Minim, Kesadaran Masyarakat untuk Daftarkan Indikasi Geografis
Kesadaran masyarakat untuk mendaftarkan potensi daerahnya sebagai indikasi geografis minim. Padahal indikasi geografis bisa memberi nilai tambah.
Oleh
REGINA RUKMORINI
·3 menit baca
TEMANGGUNG, KOMPAS- Kesadaran masyarakat untuk mendaftarkan potensi daerahnya sebagai indikasi geografis masih terbilang minim. Padahal, selain bernilai penting sebagai bentuk upaya perlindungan, status sebagai indikasi geografis tersebut sangat diperlukan untuk memberi nilai tambah pada potensi daerah tersebut
Direktur Jenderal Kekayaan Intelektual Kementerian Hukum dan HAM RI, Freddy Harris, mengatakan, nilai tambah secara otomatis akan didapatkan karena potensi daerah tersebut akan dikenal sebagai potensi khas yang hanya ada atau diproduksi di daerah tersebut.
“Nilai tambah pada potensi daerah tersebut secara otomatis akan berdampak positif, menggenjot perekonomian masyarakat di daerah tersebut,” ujarnya, dalam acara penyerahan sertifikat indikasi geografis ikan uceng Temanggung di Kantor Bupati Temanggung, Jawa Tengah, Kamis (15.8/2019).
Freddy mengatakan, dari hasil pengecekan yang pernah dilakukan oleh Kementerian Hukum dan HAM, sebenarnya ada sekitar 12.000 potensi daerah yang layak untuk didaftarkan sebagai indikasi geografis. Namun, hingga saat ini, hanya ada 80 potensi daerah yang didaftarkan sebagai indikasi geografis.
Menyikapi kondisi tersebut, menurut dia, maka pemerintah daerah diminta untuk lebih proaktif.
“Mengingat pengalaman sebelumnya, jangan sampai kita baru merasa kebakaran jenggot setelah potensi tersebut diakui sebagai potensi khas daerah lain,” ujarnya.
Pada pengalaman sebelumnya, reog Ponorogo sempat diakui sebagai kesenian khas Malaysia. Terakhir, bolu pandan dan es potong yang sebenarnya menjadi jajanan khas Indonesia, juga sempat diakui sebagai makana khas Singapura.
Menurut dia, berbagai macam potensi bisa didaftarkan sebagai indikasi geografis, mulai dari produk kerajinan, makanan khas, bahkan hingga kesenian daerah. Oleh karena itu, setiap daerah pun diminta untuk tidak mendaftarkan potensi yang dimiliki sebagai indikasi geografis.
Mengingat pengalaman sebelumnya, jangan sampai kita baru merasa kebakaran jenggot setelah potensi tersebut diakui sebagai potensi khas daerah lain
Bupati Temanggung M Al Khadziq mengatakan, ikan uceng ini adalah indikasi geografis keempat yang dimiliki oleh Kabupaten Temanggung. Sebelumnya, Kabupaten Temanggung sudah memiliki tiga indikasi geografis, yaitu tembakau Srinthil, kopi Arabika Java Sindoro Sumbing, dan kopi Robusta.
Ikan uceng dari Temanggung, menurut dia, layak untuk diangkat sebagai indikasi geografis karena cita rasanya yang sangat gurih, dan berbeda dibandingkan dengan ikan uceng daerah lain. Cita rasa gurih ini disebabkan oleh kandungan asam glutamat ikan uceng Temanggung yang tinggi, mencapai 22 persen, lebih tinggi dibandingkan kandungan asam glutama ikan uceng daerah lain yang hanya 15 persen.
Kepala Unit Pelaksana Teknis Daerah Balai Benih Ikan (BBI) Temanggung, Djoko Susilo, mengatakan, dengan mengandalkan sekitar 3.000 indukan, tahun ini, BBI manargetkan mampu memproduksi 10.000 benih ikan uceng.
Mulai tahun depan, menurut dia, BBI akan memproduksi dan menyebarkan benih secara berkala, setiap empat bulan sekali.
“Setiap empat bulan sekali, kami akan berupaya memproduksi dan menyebarkan sedikitnya 5.000 benih ikan uceng,” ujarnya.
Keseluruhan benih tersebut, nantinya akan disebar di hulu sungai Progo. Djoko mengatakan, pihaknya belum berani untuk menyebarkan di bagian hilir karena saat ini, bagian hilir masih lebih banyak dihuni oleh berbagai jenis ikan predator.