JAKARTA, KOMPAS — Indonesia menghadapi tantangan yang tidak mudah untuk bertransformasi menjadi negara maju saat berusia 100 tahun pada 2045. Oleh karena itu, dibutuhkan pemimpin bersih dan bebas dari korupsi serta berkomitmen menerapkan pembangunan berorientasi inovasi sains dan teknologi untuk meningkatkan daya saing Indonesia.
Prasyarat menuju kemajuan Indonesia itu kontekstual
dengan disrupsi digital yang menuntut keuletan dan daya adaptasi yang tinggi terhadap perubahan.
Terkait hal itu, Guru Besar Riset Politik Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia Lili Romli di Jakarta, Selasa (13/8/2019), mengingatkan, sosok pemimpin yang bebas dari korupsi penting untuk mencapai Visi Indonesia 2045. Sebab, negara yang dilanda korupsi tidak akan bisa maju.
Hasil jajak pendapat Litbang Kompas pada 7-8 Agustus 2019 melibatkan 525 responden di 17 kota besar di Indonesia, terkait visi Indonesia sebagai negara maju pada usia ke-100 tahun, menunjukkan 31,8 persen responden menilai faktor utama yang dibutuhkan ialah pemimpin bersih, disusul pemerataan ekonomi (19,6 persen) serta pendidikan yang memajukan sains dan teknologi (17,1 persen).
Peluang menuju visi negara maju bisa terlihat dari peningkatan capaian Indonesia dalam sejumlah indeks. Mengacu pada Global Competitiveness Index 2018 yang dirilis Forum Ekonomi Dunia (World Economic Forum), peringkat Indonesia naik dari sebelumnya ke-47 menjadi ke-45 dari total 100 negara yang dinilai melalui indeks tahunan itu.
Posisi Indonesia unggul dibandingkan dengan Meksiko yang berada di posisi ke-46, Filipina (56), India (58), dan Brasil (72). Namun, daya saing Indonesia masih kalah jika dibandingkan dengan Malaysia (25) dan Thailand (38).
Indeks tersebut menunjukkan Indonesia punya peluang menjanjikan dari aspek stabilitas makroekonomi. Namun, Indonesia masih harus lebih menyiapkan diri pada aspek kesiapan mengadopsi teknologi informasi komunikasi, kapabilitas inovasi, serta pasar tenaga kerja berdaya saing.
Terkait hal itu, Lili Romli mengingatkan, untuk menjadi negara maju, penguasaan teknologi harus diutamakan. Namun, solusinya tidak serta-merta dengan mengimpor tenaga pendidik asing. Pemerintah harus mampu ”menarik kembali” orang-orang Indonesia yang sukses di luar negeri untuk membantu meningkatkan kualitas sumber daya manusia.
Tantangan digital
National Technology Officer Microsoft Indonesia Tony Seno Hartono mengatakan, pemimpin harus menyadari tantangan yang dihadapi Indonesia di era transformasi digital.
”Jangan sampai peraturan perundang-undangan kontradiktif dengan Revolusi Industri 4.0 yang sangat memanfaatkan teknologi cloud computing. Nah, bagaimana caranya pemerintah bisa mendorong adaptasi cloud computing di pemerintahan itu yang harus dimiliki pemimpin,” kata Tony.
Direktur Eksekutif Indonesia New Media Watch Agus Sudibyo menekankan, dalam era transformasi digital, semua negara terintegrasi sehingga surplus ekonomi yang terjadi di suatu negara bisa terserap oleh negara lain yang memiliki keunggulan teknologi.
”Hal ini perlu diperhatikan secara khusus agar Indonesia tidak hanya menjadi obyek digitalisasi, yaitu menjadi pasar bagi produk digital, yang kemudian harus menanggung dampak yang besar,” ujarnya. (SHR/AGE)