Kabinet Baru: Presiden Jangan Terlalu Banyak Kompromi
Joko Widodo-Jusuf Kalla, presiden-wakil presiden terpilih untuk periode 2014-2019, diminta benar-benar mewujudkan kabinet kerja dengan tokoh-tokoh terbaik dan tidak terlalu berkompromi dengan tarikan politik pragmatis.
Oleh
Ilham Khoiri
·2 menit baca
Catatan Redaksi: Berita ini terbit di halaman 2 harian Kompas edisi 14 Oktober 2014 dengan judul ”Kabinet Baru: Presiden Jangan Terlalu Banyak Kompromi”.
JAKARTA, KOMPAS — Presiden-wakil presiden terpilih Joko Widodo-Jusuf Kalla diminta benar-benar mewujudkan kabinet kerja dengan tokoh-tokoh terbaik dan tidak terlalu berkompromi dengan tarikan politik pragmatis. Langkah ini akan menjamin dukungan publik kepada pemerintahan baru di tengah kemungkinan gangguan DPR/MPR yang didominasi Koalisi Merah Putih.
Harapan itu disampaikan Direktur Pusat Studi Agama dan Demokrasi Paramadina Ihsan Ali-Fauzi, Direktur The Political Literacy Institute Gun Gun Heryanto, dan Direktur IndoStrategi Andar Nubowo secara terpisah di Jakarta, Senin (13/10). Ketiganya menilai kabinet hasil bentukan Jokowi-JK sangat menentukan masa depan pemerintahannya. Jika memenuhi harapan, publik akan mendukung.
”Dengan DPR/MPR dikuasai Koalisi Merah Putih (KMP), Jokowi-JK hanya bisa mengandalkan dukungan rakyat. Itu hanya mungkin jika menteri-menterinya sesuai harapan publik. Pilih hanya orang-orang yang terbaik berdasarkan tiga kriteria, kredibel, kapabel, bersih,” kata Ihsan.
Menurut Andar, Jokowi-JK dituntut menyusun kabinet kerja (zakenkabinet) yang kompeten serta efektif dan komunikatif. Menteri-menteri itu haruslah berkarakter pekerja, petarung, sekaligus komunikator ulung. Ini penting untuk berkomunikasi dan lobi dengan DPR. ”Jika Jokowi-JK selalu berpihak kepada rakyat, gangguan dari mana pun tak perlu dikhawatirkan karena rakyat mendukung,” katanya.
Gun Gun mengungkapkan, harapan publik sangat tinggi agar Jokowi menghadirkan kabinet dengan menteri-menteri yang dipilih berdasarkan kemampuan. Sosok-sosok di kabinet akan menjadi kesan awal publik terhadap Jokowi. Untuk itu, Jokowi harus menjaga kepercayaan publik sebagai basis kekuatan.
”Saat DPR dan MPR dikuasai KMP, sandaran kuasa Jokowi adalah dukungan rakyat. Jika wajah kabinet lebih menunjukkan pragmatisme politik lewat politik akomodasi secara berlebihan, publik kecewa,” lanjutnya.
Menurut dia, Jokowi punya peluang mengembangkan birokrasi produktif dengan basis dukungan rakyat. ”Partisipasi publik muncul jika Jokowi-JK serius mengubah oligarki partai politik ke meritokrasi,” ujarnya.