Sultan HB X: Jadikan Pancasila sebagai Ideologi Praktis
Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta Sultan Hamengku Buwono X menyatakan, Pancasila sebagai ideologi bangsa harus bisa diaktualisasikan dalam kehidupan sehari-hari.
Oleh
HARIS FIRDAUS
·3 menit baca
SLEMAN, KOMPAS – Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta Sultan Hamengku Buwono X menyatakan, Pancasila sebagai ideologi bangsa harus bisa diaktualisasikan dalam kehidupan sehari-hari. Agar aktualisasi itu bisa dilakukan, dibutuhkan upaya untuk mentransformasi Pancasila menjadi ideologi praktis yang bisa menjawab berbagai persoalan yang ada dalam masyarakat.
“Dibutuhkan kerja ekstra keras dari kalangan pemikir guna menjadikan Pancasila sebagai ideologi praktis,” kata Sultan HB X dalam acara Orasi Kebangsaan dan Aubade Pancasila, Rabu (14/8/2019), di kampus Universitas Gadjah Mada (UGM), Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta.
Dibutuhkan kerja ekstra keras dari kalangan pemikir guna menjadikan Pancasila sebagai ideologi praktis
Selain Sultan HB X, acara tersebut juga dihadiri oleh Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara, Rektor UGM Panut Mulyono, serta sejumlah tokoh. Orasi Kebangsaan dan Aubade Pancasila itu merupakan rangkaian acara Kongres Pancasila yang akan dibuka pada Kamis (15/8/2019) di kampus UGM.
Dalam orasinya, Sultan HB X mengatakan, Pancasila terdiri dari tiga tataran nilai. Yang pertama adalah nilai dasar atau normatif yang berkait dengan cita-cita, tujuan, dan tatanan dasar berbangsa. Nilai dasar yang bersifat abstrak dan tetap itu terkandung dalam batang tubuh Undang-Undang Dasar 1945.
Tataran yang kedua adalah nilai instrumental yang merupakan penjabaran dari nilai-nilai dasar. Nilai-nilai instrumental itu bersifat kontekstual dan terkandung dalam berbagai peraturan perundangan untuk memberi arah kebijakan, strategi, dan program guna mewujudkan nilai-nilai dasar Pancasila.
Sementara itu, tataran ketiga adalah nilai praksis, yakni bagaimana masyarakat mengaktualisasikan nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan sehari-hari. Menurut Sultan, pada tataran ketiga inilah terletak ujian utama terhadap Pancasila sebagai ideologi bangsa.
“Ringkasnya, bukan pada rumusan abstrak, dan bukan juga pada kebijakan, terletak batu ujian terakhir dari nilai-nilai, tetapi pada kualitas aktualisasinya di lapangan,” ungkap Sultan yang juga merupakan Raja Keraton Yogyakarta itu.
Sultan memaparkan, agar aktualisasi bisa dilakukan dengan baik, Pancasila harus bisa menjadi ideologi yang bersifat praktis dan bisa diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Dia menambahkan, aktualisasi nilai-nilai Pancasila sangat penting untuk menguatkan rasa persatuan di kalangan masyarakat Indonesia yang terdiri dari elemen yang sangat beragam.
“Pancasila perlu ditransformasikan ke bentuk dan model-model aplikatif dalam kehidupan. Dalam konteks ini, kita memiliki tanggung jawab untuk menerjemahkannya sebagai pedoman berbangsa dan menjadikannya metode hidup,” tutur Sultan.
Sayangnya, Sultan menyebut, belum banyak ahli atau pemikir Indonesia yang mencoba merumuskan Pancasila sebagai ideologi praktis. Kondisi itulah yang menyebabkan masyarakat menjadi kesulitan untuk mengaktualisasikan Pancasila dalam kehidupan sehari-hari.
“Dengan sedikitnya pemikir dalam mengembangkan pemikiran-pemikiran mengenai Pancasila ini, wajarlah bila masyarakat Indonesia mengalami kesulitan dalam proses aktualisasi nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan sehari-hari,” papar Sultan.
Aubade
Sementara itu, Panut Mulyono menyatakan, acara Aubade Pancasila digelar dengan tujuan menanamkan rasa cinta tanah air dan nilai-nilai Pancasila kepada masyarakat luas. Dalam acara Aubade Pancasila, UGM mengajak para pelajar dan kelompok masyarakat untuk menyanyikan lagu-lagu perjuangan secara bersama-sama.
Total ada 1.211 orang dari 37 kelompok paduan suara yang ikut bernyanyi bersama dalam Aubade Pancasila. Kelompok yang terlibat itu terdiri dari sejumlah sekolah, perguruan tinggi, instansi pemerintah, dan kelompok masyarakat. Beberapa lagu perjuangan yang dinyanyikan dalam acara itu antara lain Indonesia Jaya, Sorak-sorak Bergembira, dan Bangun Pemudi-Pemuda.
“Melalui lagu-lagu perjuangan itu, kita bisa meresapi semangat para pendahulu kita dalam meraih dan mempertahankan kemerdekaan,” ujar Panut.
Adapun Rudiantara menyatakan, pihaknya menyambut baik penyelenggaraan Aubade Pancasila itu. Dia menyebut, acara semacam itu bisa menumbuhkan rasa nasionalisme di kalangan generasi muda Indonesia. “Acara semacam ini bagus untuk membangkitkan semangat nasionalisme, terutama kepada generasi muda,” katanya.
Rudiantara berharap, generasi muda Indonesia bisa memanfaatkan kemajuan teknologi digital untuk melakukan berbagai hal yang positif. Anak-anak muda Indonesia juga diharapkan tidak menggunakan teknologi digital untuk menyebarkan kabar bohong atau ujaran kebencian.
“Harapan saya pada generasi muda di era digital ini, manfaatkan teknologi digital dengan positif, jangan posting-posting yang negatif,” ujar Rudiantara.