Pasar ekspor semakin menyempit akibat perlambatan ekonomi global. Jika pemerintah tidak melakukan terobosan, defisit neraca dagang akan semakin melebar.
Oleh
Dimas Waraditya Nugraha
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pasar ekspor semakin menyempit akibat perlambatan ekonomi global. Jika pemerintah tidak melakukan terobosan, defisit neraca dagang akan semakin melebar.
Wakil Ketua Bidang Perdagangan Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Benny Soetrisno mengatakan, impor bahan baku dan barang modal dapat terus tumbuh hingga akhir tahun. Hal itu dengan catatan, industri berhasil memacu kinerja ekspor.
Saat ini kondisi perekonomian global yang masih tertekan membuat laju pertumbuhan industri domestik belum akan terlalu ekspansif. Ini membuat relaksasi aturan ekspor, terutama produk manufaktur, mendesak dilakukan untuk mendorong laju ekspor.
”Impor bahan baku dan barang modal pada Juli sudah mulai tumbuh secara bulanan. Namun, jika tidak ada terobosan pelonggaran regulasi, defisit neraca dagang bisa terus terjadi karena pasar ekspor kian mengecil karena perlambatan ekonomi,” kata Benny kepada Kompas, Jumat (16/8/2019).
Jika tidak ada terobosan pelonggaran regulasi, defisit neraca dagang bisa terus terjadi karena pasar ekspor kian mengecil karena perlambatan ekonomi.
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, neraca dagang sepanjang Juli 2019 defisit 63,5 juta dollar Amerika Serikat (AS) atau sekitar Rp 889 miliar.
BPS mencatat, total nilai impor pada Juli 2019 sebesar 15,51 miliar dollar AS dan ekspor 15,45 miliar dollar AS. Secara kumulatif, sejak Januari hingga Juli 2019 kondisi neraca dagang defisit 1,9 miliar dollar AS.
Impor bahan baku penolong pada Juli 2019 tumbuh 29,01 persen dibandingkan dengan bulan sebelumnya sebesar 11,27 miliar dollar AS. Nilai tersebut berkontribusi 72,65 persen terhadap total impor.
Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Ahmad Heri Firdaus, mengemukakan, secara siklus, neraca dagang telah terprediksi akan defisit di bulan Juli. Namun, meski impor bahan baku dan barang modal pada Juli naik, secara tahunan laju impor masih terkoreksi.
Data BPS menyebutkan, laju impor bahan baku penolong sepanjang Januari-Juli 2019 masih terkoreksi 9,55 persen dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya. Begitu pula dengan impor barang modal yang turun 5,71 persen pada periode yang sama.
Perlambatan global
Dalam keterangan tertulisnya, Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi BI Onny Widjanarko menilai defisit neraca dagang sepanjang Juli 2019 terdampak kondisi pelambatan ekonomi global. Selain itu, neraca dagang yang defisit tersebut juga terimbas harga komoditas yang masih anjlok.
”Kami memandang perkembangan neraca dagang Juli tidak terlepas dari pengaruh ekonomi global yang melambat dan harga komoditas yang belum naik di tengah permintaan domestik yang masih solid,” ujarnya.
BI mencatat defisit tersebut dipengaruhi penurunan surplus neraca dagang nonmigas. Penurunan itu disebabkan oleh ekspor nonmigas yang belum kuat di tengah impor nonmigas yang meningkat.
”Sementara itu, defisit neraca perdagangan migas yang membaik terutama disebabkan oleh kinerja ekspor migas yang meningkat,” kata Onny.
Onny mengatakan, neraca dagang migas pada Juli 2019 tercatat sebesar 140 juta dollar AS. Angka tersebut membaik jika dibandingkan dengan defisit pada bulan sebelumnya sebesar 970 juta dollar AS.
Perbaikan itu ditopang oleh peningkatan ekspor migas dari 750 juta dollar AS pada Juni 2019 menjadi 1,61 miliar dollar AS pada Juli 2019. Peningkatan ekspor migas ini terjadi pada semua komponen, baik hasil minyak, minyak mentah, maupun gas.