Risiko Pertumbuhan Utang Luar Negeri Diminimalisir
Oleh
Dimas Waraditya Nugraha
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS - Pertumbuhan utang luar negeri pemerintah dan swasta menandakan tingkat optimisme investor terhadap perekonomian Indonesia. Namun di sisi lain, risiko pertumbuhan utang luar negeri perlu diminimalisir, dengan pengelolaan secara hati-hati.
Utang luar negeri Indonesia pada akhir triwulan II-2019 mencapai 391,8 miliar dollar Amerika Serikat (AS), atau setara dengan Rp 5.601 triliun. Nilai ini tumbuh 10,1 persen dibandingkan posisi utang luar negeri pada akhir triwulan II-2018.
Pertumbuhan tahunan utang luar negeri pada triwulan II-2019 tercatat lebih dibanding pertumbuhan triwulan I-2019 yang hanya mencapai sebesar 8,1 persen dibanding periode sama tahun sebelumnya.
Jumlah seluruh utang luar negeri ini terdiri dari utang pemerintah sebesar 195,5 miliar dollar AS (Rp 2.794 triliun) dan utang swasta termasuk BUMN sebesar 196,3 miliar dollar AS (Rp 2.806 triliun).
Pertumbuhan utang luar negeri pemerintah pada triwulan II-2019 tercatat meningkat 9,1 persen dibandingkan periode yang sama pada tahun sebelumnya. Pertumbuhan ini meningkat dibanding pertumbuhan tahunan utang pemerintah pada triwulan I-2019 yang hanya 3,6 persen.
Dalam keterangan resmi Kamis (15/8/2019), Kepala Departemen Komunikasi Bank Indonesia Onny Widjanarko menyatakan pertumbuhan utang sejalan dengan perbaikan persepsi investor asing terhadap perekonomian Indonesia.
“Peningkatan kepercayaan investor terjadi seiring dengan kenaikan peringkat utang Indonesia oleh Standard & Poor\'s pada Mei 2019. Ini mendorong pembelian neto Surat Berharga Negara domestik dan global oleh asing pada triwulan II-2019,” ujarnya.
Utang luar negeri pemerintah, lanjut Onny, diprioritaskan untuk pembangunan di sektor produktif agar dapat memacu serta mendukung pertumbuhan ekonomi dan peningkatan kesejahteraan masyarakat.
Sektor-sektor yang menyerap utang luar negeri pemerintah di antaranya sektor konstruksi sebesar 16,4 persen dari total utang, jasa pendidikan (15,9 persen), administrasi pemerintah, pertahanan, dan jaminan sosial wajib sebesar (15,2 persen), dan jasa keuangan dan asuransi (14 persen).
Peningkatan kepercayaan investor terjadi seiring dengan kenaikan peringkat utang Indonesia oleh Standard & Poor\'s pada Mei 2019. Ini mendorong pembelian neto Surat Berharga Negara domestik dan global oleh asing pada triwulan II-2019
Adapun utang luar negeri swasta pada triwulan II-2019 tercatat tumbuh 11,4 persen dari periode sama tahun sebelumnya. Pertumbuhan ini melambat dibandingkan laju pertumbuhan utang tahunan swasta pada triwulan I-2019 sebesar 13,3 persen.
Secara sektoral, utang luar negeri swasta didominasi dengan sektor jasa keuangan dan asuransi, sektor industri pengolahan, sektor pengadaan listrik, gas, uap/air panas, dan udara (LGA), serta sektor pertambangan dan penggalian.
Ekonom Institute Development of Economics and Finance (Indef) Bhima Yudhistira Adhinegara, menilai korporasi dan BUMN mesti mengurangi ketergantungan pada pembiayaan luar negeri, melakukan hedging atau lindung nilai secara berkala.
Selain itu pihak swasta juga perlu mendiversifikasi sumber pembiayaan yang rendah risiko, serta mendorong kinerja sektor yang berorientasi pada penerimaan ekspor.
“Kondisi keuangan swasta perlu dijaga. Jangan terlalu agresif ekspansi dengan menambah utang karena kondisi makro belum stabil. Ada potensi default jika swasta tidak hati-hati,” ujar Bhima.
Selain memenuhi prinsip kehati-hatian, pemerintah dan swasta juga perlu mengevaluasi efektivitas utang luar negeri. Hal ini diperlukan untuk memastikan bahwa peningkatan utang sejalan dengan peningkatan aktivitas ekonomi berorientasi ekspor dan pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan.