Bupati Mesuji Dituntut 8 Tahun Penjara, Hak Politiknya Dicabut
Bupati Mesuji nonaktif Khamami dituntut hukuman 8 tahun penjara dan denda Rp 300 juta subsider 5 bulan kurungan. Jaksa menilai, Khamami terbukti menerima suap Rp 1,58 miliar dari proyek pekerjaan Dinas PUPR Mesuji.
Oleh
VINA OKTAVIA
·2 menit baca
BANDAR LAMPUNG, KOMPAS — Bupati Mesuji nonaktif Khamami dituntut hukuman 8 tahun penjara dan denda Rp 300 juta subsider 5 bulan kurungan. Jaksa penuntut umum Komisi Pemberantasan Korupsi juga meminta majelis hakim mencabut hak politik Khamami selama empat tahun serta membayar uang pengganti Rp 300 juta.
Tuntutan tersebut dibacakan Jaksa KPK Wawan Yunarwanto dalam sidang di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Provinsi Lampung, Kamis (15/8/2019). Sidang yang berlangsung sekitar tiga jam itu diketuai Hakim Siti Insirah.
”Terdakwa sebagai kepala daerah tidak mendukung upaya pemerintah mewujudkan pemerintahan yang bersih dan bebas korupsi, kolusi, dan nepotisme,” kata Wawan saat membacakan tuntutan.
Hal lain yang memberatkan, menurut jaksa, terdakwa tidak berperan aktif memberantas korupsi. Sebaliknya, Khamami justru terlibat sebagai pelaku korupsi di Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Kabupaten Mesuji.
Khamami juga tidak mengakui perbuatannya.
Selain itu, Khamami juga tidak mengakui perbuatannya. Adapun hal-hal yang meringankan, terdakwa bersikap sopan selama persidangan dan masih mempunyai tanggungan.
Dalam tuntutannya, jaksa menilai, Khamami terbukti melanggar Pasal 12 Huruf a Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1991 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat (1) Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) juncto Pasal 65 Ayat 1 KUHP.
Menurut Wawan, Khamami terbukti menerima suap Rp 1,58 miliar terkait penetapan proyek pekerjaan di Dinas PUPR Mesuji. Uang itu didapat dari rekanan yang memenangi tender. Uang suap itu dikumpulkan Sekretaris Dinas PUPR Mesuji Wawan Suhendra.
Adik kandung
Selain mengatur proyek untuk rekanan tertentu, Khamami juga memberikan proyek untuk Taufik Hidayat, adik kandungnya. Proyek itu diberikan meskipun Taufik tidak memiliki perusahaan yang mampu menangani proyek pembangunan.
Dalam sidang yang sama, jaksa juga menuntut Taufik dengan hukuman 6 tahun penjara dan denda Rp 100 juta subsider 2 bulan kurungan. Jaksa menilai, Taufik terbukti melanggar Pasal 12 Huruf a Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1991 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat (1) KUHP juncto Pasal 65 Ayat 1 KUHP.
Adapun Sekretaris Dinas PUPR Mesuji Wawan Suhendra, dalam sidang terpisah, dituntut hukuman 5 tahun penjara dan denda Rp 200 juta subsider 3 bulan kurungan. Jaksa menolak permohonan Wawan sebagai justice collaborator atau saksi pelaku yang bekerja sama dengan penyidik.
Jaksa menilai, keterangan yang diberikan Wawan tidak dapat mengungkap dan menyeret pelaku lain yang melakukan kejahatan korupsi yang lebih besar. Meski begitu, sikap Wawan yang koperatif dan sopan selama persidangan menjadi pertimbangan jaksa dalam memberikan tuntutan.
Sidang selanjutnya akan berlangsung Kamis (22/8/2019) dengan agenda pembelaan dari terdakwa.