kualitas produksi, serta lambannya pengembangan model otomotif yang diproduksi.
Permasalahan itu semakin berat menyusul langkah AS memberlakukan lagi sanksi terhadap Iran pasca-AS mundur secara sepihak dari kesepakatan nuklir Iran pada Mei 2018. Pemberlakuan sanksi AS tersebut diikuti mundurnya perusahaan otomotif dunia dari Iran, seperti Hyundai, Mazda, Renault, dan Peugeot.
Sanksi AS itu juga menyebabkan turunnya ekspor otomotif Iran ke negara-negara kawasan, seperti Lebanon, Mauritania, Kazakhstan, Turkmenistan, Ukraina, dan Rusia.
Iran juga mendirikan pabrik otomotif di sejumlah negara, seperti di Irak, Suriah, Azerbaijan, Senegal, dan Venezuela, sebagai ekspansi pasar industri otomotifnya di negara-negara itu dan sekitarnya.
Dampak sanksi AS
Pakar ekonomi Iran yang juga mantan penasihat ekonomi mantan Presiden Iran Mohammad Khatami, Saeed Laylaz, mengatakan, ada empat tantangan dalam industri otomotif Iran saat ini.
Pertama, Iran kini menghadapi tantangan politik dan diplomasi pascasanksi AS yang membuat Iran sulit melakukan ekspor, termasuk ekspor produksi otomotifnya, dan menarik investasi asing.
Kedua, sanksi AS membuat Iran sulit bekerja sama dengan perusahaan-perusahaan otomotif besar dunia dan melakukan alih teknologi ke Iran untuk pengembangan industri otomotifnya ke depan. Akibat sanksi AS, Iran kesulitan mengimpor bahan baku industri otomotif meski 30 hingga 80 persen komponen mobil dibuat di dalam negeri Iran.
Ketiga, masalah kepemilikan, di mana negara memiliki sebagian saham industri otomotif. Hal itu menyebabkan perusahaan otomotif di Iran sulit mengambil keputusan secara independen tanpa merujuk kepada negara yang sering terkendala birokrasi berbelit-belit. Keempat, lingkungan kerja, birokrasi, dan sistem perbankan yang tidak kondusif.
Akibat merosotnya produksi otomotif di Iran dan berhentinya impor otomotif dari luar negeri, harga otomotif di Iran melonjak antara 70 persen dan 100 persen pascasanksi AS. Harga mobil merek Pride, mobil termurah di Iran, kini melonjak dari hanya 1.750 dollar AS pada Juni 2018 menjadi 3.750 dollar AS pascasanksi AS. Sementara rata-rata gaji pegawai negeri di Iran sekitar 238 dollar AS per bulan, yang membuat mereka semakin kesulitan membeli mobil yang termurah sekalipun.