Program pembangunan wilayah bagian timur Indonesia, termasuk Maluku, yang mulai gencar dikerjakan pada era Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla didorong segera dituntaskan. Meski sudah banyak pencapaian, masih banyak pekerjaan rumah yang menanti diselesaikan.
Oleh
FRANSISKUS PATI HERIN
·3 menit baca
AMBON, KOMPAS — Program pembangunan wilayah bagian timur Indonesia, termasuk Maluku, yang mulai gencar dikerjakan pada era Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla didorong segera dituntaskan. Meski sudah banyak pencapaian, masih banyak pekerjaan rumah yang menanti diselesaikan.
Demikian inti harapan sejumlah masyarakat Maluku yang dihimpun Kompas menyambut peringatan Hari Ulang Tahun ke-74 Republik Indonesia, Sabtu (17/8/2019).
Nicko Ngeljaratan, tokoh masyarakat Kabupaten Kepulauan Tanimbar, mengatakan, masyarakat di kabupaten itu mengapresiasi pemerintah pusat yang telah membangun Jembatan Wear Arafura sepanjang 323 meter yang menghubungkan Pulau Yamdena dan Pulau Larat. Proyek senilai Rp 123 miliar itu diresmikan awal Januari 2019. ”Sekarang, akses transportasi antara dua pulau itu sudah lancar,” ujarnya.
Selain itu, program lain yang diapresiasi ialah tol laut. Program bagi wilayah timur Indonesia tersebut bertujuan menekan disparitas harga barang di daerah. Lewat tol laut, pemerintah memberikan subsidi angkutan barang kebutuhan pokok dan barang penting lain.
Kendati demikian, tujuan tol laut tersebut belum sepenuhnya tercapai. Harga barang di daerah yang disinggahi kapal tol laut seperti Saumlaki, Kabupaten Kapulauan Tanimbar, masih tinggi. Pelayaran kapal tol laut juga sering terlambat. Padahal, program tersebut sudah dikerjakan sejak awal 2016. ”Ini mungkin perlu diperhatikan ke depan,” ujar Nicko.
Tokoh agama di Pulau Selaru, Pendeta Frits Salaken, juga menyampaikan terima kasih kepada pemerintah pusat yang telah membangun jalan lintas di pulau yang berbatasan langsung dengan Australia itu. Listrik di pulau berpenduduk sekitar 5.000 jiwa itu juga sudah beroperasi 24 jam. Ia mengakui, wajah Selaru perlahan mulai berubah.
”Kami berharap, pembangunan jalan segera dituntaskan,” ujarnya. Dari 76 kilometer panjang jalan di pulau itu, baru 22 kilometer yang dikerjakan.
Jika jalanan selesai dikerjakan, ekonomi di pulau tersebut diyakini semakin bergairah. Pulau Selaru merupakan penghasil ikan dan rumput laut untuk Kabupaten Kepulauan Tanimbar. Hasil laut itu kebanyakan dikirim ke Pulau Jawa.
Untuk sektor ekonomi kreatif, Selaru yang terdiri atas tujuh desa menjadi lumbung tenun ikat. Di Maluku, tenun ikat sebagian besar diproduksi di Selaru. Tenun ikat yang disebut tenun Tanimbar itu sudah lama mendunia.
Harapan serupa datang dari nelayan di Maluku yang merasa belum merdeka. Kendati tinggal di wilayah dengan potensi perikanan terbanyak di Tanah Air, yakni 3 juta ton per tahun, sebagian besar nelayan masih hidup di bawah garis kemiskinan. Dari 150.000 rumah tangga nelayan, hanya 10 persen yang sudah dibantu.
”Berharap bantuan yang diberikan tepat sasaran,” ujar Asril Tawainela, nelayan asal Desa Tulehu, Kabupaten Maluku Tengah.
Asril dan banyak nelayan di Maluku kesulitan menerima bantuan dan mengakses pinjaman dari bank. Mereka terpaksa meminjam uang dari tengkulak dengan bunga hingga 10 persen per bulan. Ada juga nelayan yang mendapat bantuan, tetapi tidak sesuai kondisi alam. Nelayan di pesisir Nusaniwe, Ambon, diberi bantuan perahu dayung bercadik. Namun, perahu itu tak mampu menghadang gelombang.
Gubernur Maluku Murad Ismail, dalam sambutan tertulis yang disebarkan bagian Humas Pemprov Maluku, optimistis Maluku yang kini menghuni peringkat keempat provinsi termiskin di Indonesia akan bangkit. Ia mengajak masyarakat Maluku untuk bekerja bersama memajukan daerah.
Maluku memiliki modal besar untuk keluar dari jurang kemiskinan. Alam Maluku menyediakan banyak potensi rempah di darat dan ikan di laut. Ekonomi Maluku juga mulai bergairah lewat sektor pariwisata yang terus digenjot.