Singapura Kecil dalam Ukuran, Besar dalam Pengaruh
Meski kecil dalam ukuran wilayah dan penduduk, Republik Singapura besar karena pengaruh di bidang keuangan dan teknologi.
Oleh
Iwan Santosa
·4 menit baca
Republik Singapura merayakan ulang tahun yang ke-54 dengan meriah, Sabtu (10/8/2019), dengan dihadiri para tamu undangan, antara lain PM Malaysia Mahathir Mohammad, Sultan Brunei Darussalam Hassanal Bolkiah, dan Presiden Joko Widodo yang diadakan di Padang, yakni lapangan di depan City Hall era Inggris, dengan tuan rumah Presiden Singapura Halimah Yacob dan Perdana Menteri Lee Hsien Loong. Meski kecil dalam ukuran wilayah dan penduduk, Republik Singapura besar karena pengaruh di bidang keuangan dan teknologi.
Wilayah yang didirikan sebagai pelabuhan bebas oleh Sir Thomas Stamford Raffles tahun 1819 itu mulai tumbuh pesat setelah Letnan Gubernur Jenderal TS Raffles dan pemerintahan Inggris melepas Pulau Jawa seusai Pemerintahan Sela (British Interregnum) 1811-1816.
Kendali Inggris atas Singapura dikukuhkan dengan Traktat London tahun 1824 antara Kerajaan Inggris dan Kerajaan Belanda. Inggris melepas Bengkulu kepada Belanda, sebaliknya Belanda melepas klaim atas Singapura, kekuasaan atas Malaka, dan membuka perdagangan Kepulauan Maluku kepada Inggris. Di sisi lain, Inggris tidak akan membuka perwakilan dan mencampuri urusan Kerajaan-kerajaan Melayu di Riau dan Kepulauan Riau. Inggris juga tidak akan mengajukan klaim atas Pulau Belitung yang sempat dieksploitasi Inggris.
Jauh sebelumnya, wilayah tersebut menjadi daerah pengaruh Kerajaan Sriwijaya, Kerajaan Majapahit, dan Kesultanan Johor. Di masa silam, wilayah Singapura dikenal dengan nama Temasik.
Meski Singapura kecil secara ukuran geografis, yakni memiliki luas daratan 722 kilometer persegi dan berpenduduk 5,63 juta jiwa (2018), jika dibandingkan Kota Jakarta seluas 665,5 kilometer persegi dan berpenduduk 9,76 juta jiwa. Apalagi, jika dibandingkan dengan wilayah Jabodetabek seluas 7.604 kilometer persegi dan penduduk 27,7 juta jiwa, Singapura memainkan peran sangat penting sebagai pusat keuangan dan teknologi di kawasan Asia Tenggara.
Acara dwibahasa
Resepsi Diplomatik Kedutaan Besar Singapura yang digelar di Ballroom Hotel Shangrilla, Jakarta, Rabu (14/8/2019) malam, menjadi refleksi peran penting Singapura di Asia Tengara. Diplomat Senior Amerika Serikat, Australia, Perwakilan Takhta Suci Vatikan, diplomat-diplomat Timur Tengah hingga negara-negara Afrika hadir dan sempat berbincang dengan penulis. Sudah barang tentu, diplomat negara ASEAN juga menghadiri acara tersebut.
Politikus Golkar Airlangga Hartarto, politikus Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono, anggota Pansel KPK Hendardi, anggota Kompolnas Poengky Indarti, mantan Menteri Pertahanan Poernomo Yusgiantoro, mantan KSAL Laksamana (Purn) Marsetio adalah beberapa dari sekian banyak tokoh Indonesia yang hadir. Terlihat banyak personel militer dan mantan militer yang hadir, tetapi berkemeja batik karena mereka menghadiri acara resepsi diplomatik ulang tahun sebuah negara. Berbeda dengan resepsi diplomatik hari angkatan bersenjata sebuah negara sahabat yang umumnya mewajibkan dress code seragam resepsi militer bagi undangan yang merupakan personel militer.
Sesuai kartu undangan, acara dimulai pukul 19.00 WIB. Biasanya acara resepsi diplomatik dimulai tepat waktu. Akan tetapi, malam itu, pengunjung terus mengular, antre masuk dan bersalaman dengan Duta Besar Singapura untuk Indonesia Anil Kumar yang didampingi istri dan Atase Pertahanan Singapura untuk Indonesia Kolonel Lam Chee Yuong yang juga didampingi istri.
Menjelang pukul 20.00 WIB barulah acara dimulai dengan lagu kebangsaan ”Indonesia Raya” dan diikuti lagu kebangsaan Singapura ”Majulah Singapura”. Acara diawali dengan lagu yang keduanya menggunakan syair dalam bahasa Indonesia. Hal yang unik mengingat penduduk Singapura sebagian besar berasal dari etnis Tionghoa dan India, tetapi menjadikan bahasa Melayu dan lagu kebangsaan berbahasa Melayu sebagai identitas kebangsaan.
Selanjutnya Duta Besar Anil Kumar menyampaikan pidato dan menyebut Indonesia adalah tetangga terdekat. Dubes Anil Kumar memuji kunjungan Presiden Joko Widodo dalam Hari Nasional Singapura pekan lalu dan berharap akan semakin erat hubungan dua negara. Pidato Anil Kumar diawali dengan panjang lebar dalam bahasa Indonesia. Setelah itu, barulah dia berbicara dalam bahasa Inggris.
Mewakili Pemerintah Republik Indonesia, Menteri Keuangan Sri Mulyani tampil dan mengatakan, agak lucu karena harus berpidato dalam bahasa Inggris di saat tuan rumah Singapura mengawali dalam bahasa Indonesia.
”Indonesia terbuka untuk investasi Singapura dan sebaliknya Singapura mencari tempat untuk menanamkan modal keuangan yang ada di sana,” kata Sri Mulyani.
Di akhir pidato dan ucapan selamat bagi bangsa dan rakyat Singapura, Menkeu Sri Mulyani mengangkat toast sebuah gelas berisi air mineral yang disambut Dubes Anil Kumar dengan gelas berisi anggur.
Resepsi tersebut dilengkapi ruang hidangan yang mewakili makanan Melayu, India, dan Tionghoa dengan berbagai menu. Acara pun dibuka dengan kendang rebana khas Melayu. Kemampuan membangun persatuan dalam perbedaan masyarakat yang majemuk dan kerja keras adalah kunci kemajuan Singapura sebagai pusat keuangan dan teknologi.