Tidak Hanya Pemindahan, tetapi Juga Instrumen Kebijakan untuk Kemajuan
Pemindahan ibu kota negara ke Pulau Kalimantan tidak serta-merta akan menjamin pemerataan pembangunan dan kesejahteraan ke kawasan timur. Hal yang mendasar untuk pemerataan adalah instrumen kebijakan di bidang otonomi daerah, desentralisasi ekonomi, dan investasi.
Oleh
FX Laksana Agung Saputra dan Karina Isna Irawan
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pemindahan ibu kota negara ke Pulau Kalimantan tidak serta-merta akan menjamin pemerataan pembangunan dan kesejahteraan ke kawasan timur. Hal yang mendasar untuk pemerataan adalah instrumen kebijakan di bidang otonomi daerah, desentralisasi ekonomi, dan investasi.
”Saya sangat mendukung pemindahan ibu kota negara ke daerah timur. Tapi, pemindahan ke Kalimantan tidak lalu serta-merta menjamin pemerataan pembangunan untuk kawasan Indonesia timur,” kata Direktur Eksekutif Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah Robert Endi Jaweng, di Kabupaten Bekasi, Minggu (18/8/2019).
Pemindahan ibu kota negara ke Kalimantan, menurut Endi, akan memberikan dampak ekonomi secara langsung ke daerah-daerah di sekitar lokasi baru. Namun, untuk Papua, Nusa Tenggara Timur, Nusa Tenggara Barat, Maluku, dan pulau-pulau lain di kawasan timur, sulit mengharapkan dampak ekonomi serupa.
Di mana pun ibu kota negaranya, kalau untuk pemerataan pembangunan, sebenarnya yang paling penting adalah instrumen kebijakannya, yakni kebijakan otonomi daerah, desentralisasi fiskal, dan kebijakan investasi.
Selama ini Pulau Jawa menyumbang 58-60 persen dari total produk domestik bruto nasional. Adapun Pulau Sumatera menyumbang 21-22 persen. Sementara kawasan tengah dan timur hanya menyumbang sisanya, yakni 21 persen. Ini terbagi di sejumlah pulau besar dan pulau kecil. Kawasan timur saja, sumbangannya adalah yang terkecil.
Rencana pemindahan ibu kota negara ke Kalimantan disampaikan Presiden Joko Widodo pada Pidato Kenegaraan Hari Ulang Tahun Ke-74 Kemerdekaan Republik Indonesia di depan Sidang Bersama DPR di Jakarta, Jumat (16/8/2019) pagi. Hal ini disampaikan pada bagian paling akhir pidatonya.
Pada kesempatan yang bersejarah ini, dengan memohon rida Allah SWT, dengan meminta izin dan dukungan dari Bapak-Ibu anggota Dewan yang terhormat, para sesepuh dan tokoh bangsa, terutama dari seluruh rakyat Indonesia, dengan ini saya mohon izin untuk memindahkan ibu kota negara kita ke Pulau Kalimantan.
Ibu kota, Presiden melanjutkan, bukan hanya simbol identitas bangsa. Namun, ibu kota juga merupakan representasi kemajuan bangsa. ”Ini demi terwujudnya pemerataan dan keadilan ekonomi. Ini demi visi Indonesia Maju. Indonesia yang hidup selama-lamanya,” kata Presiden.
Siangnya, di tempat yang sama, Presiden mengelaborasi rencana pemindahan ibu kota negara tersebut saat menyampaikan Keterangan Pemerintah atas Rancangan Undang-Undang tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara 2020 beserta nota keuangannya. Pengurangan ketimpangan antarwilayah menjadi salah satu fokus belanja negara RAPBN 2020.
Selama ini, menurut Presiden, denyut kegiatan ekonomi masih terpusat di Jakarta dan Pulau Jawa. Hal ini menyebabkan Pulau Jawa terlalu padat. Pada saat yang sama, kegiatan ekonomi yang terlalu terpusat di Jakarta dan Pulau Jawa juga menciptakan ketimpangan antara Jawa dan pulau-pulau di luar Jawa. Tanpa upaya serius mengatasinya, ketimpangan akan semakin parah.
Dalam konteks inilah, Presiden melanjutkan, rencana pemindahan ibu kota ke Pulau Kalimantan diletakkan. Tujuannya adalah mendorong pertumbuhan ekonomi baru serta memacu pemerataan dan keadilan ekonomi di luar Jawa.
Ibu kota baru dirancang tidak hanya sebagai simbol identitas, tetapi juga representasi kemajuan bangsa, dengan mengusung konsep modern, smart, and green city, memakai energi baru dan terbarukan, tidak bergantung pada energi fosil.
Dalam hal pembiayaan pemindahan ibu kota negara, Presiden berjanji akan menggunakan APBN sekecil mungkin. Adapun pembiayaan utamanya akan diupayakan dari swasta, BUMN, dan skema kerja sama pemerintah badan usaha (KPBU).
Tunggu desain akhir
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, dalam konferensi pers Nota Keuangan dan RAPBN 2020, menyatakan, kebutuhan anggaran pemindahan ibu kota belum masuk dalam RAPBN 2020. Pertimbangannya, pemindahan masih dalam tahap perencanaan. Dengan demikian, anggaran riil yang diperlukan masih akan menunggu desain akhir.
Sementara kebutuhan anggaran untuk tahap awal pemindahan, menurut Sri Mulyani, tidak besar. Untuk itu, Kementerian Keuangan menyiapkan anggarannya dalam mekanisme anggaran untuk prioritas nasional yang perlu dibiayai. Kategori program prioritas nasional itu di antaranya memiliki dampak berganda dan memiliki tujuan strategis.
Pada kesempatan yang sama, Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional Bambang PS Brodjonegoro menyatakan, investasi yang dibutuhkan untuk pemindahan ibu kota negara adalah Rp 485 triliun selama 2020-2024. APBN direncanakan akan mendanai Rp 93 triliun.
Pada kesempatan yang sama, Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional Bambang PS Brodjonegoro menyatakan, investasi yang dibutuhkan untuk pemindahan ibu kota negara adalah Rp 485 triliun selama 2020-2024. APBN direncanakan akan mendanai Rp 93 triliun.
Sumber pembiayaan dari APBN tersebut, Bambang melanjutkan, tidak akan berasal dari penerimaan pajak atau penerimaan negara bukan pajak. Namun, sumbernya adalah kerja sama pemanfaatan aset, baik yang berlokasi di ibu kota baru maupun di daerah sekitar DKI Jakarta.
Tentang kepastian lokasi tujuan pemindahan ibu kota, menurut Bambang, akan diumumkan pada akhir tahun ini. Sejalan dengan itu, tahun ini difokuskan untuk persiapan penyusunan rencana induk, desain perkotaan, dan kerangka hukum yang antara lain berkaitan dengan status pembebasan tanah. Alokasi anggarannya bersumber dari anggaran Bappenas dan Kementerian PUPR.