Tes DNA yang dimaksud bertujuan untuk mengetahui informasi dasar mengenai profil manusia, di antaranya resiko penyakit yang bisa diderita. Penentuan apakah seseorang bisa terjangkit resiko tersebut atau tidak, tetap dipengaruhi oleh faktor lingkungan serta gaya hidup.
Oleh
Fajar Ramadhan
·3 menit baca
Selama ini, pengujian Deoxyribo Nucleic Acid atau DNA banyak digunakan untuk mengetahui pertalian darah atau asal usul seseorang. Kini, tren pemanfaatan tes DNA secara global mulai bergeser untuk mencari tahu resiko-resiko masalah kesehatan atau kecenderungan seseorang sehingga bisa disesuaikan dengan pola hidup.
Tes DNA yang dimaksud bertujuan untuk mengetahui informasi dasar mengenai profil manusia, di antaranya resiko penyakit yang bisa diderita. Penentuan apakah seseorang bisa terjangkit resiko tersebut atau tidak, tetap dipengaruhi oleh faktor lingkungan serta gaya hidup.
Manajer Laboratorium Genetics Indonesia Erlin Soedarmo di Jakarta, Kamis (15/8/2019), mengatakan, faktor genetik akan menyumbangkan fenotipe metabolisme tubuh seseorang. Meski begitu, mereka bisa mengendalikan status nutrisi atau kebiasaan setelah mengetahui resiko melalui tes DNA yang dilakukan.
“Caranya mengendalikan pola makan, pola latihan, faktor lingkungan, dan sebagainya. Kalau semua itu tidak dikendalikan, tentu fenotipe metabolisme yang muncul akan sesuai dengan genetik,” ujarnya.
Hal yang sama diungkapkan Direktur PT Global Genetika Indonesia Simon. Tes DNA juga bisa memberikan informasi mutasi gen seperti BRCA. Orang dengan mutasi BRCA akan memiliki peningkatan resiko terkena kanker payudara dari 12 persen menjadi 70 persen.
Dengan begitu, pola hidup bisa diubah. Jika biasanya wanita usia di atas 40 tahun melakukan mammogram selama dua tahun sekali, dengan munculnya BRCA, mereka bisa melakukannya setiap setahun sekali. Hal itu dilakukan agar kanker yang terdeteksi nantinya masih pada stadium awal.
Mewaspadai penyakit
Mutasi gen tersebut bukan hanya untuk meningkatkan kewaspadaan masyarakat terhadap penyakit, tapi bisa juga untuk memilih pengobatan yang tepat. Untuk penyakit kanker, titik mutasi gen bisa menentukan apa jenis kemoterapi yang dipilih.
“Tipe sel yang diserang kanker ada macam-macam. Dengan mengetahui letak mutasi gennya, maka bisa dipilih jenis kemoterapi yang tepat,” kata Erlin.
Di luar negeri, pemanfaatan DNA untuk mendeteksi resiko masalah kesehatan dan silsilah manusia sudah menjadi tren sejak lama. Banyak perusahaan yang menyediakan jasa pengujian DNA melalui internet seperti 23andMe atau AncestryDNA yang berbasis Amerika Serikat.
Mereka, bahkan, sudah didukung dengan database populasi penduduk. Informasi kesehatan dan rekomendasi pun jadi bisa diberikan lebih rinci. Misalnya, rekomendasi penanganan seseorang yang diketahui memiliki resiko kanker payudara akan berbeda berdasarkan latar belakang sukunya.
Sayangnya, database populasi genetik semacam itu belum tersedia di Indonesia. Selama ini, hasil tes DNA seseorang sebagian diekstraksi di luar negeri. Selain itu, biaya yang mahal cenderung membuat masyarakat enggan melakukan tes DNA tanpa ada kebutuhan mendesak.
Menurut Erlin, tes DNA untuk pengobatan kanker di Australia saja menghabiskan biaya sebesar 3000 dollar AS (Rp 45 juta). Selain itu, edukasi kepada masyarakat tentang pentingnya tes DNA untuk kewaspadaan juga masih kurang.
Berkaca pada perkembangan 23andMe atau AncestryDNA, Genetics Indonesia sebagai perusahaan bioteknologi kini mulai mengembangkan jasa layanan tes DNA bernama DNAku. Mereka mengklaim jasa tes DNA yang diluncurkan pada 17 Agustus 2019 tersebut menjadi yang pertama di Indonesia.
Pengambilan sampel
Tes DNA yang dilakukan menggunakan Buccal Swab Kit untuk mengambil sampel sel mukosa pada pipi bagian dalam. Setelah itu, DNAku akan membuat laporan sesuai dengan kebutuhan penggunanya yakni untuk masalah kulit, kesehatan, olahraga, nutrisi hingga silsilah leluhur (ancestry).
“Dari DNA tersebut akan diketahui informasi-informasi yang unik seperti makanan apa yang cocok, resiko penyakit, obat-obatan yang tepat atau jenis olahraga apa yang pas,” kata Bussiness Development Manajer Genotics Indonesia Jessica Lepianda.
Simon menambahkan, pada laporan olah raga, pengguna akan mendapatkan informasi seperti kelebihan tubuh hingga kerentanan tubuh lengkap dengan rekomendasinya. Misalnya, orang yang memiliki stamina baik bisa memilih maraton. Jika tenaganya yang bagus, maka lari cepat bisa jadi pilihan.
“Kalau hasilnya rentan terhadap cedera, maka olah raga yang bisa dipilih adalah yang low impact,” ujarnya.
Editor:
hamzirwan
Bagikan
Kantor Redaksi
Menara Kompas Lantai 5, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
Tlp.
+6221 5347 710
+6221 5347 720
+6221 5347 730
+6221 530 2200
Kantor Iklan
Menara Kompas Lantai 2, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.