Substansi Rancangan Undang-Undang Keamanan dan Ketahanan Siber yang merupakan usulan inisiatif Dewan Perwakilan Rakyat dinilai masih problematik sehingga berpotensi menyebabkan kekacauan jika terburu-buru disahkan pada September 2019.
Oleh
AGNES THEODORA DAN M IKHSAN MAHAR
·2 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Substansi Rancangan Undang-Undang Keamanan dan Ketahanan Siber yang merupakan usulan inisiatif Dewan Perwakilan Rakyat dinilai masih problematik sehingga berpotensi menyebabkan kekacauan jika terburu-buru disahkan pada September 2019. Pembahasan RUU Keamanan dan Ketahanan Siber perlu didahului kajian lebih dalam dan masukan publik yang luas.
Anggota Komisi I DPR dari Fraksi PDI-P, Evita Nursanty, di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (13/8/2019), mengatakan, sejumlah institusi saat ini memiliki badan siber sendiri untuk menopang tugas masing-masing, seperti Badan Intelijen Negara, Badan Nasional Penanggulangan Terorisme, Kepolisian Negara Republik Indonesia, dan Badan Narkotika Nasional. Namun, pasal-pasal di draf RUU Keamanan dan Ketahanan Siber (KKS) tidak mengatur pembagian tugas yang jelas di antara lembaga-lembaga itu.
”Ini harus disinkronisasi terlebih dahulu karena isu-isunya bukan isu biasa. Lebih baik menunggu, tunda beberapa bulan, mulai membahasnya secara matang di periode mendatang, tetapi hasilnya lebih optimal dan komprehensif,” kata Evita.
Ketua Lembaga Riset Keamanan Cyber dan Komunikasi Pratama Persadha mengatakan, sebelum RUU KKS dibahas, setiap pemangku kepentingan perlu duduk bersama. Meskipun urgensi RUU KKS tinggi, mengingat saat ini ada kekosongan hukum, pembahasannya tidak bisa dilakukan terburu-buru dan harus komprehensif.
Sementara itu, Juru Bicara Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) Anton Setiawan menyatakan, BSSN siap menjalankan tugas dan kewenangan yang tercantum dalam RUU KKS. Atas dasar itu, BSSN menilai, pengesahan RUU itu perlu disegerakan karena kebutuhan landasan hukum di ranah siber dianggap sudah mendesak.
Berdasarkan Pasal 43 RUU KKS, BSSN punya fungsi tata kelola serta pelayanan keamanan dan ketahanan siber, diplomasi siber, dukungan penegakan hukum, dan pembinaan dalam penyelenggaraan sertifikasi elektronik.
BSSN, antara lain, juga berwenang menetapkan perimeter keamanan, membekukan atau mencabut izin dalam lingkup keamanan dan ketahanan siber, serta melakukan investigasi sanksi administrasi.