Masyarakat Kota Batu, Jawa Timur, memperingati Hari Ulang Tahun Ke-74 Kemerdekaan Republik Indonesia, Sabtu (17/8/2019), dengan berbagai cara. Mereka mengibarkan bendera Merah Putih berukuran besar mengadakan upacara di air, hingga membuat gapura burung garuda megah dari daun dan ranting kering.
Oleh
DEFRI WERDIONO
·3 menit baca
BATU, KOMPAS — Masyarakat Kota Batu, Jawa Timur, memperingati Hari Ulang Tahun Ke-74 Kemerdekaan Republik Indonesia, Sabtu (17/8/2019), dengan berbagai cara. Mereka mengibarkan bendera Merah Putih berukuran besar mengadakan upacara di air, hingga membuat gapura burung garuda megah dari daun dan ranting kering.
Di Jembatan Kali Lanang, Desa Pandanrejo, Kecamatan Bumiaji, puluhan remaja yang tergabung dalam Pencinta Alam dan Lingkungan Siswa (Palska) SMK 1 Batu, mengibarkan bendera berukuran 5 meter x 10 meter. Pengibaran dilakukan bersama dengan delapan komunitas pencinta alam dari Batu dan Malang.
”Sebagai anak muda kami merasa bangga sekali. Dengan peralatan seadanya dan latihan yang terbatas bisa mengibarkan bendera sebesar ini. Sebelumnya, pengalaman mengibarkan bendera hanya di sekolah, itu pun di tiang,” ujar Qurota Ayun (17), siswa kelas III SMK 1 Batu, sekaligus Ketua Palska yang ikut dalam proses pengibaran.
Pengibaran bendera dilakukan sejak pukul 06.00 dengan teknik rappelling. Dari atas jembatan mereka turun secara perlahan menggunakan tali sambil mengibarkan bendera. Kegiatan pengibaran dilanjutkan dengan penurunan bendera pada Sabtu sore.
Pembina Ekstrakurikuler SMK 1 Batu Abednego mengatakan, alasan pemilihan lokasi pengibaran didasarkan pada pertimbangan bahwa Jembatan Kali Lanang merupakan jalan raya dan dekat dengan Kota Batu. Berdasarkan pengalaman tahun-tahun sebelumnya, pembentangan bendera ukuran besar dilakukan di lereng Gunung Panderman.
Tahun ini, pembentangan bendera di lereng Panderman ditiadakan karena lokasinya bekas terbakar sekitar satu bulan lalu.
”Biasanya, pengibaran dilakukan bersama-sama di lereng Panderman. Namun, karena lereng Panderman habis terbakar dan setelah disurvei tidak layak akhirnya kegiatan di tempat itu untuk tahun ini ditiadakan,” kata Abednego.
Ini momentum spesial. Gawe besarnya sudah selesai, sekarang bagaimana kita bisa merekondisi situasi dan hubungan antaranak bangsa supaya lebih erat lagi. Semangat nasional tumbuh lagi bersama-sama.
Meski pembentangan bendera di lereng Panderman tidak dilakukan, lanjut Abed, semangat mereka dalam merayakan peringatan Hari Kemerdekaan masih tetap sama. ”Yang penting aman dulu karena di Panderman keamanannya kurang akibat habis terbakar,” katanya.
Ardianto selaku Koordinator Ekstrakurikuler SMK 1 Batu mengatakan, peringatan Hari Kemerdekaan RI tahun ini terasa berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya. Ada satu semangat kebersamaan setelah rakyat Indonesia mengikuti pesta demokrasi beberapa bulan lalu.
”Ini momentum spesial. Gawe besarnya sudah selesai sekarang bagaimana kita bisa merekondisi situasi dan hubungan antaranak bangsa supaya lebih erat lagi. Semangat nasional tumbuh lagi bersama-sama,” ujarnya.
Pada saat bersamaan, puluhan warga yang tergabung dalam komunitas Nawakalam-organisasi pemuda setempat yang peduli akan lingkungan—kembali menyelenggarakan upacara di Sumber Air Gemulo, di Desa Sidomulyo. Lokasi sumber air dipilih sekaligus untuk mengingatkan pemerintah daerah agar peduli dengan lingkungan.
”Setiap tahun upacara di lokasi ini dilakukan oleh masyarakat sebagai bentuk kepedulian atas ruang hidup, sumber air dalam penataan ruang yang ramah lingkungan. Kami berharap pemerintah daerah tidak menggadaikan kehidupan masa depan dengan bangunan-bangunan yang tidak menghidupi,” ujar Teguh, salah satu peserta upacara.
Sementara itu, di sudut lain Desa Sidomulyo, sebuah gapura berbentuk Garuda Pancasila megah berdiri di jalan masuk Dusun Rembug. Gapura berukuran tinggi 5 meter dan lebar 6 meter itu dibuat dari ranting dan pelepah pinang kering serta benda daur ulang lainnya. Gapura dibuat secara gotong royong untuk menyambut Hari Ulang Tahun Ke-74 Kemerdekaan RI sekaligus diikutsertakan dalam lomba gapura tingkat nasional.
”Semua warga dilibatkan dalam pembuatannya. Mereka dibagi berdasarkan sif setiap RT. Tiap tahun kami selalu membuat, hanya temanya beda-beda,” ujar Novendriansyah (35), salah satu warga.