PONTIANAK, KOMPAS — Dua pekan terakhir, 10 lahan korporasi perkebunan dan hutan tanaman industri di Kalimantan Barat disegel petugas Direktorat Jenderal Penegakan Hukum Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Tiga lahan di antaranya disegel Selasa (13/8/2019).
Ketiga perusahaan itu berada di Kabupaten Mempawah dan Ketapang. Total luas lahan terbakar di tiga lahan konsesi itu 200 hektar, sedangkan total lahan terbakar di tujuh konsesi mencapai 554 hektar.
Menurut Hari Novianto, Komandan Brigade Satuan Polisi Kehutanan Reaksi Cepat (SPORC) Penegakan Hukum Kalimantan, Rabu, tim verifikasi telah memasang papan segel di lahan konsesi yang terbakar. ”Kami sudah memanggil wakil tujuh perusahaan yang lahannya disegel, meminta klarifikasi terkait kebakaran di areal perusahaan,” kata Hari.
Di tempat terpisah, Julian, Kepala Seksi Wilayah III Pontianak Balai Penegakan Hukum Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Kalimantan, mengatakan, penyegelan berawal dari pemantauan tim melalui intelligence room bahwa ada indikasi titik api di lokasi konsesi perusahaan.
”Tujuh korporasi itu ada perusahaan perkebunan sawit, ada pula hutan tanaman industri di Kabupaten Kubu Raya, Ketapang, Sanggau, Mempawah, dan Sintang,” ujar Julian. Dua hari terakhir, Kota Pontianak diguyur hujan. Kabut asap berkurang. Namun, titik panas di Kalbar hingga Rabu masih 148 titik, terbanyak ada di Ketapang (56).
Hujan juga mengguyur Kota Palangkaraya, Kalimantan Tengah, yang membantu mengurangi kabut asap pekat. Sedikitnya 11 puskesmas di Palangkaraya menyediakan ruang oksigen dengan dua tempat tidur.
Di Jambi, kebakaran mulai merambah kawasan Taman Hutan Raya Sultan Thaha Syaifuddin di Kabupaten Batanghari. Tim gabungan masih kesulitan menjangkau titik api karena medan yang berat.
Koordinator Pemadam Karhutla Dinas Lingkungan Hidup Batanghari Shandy mengatakan, timnya bersama Manggala Agni masih berupaya menembus lokasi yang dipenuhi semak belukar dengan topografi berbukit. Sumber air untuk pemadaman juga masih dicari.
Rabu kemarin, kebakaran juga menghanguskan setidaknya 100 hektar lahan di Desa Muara Medak, Kabupaten Musi Banyuasin, Sumatera Selatan. Kebakaran meluas hingga lahan perkebunan milik perusahaan.
Dengan kebakaran itu, luas lahan yang terbakar di Sumsel sudah melebihi 600 hektar. Lokasinya terpantau di 105 titik. Kebakaran hutan dan lahan masih mengancam karena musim kering di sejumlah daerah diperkirakan masih hingga Oktober 2019. Hingga awal Agustus ini, total lahan terbakar sekitar 135.000 hektar, dengan 30.000 hektar di antaranya ada di hutan dan lahan gambut.
Surat peringatan
Dalam siaran pers, Rabu, Direktur Jenderal Penegakan Hukum KLHK Rasio Ridho Sani mengatakan, saat ini kementerian telah memberi surat peringatan kepada 110 pemimpin perusahaan yang lokasinya terindikasi ada titik api. Pengawas, penyidik, dan tim SPORC diminta menindak para pembakar lahan.
Sebelumnya, dalam kunjungan kerja di Riau, Kepala Polri Jenderal (Pol) Tito Karnavian meminta jajaran polda dan polres berani mengambil langkah tegas penegakan hukum kepada perseorangan dan korporasi pembakar lahan. Jajaran Mabes Polri siap menopang penyidikan, termasuk menarik kasus ke pusat (Kompas, 14/8/2019).
Saat ini, pemerintah dan aparat penegak hukum didesak mengevaluasi upaya pencegahan mulai dari efek jera penegakan hukum, pembukaan lahan tanpa bakar, audit kepatuhan perusahaan, hingga penyelesaian konflik agraria.
”Dari dulu kami sarankan agar dilakukan audit compliance (kepatuhan) pengendalian karhutla untuk memastikan kesiapan perusahaan terhadap ancaman bahaya kebakaran,” kata Bambang Hero Saharjo, pakar karhutla dari Fakultas Kehutanan IPB University.
Idealnya, semua dilakukan sebelum musim kemarau. Jika baru dilakukan saat kemarau, pembasahan lahan terlambat. Bambang juga mendorong penegakan hukum dilakukan tegas melalui sanksi administrasi, pidana, dan perdata, tanpa tebang pilih.
Terkait seruan Kapolri bahwa kasus yang tidak efektif di daerah akan ditarik ke Mabes Polri, Jaringan Kerja Penyelamat Hutan Riau (Jikalahari) menegaskan itu bukan jaminan. ”Kami kira sama saja, laporan Jikalahari terkait karhutla hingga detik ini satu pun tidak jelas prosesnya,” kata Made Ali, Koordinator Jikalahari. Tahun 2016, Jikalahari melaporkan 49 perusahaan ke Mabes Polri, salah satunya terkait pembakaran hutan dan lahan. (ESA/IDO/ITA/MEL/KOR/RAM/FRD/ICH)