Revitalisasi Trotoar Cikini Ancam Kelestarian Kawasan Budaya
JAKARTA, KOMPAS - Protes warga disebabkan trotoar yang dibangun lebih tinggi dari lantai bangunan serta dicor beton. Akibatnya, air hujan berpotensi masuk ke bangunan warga sehingga merusak bangunan.
Revitalisasi trotoar Jalan Cikini Raya membuat trotoar lebih tinggi dari lantai bangunan antara 5-12 sentimeter.
Ketua Forum Advokasi Evaluasi Trotoar Cikini yang juga CEO PT Revitalisasi Kota Tua Jakarta Lin Che Wei, Kamis (15/8/2019), mengatakan, Cikini adalah satu dari tiga kawasan bersejarah yang tersisa di Jakarta selain Kota Tua dan Blok M.
Terdapat 30-40 bangunan tua di Cikini yang dibangun selama 1890-1920. Selama ini, penghuni selalu menjaga bangunan tuanya sesuai kaidah bangunan cagar budaya, yang memakan biaya tak sedikit. Tidak ada bantuan pemerintah dalam pemeliharaan bangunan. Dengan upaya warga, Cikini hidup sebagai destinasi wisata, seni, budaya dan kuliner.
Lin menyesalkan pihak kontraktor yang ingin bekerja mudah tanpa mempertimbangkan kelestarian kawasan budaya itu. “Ini kan hanya masalah kontraktor malas ngeruk saja. Kalau sekarang ditinggikan, ke depan akan ada peninggian-peninggian lagi karena alasan pipa dan saluran sudah naik.”
Ia mengatakan, dari kasus peninggian trotoar di Kota Tua dan Pintu Besar Selatan, bangunan-bangunan di sana menjadi sangat tak nyaman dan ditinggalkan penghuni. Lantai bangunan yang lebih rendah dari trotoar antara lain membuat banjir, debu yang tak bisa keluar, dan sirkulasi udara buruk.
“Ada Rumah Abu yang dulu tinggi lantai dengan langit-langit 2 meter sekarang tinggal sekitar 50 sentimeter karena peninggian trotoar berulang-ulang. Gedung Olveh pun mengalami. Sekarang kami harus membuat sampit dan memberi pompa air besar untuk mencegah banjir masuk, dengan biaya sangat tinggi. Setiap kawasan yang mengalami itu pelan-pelan mati,” katanya.
Revitalisasi trotoar di Cikini Raya itu, kata warga, sudah menghilangkan mural yang menjadi bagian dari sejarah kawasan itu. Mural dan penanda jalan itu hasil kerja sama Institut Kesenian Jakarta (IKJ) dengan komunitas Korea. Mural dan plakat yang menandai kerja sama itu dibongkar selama pembangunan trotoar.
Beberapa bangunan tua yang masih terjaga baik di Jalan Cikini Raya di antaranya digunakan untuk Kantor Pos Cikini, PT Independent Research and Advisory Indonesia, Bakoel Koffie, Kedai Tjikini, dan beberapa kedai dan restoran.
“Dulu trotoar di sini bagian bawah tak disemen sehingga air mudah meresap. Tapi kalau sekarang disemen seperti ini, air akan sulit turun,” kata Felencia dari Kekini.
Kepala Kantor Pos Jakarta Pusat Yuli Saputro mengatakan, Kantor Pos Cikini dilestarikan bukan semata untuk tujuan bisnis semata. Kantor Pos itu merupakan penanda sejarah bagi Pos Indonesia serta satu-satunya Kantor Pos yang buka 24 jam di Jakarta.
Revitalisasi trotoar di sana membuat Kantor Pos itu tak memiliki area untuk berhentinya kendaraan pengantar barang. Kondisi ini bisa membuat Kantor Pos tutup jika sangat sepi. “Kami buka 24 jam untuk mengakomodasi para seniman yang berkarya di sekitar ini,” katanya.
Ancaman PKL
Menurut warga yang berkumpul pada Kamis itu, revitalisasi trotoar menjadi lebih lebar itu juga dikhawatirkan rentan pendudukan trotoar oleh pedagang kaki lima (PKL). Apalagi, pendudukan trotoar oleh PKL di Jakarta tak terselesaikan.
Warga juga memprotes pembangunan dan desain trotoar yang tak pernah disosialisasikan kepada mereka sebelumnya. Mereka menuntut trotoar dikembalikan ketinggiannya sampai ketinggian semula, yaitu setara dengan lantai bangunan.
Warga juga meminta kepastian PKL tak menduduki kawasan destinasi seni dan budaya itu.
Christiyono dari pihak kontraktor revitalisasi trotoar Cikini Raya PT SAP, mengatakan, desain awal trotoar sebenarnya tak lebih tinggi dari lantai bangunan-bangunan di Cikini Raya. Namun, ketinggian dinaikkan untuk menyesuaikan dengan ketinggian jalan.
Kepala Seksi Perencanaan Prasarana Jalan dan Utilitas Dinas Bina Marga DKI Jakarta Riri Asnita yang meninjau langsung trotoar pada Kamis menjanjikan akan mencari solusi untuk keluhan warga tersebut.
Sebelumnya, ia menawarkan membangun ramp untuk mencegah air masuk. Namun, usul ini ditolak warga karena artinya peninggian trotoar tetap dipertahankan.
Riri mengatakan, revitalisai trotoar Cikini Raya sesuai dengan rencana tata ruang dan wilayah DKI Jakarta, serta kelanjutan dari revitalisasi di kawasan Tugu Tani. Revitalisasi jalur pedestrian yang memperlebar trotoar itu untuk mendorong warga jalan kaki.
“Kami sudah mulai dari tahap observasi sampai sosialisasi. Setelah itu, kontraktor harus beri info ke warga akan lakukan konstruksi dan minta masukan warga. Semua sudah dilakukan,” katanya.
Ia mengatakan, pihaknya paham area Cikini adalah kawasan cagar budaya. Oleh sebab itu, revitalisasi tetap memperhatikan kebutuhan kawasan seperti parkir di pinggir jalan. Terkait pembongkaran mural dari Cikini Raya, ia mengatakan, pembongkaran itu sudah dikomunikasikan dengan pihak Institut Kesenian Jakarta. Nantinya akan dibuat gantinya.