Kalangan sineas berharap pembiayaan film independen sering diselenggarakan di Indonesia. Banyak film independen Tanah Air yang memenangi penghargaan global. Pelaku perfilman komersial yang sangat dinamis sepatutnya turut diikuti perkembangan sinema independen.
Oleh
DWI BAYU RADIUS
·3 menit baca
LOCARNO, KOMPAS — Kalangan sineas berharap pembiayaan film independen sering diselenggarakan di Indonesia. Banyak film independen Tanah Air memenangi penghargaan global. Pelaku perfilman komersial yang sangat dinamis sepatutnya turut diikuti perkembangan sinema independen.
Menurut sutradara Makbul Mubarak, di Locarno, Swiss, Kamis (15/8/2019), pembiayaan film independen yang diadakan di luar negeri seperti Open Doors Hub. Sebagai bagian dari Locarno Film Festival, Open Doors Hub membuka kesempatan bagi sineas-sineas dalam dan luar negeri untuk mengajukan proyeknya.
Dewan juri lantas menentukan proyek yang dianggap terbaik dan pembuatan filmnya akan dibiayai. Pembiayaan itu juga dilakukan antara lain di Perancis, Italia, Jerman, dan China. Makbul mengatakan, banyak sineas luar negeri mengetahui bahwa investasi perfilman di Indonesia sangat besar.
”Tapi, pelaku film independen bekerja tanpa investasi lokal. Di Indonesia tidak ada skema investasi khusus film-film independen,” ujarnya.
Skema itu umumnya dibuat untuk film arus utama. Oleh karena itu, banyak sineas film independen yang mencari modal secara mandiri.
”Padahal, film independen itu lebih banyak fokus pada kebudayaan, literasi masyarakat, dan faktor sosial lain,” katanya.
Sineas film independen memang tidak mengutamakan profit, tetapi pada konten yang berbobot. Sejumlah pegiat film independen Indonesia pun meraih penghargaan di luar negeri.
Film yang disutradarai Makbul berjudul Sugih, misalnya, memenangi penghargaan Special Mention Thai Short Film and Video Festival 2015. Selain itu, Makbul juga memenangi Piala Citra kategori Film Pendek Terbaik dengan filmnya, Ruah, tahun 2017.
Karya itu juga meraih Special Mention Singapore International Film Festival, dua tahun lalu. Dosen Program Studi Film Fakultas Seni dan Desain Universitas Multimedia Nusantara itu lantas menyutradarai A Plastic Cup of Tea Before Her. Film itu dikomisikan Astro A-List Malaysia tahun 2018.
Produser Yulia Evina Bhara mengatakan, pembiayaan film independen sering dilakukan di luar negeri, seperti Torino Film Lab di Italia, Hong Kong Film Financing Forum di Hong Kong, Berlinale Talents Project Market di Jerman, dan Venice Gap Financing di Italia.
”Kalau di Indonesia, setahu saya seperti dana istimewa untuk film pendek yang disediakan Pemprov (Pemerintah Provinsi) Daerah Istimewa Yogyakarta,” katanya.
Wadah lain, menurut Yulia, adalah Jogja Future Project dengan hadiah berupa uang tunai. Ia tak bisa lagi menyebutkan kesempatan bagi sineas film independen selain dana istimewa dan Jogja Future Project. Padahal, sineas seperti sutradara Yosep Anggi Noen menghadiri festival di sejumlah negara karena film-filmnya mendapatkan apresiasi yang tinggi.
Karya-karya Anggi antara lain Vakansi JanggaldanPenyakit Lainnya tahun 2012 serta Istirahatlah Kata-kata tahun 2016. Anggi juga menyutradarai The Science of Fictions yang diikutsertakan dalam Locarno Film Festival tahun ini. Pemenang festival itu akan diumumkan pada 17 Agustus 2019.