Presiden Minta Izin Pindahkan Ibu Kota Negara ke Kalimantan
Presiden Joko Widodo meminta izin serta dukungan dari seluruh elemen bangsa untuk memindahkan Ibu Kota Negara dari Jakarta ke Pulau Kalimantan. Tak hanya sebagai simbol negara, ibu kota baru itu juga dirancang menjadi ikon kemajuan bangsa.
Oleh
ANITA YOSSIHARA
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS- Presiden Joko Widodo meminta izin serta dukungan dari seluruh elemen bangsa untuk memindahkan Ibu Kota Negara dari Jakarta ke Pulau Kalimantan. Tak hanya sebagai simbol negara, ibu kota baru itu juga dirancang menjadi ikon kemajuan bangsa.
Permintaan dukungan itu disampaikan Presiden Jokowi dalam pidato kenegaraan di sidang bersama Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan Dewan Perwakilan Daerah (DPD) di Gedung Nusantara, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Jumat (16/8/2019).
“Pada kesempatan yang bersejarah ini, dengan memohon ridha Allah SWT, dengan meminta izin dan dukungan dari Bapak, Ibu Anggota Dewan yang terhormat, para sesepuh dan tokoh bangsa, seluruh rakyat Indonesia, dengan ini saya mohon izin untuk memindahkan ibu kota negara kita ke Pulau Kalimantan,” kata Presiden Jokowi mengakhiri pidato kenegaraan di hadapan 692 anggota DPR dan DPD.
Sidang bersama DPR dan DPD itu juga dihadiri Wakil Presiden Jusuf Kalla dan Wakil Presiden Terpilih Maruf Amin. Sejumlah tokoh bangsa, seperti Presiden ke-5 RI Megawati Soekarnoputri, mantan Wakil Presiden Try Sutrisno dan Hamzah Haz, serta sejumlah perwakilan negara sahabat.
Presiden Jokowi tidak menyampaikan secara rinci lokasi yang akan ditetapkan sebagai ibu kota negara, apakah Kalimantan Timur, Kalimantan Tengah, atau Kalimantan Selatan. Kepala Negara hanya menyampaikan bahwa ibu kota negara baru itu tidak hanya dirancang sebagai simbol identitas bangsa. Lebih dari itu ibu kota baru tersebut akan dirancang menjadi representasi kemajuan bangsa.
Pemindahan ibu kota negara baru ke Kalimantan itu juga dilakukan demi menghilangkan ketimpangan, mewujudkan pemerataan, dan keadilan ekonomi. “Ini demi visi Indonesia Maju, Indonesia yang hidup selama-lamanya,” ujar Jokowi.
Perihal pemindahan Ibu Kota Negara ke Kalimantan itu sebenarnya pertama kali diungkapkan dalam rapat terbatas di Kantor Presiden, 6 Agustus lalu. ”Setelah ke lapangan dan mendapat kajian, meskipun belum 100 persen, sudah semakin mengerucut. Pilihannya sudah jelas, ibu kota negara akan dipindah ke Kalimantan,” kata Presiden Jokowi kala itu.
Keputusan ibu kota negara akan dipindahkan ke Kalimantan Timur, Kalimantan Tengah, atau Kalimantan Selatan akan segera diambil Presiden Jokowi setelah mendengarkan detail hasil kajian yang dilakukan Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) serta Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat.
Kajian terutama terkait dengan kebencanaan, seperti potensi banjir dan gempa bumi, daya dukung lingkungan, ketersediaan air, dan lahan untuk infrastruktur. Hal lain yang juga dipertimbangkan adalah hasil kajian keekonomian, demografi, sosial-politik, serta pertahanan dan keamanan.
Kajian mendalam
Sementara itu tanggapan anggota DPR terkait rencana pemindahan ibu kota negara masih beragam. Wakil Ketua DPR dari Fraksi Partai Gerindra, Fadli Zon, misalnya, menilai pemindahkan ibu kota dinilai sebagai suatu kebutuhan mengingat kondisi Jakarta yang sudah tidak kondusif untuk dipertahankan sebagai pusat pemerintahan. Kendati demikian, pemindahan ibu kota itu memerlukan kajian yang mendalam baik dari segi kesiapan anggaran, sumber daya manusia, hingga infrastruktur.
Menurut dia, ada banyak aspek yang perlu diperhatikan secara seksama, khususnya kebutuhan anggaran dan waktu yang akan terpakai untuk mengadakan rencana besar itu. "Tentu harus ada rumusan rancangan yang serius. Kalau kami pelajari di negara lain, mereka merancang dengan waktu yang cukup lama, rancangan waktunya jelas, sehingga bukan sekedar statement saja. Walau gagasan ini bukan baru, tapi harus dilihat juga kondisi ekonomi kita sekarang. Apa yang mau jadi prioritas kita," kata Fadli.
Kajian yang dimaksud adalah kesiapan anggaran, sumber pendanaan, ancang-ancang ketersediaan waktu untuk proses pemindahan, serta perhitungan persiapan sumber daya manusia dan infrastruktur di kota tujuan di Kalimantan.
Menurut Fadli, kajian yang dilakukan pemerintah sekarang masih terlalu mentah dan terkesan terburu-buru. Fadli menilai setidaknya dibutuhkan waktu lima tahun untuk melakukan kajian dan memulai proses pemindahan secara bertahap dan efektif.
"Sebab ini menyangkut pelayanan terhadap seluruh warga negara juga. Saya kira gagasan itu tidak ada masalah, tetapi harus dikaji betul tempatnya di mana, serta kota mana yang paling efisien, murah, dan berdaya tahan bagus sebagai ibu kota," ujar Fadli.
Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah mengatakan, dirinya belum melihat adanya studi yang relevan untuk memindahkan ibukota dari Jakarta ke Pulau Kalimantan. Jakarta sebagai ibukota memiliki nilai sejarah yang tinggi, karena perjalanan bangsa antara lain dimulai dari Jakarta. "Jakarta itu dibuat oleh Bung Karno dan didesain sebagai ibukota. Terlalu bersejarah, dan banyak sekali hal yang tidak dapat ditinggalkan dari kota ini," katanya.
Fahri lebih setuju bila ekstensi ibukota yang dulu pernah dirancang Soeharto, yakni dengan perluasan ke arah Jonggol, bisa diteruskan atau dipertimbangkan untuk digeser ke pesisir Jakarta. "Sebaiknya dipindahkan saja ke Teluk Jakarta, karena itu merepresentasikan tradisi maritim. Kalau dipindahkan ke pulau besar nanti tradisi maritimnya hilang," kata Fahri. (NTA/REK/AGE)