Selama hampir lima tahun pemerintahan Presiden Joko Widodo, Nawacita keenam merupakan program yang paling sering mendapat porsi lebih dibandingkan dengan Nawacita lainnya dalam pidato kenegaraan. Kini, fokus yang ditekankan ialah persoalan sumber daya manusia dan regulasi. Indonesia harus mempersiapkan diri dalam menghadapi persaingan global yang makin sengit.
Setiap jelang peringatan Hari Kemerdekaan 17 Agustus, presiden menyampaikan pidato kenegaraan pada tiga kesempatan, yaitu pidato di Sidang Tahunan MPR RI, Sidang Bersama DPR, dan DPD, serta Rapat Paripurna DPR. Tahun ini merupakan pidato terakhir Presiden Joko Widodo untuk masa pemerintahan 2014-2019.
Dari ketiga pidato tersebut, pidato kedua lebih kuat menyampaikan visi Presiden untuk bangsa. Dengan pendekatan Nawacita, yakni rumusan visi pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla pada 2014-2019, Litbang Kompas menemukan pidato tahun 2015, 2016, 2018, dan 2019 lebih banyak menyoal agenda keenam Nawacita, yakni peningkatan produktivitas rakyat dan daya saing di pasar internasional. Hanya dalam pidato pada 2017, Presiden Jokowi fokus pada Nawacita pertama, yakni menghadirkan negara untuk melindungi bangsa.
Pada pidato Jumat, 16 Agustus 2019, paparan yang disampaikan Presiden Jokowi bergeser pada pengembangan sumber daya manusia (SDM) yang masuk Nawacita keenam, serta penyederhanaan regulasi serta birokrasi yang masuk Nawacita kedua, yakni terkait tata kelola pemerintahan bersih.
Dalam pidato selama 30 menit 43 detik, Presiden Jokowi terlebih dahulu memaparkan tantangan sekaligus peluang yang dihadirkan globalisasi, seperti makin terbukanya informasi dan persaingan. Untuk itu, Indonesia harus melakukan lompatan agar bisa melampaui negara-negara lain. Caranya melalui pembentukan SDM yang berkualitas.
Persoalan SDM mengambil porsi 23,8 persen dari total 42 paragraf isi pidato. Kata SDM disebut 14 kali. Presiden Jokowi menyampaikan untuk melakukan terobosan dan menjadi bangsa yang maju dibutuhkan SDM unggul. SDM unggul akan membuat Indonesia keluar dari kutukan sumber daya alam (SDA). Kutukan SDA dapat dipatahkan dengan hilirisasi industri sehingga dapat menaikkan nilai tambah, yang hanya bisa dilakukan jika SDM-nya unggul. Peningkatan SDM juga sesuai dengan momen bonus demografi yang akan dialami Indonesia 2021-2024.
SDM unggul yang dimaksud setidaknya memiliki kriteria berbudi pekerti luhur, berkarakter kuat, toleran, jujur, berhati Indonesia, berideologi Pancasila, berakhlak mulia, pekerja keras, dan berdedikasi. Kualitas SDM seperti itu bisa diraih melalui penyelenggaraan pendidikan dan pemanfaatan teknologi yang baik.
Pendidikan dan teknologi menjadi dua kata kunci yang juga sering muncul. Pendidikan disebutkan sembilan kali dalam konteks pembenahan lembaga, peran keluarga, dan pembumian kembali budaya bangsa dalam pendidikan.
Sementara itu, teknologi disebut delapan kali. Teknologi dan pengetahuan harus dimanfaatkan untuk mendahului bangsa lain. Selain dalam konteks SDM, kata teknologi juga ditemukan dalam konteks penyederhanaan regulasi dan reformasi birokrasi.
Penyederhanaan regulasi dan reformasi birokrasi terangkum dalam 21,4 persen dari total paragraf isi. Usaha penyederhanaan itu dianggap dapat dipercepat dengan hadirnya teknologi, seperti komputer dan kecerdasan buatan. Teknologi didorong untuk digunakan dalam memangkas rantai panjang tata manajemen hingga menghasilkan regulasi yang tertata dan birokrasi yang akuntabel. Tujuan akhirnya ialah pelayanan maksimal kepada masyarakat.
Pidato ke pidato
Kecuali tahun 2017, pembahasan Nawacita keenam selalu mendominasi. Jumlah kata-kata yang merujuk pada agenda itu antara lain ekonomi/perekonomian, investasi, pembangunan, dan infrastuktur. Pada 2015, Nawacita keenam mengambil bagian 28,6 persen dari konten pidato. Pada 2016 mencapai 30,7 persen dan meningkat lagi pada 2018 menjadi 35,9 persen. Pada 2017, Nawacita keenam mengambil porsi 17,6 persen.
Pada 14 Agustus 2015, saat belum genap setahun menjabat, Presiden Jokowi menyampaikan pemerintah akan mengupayakan perubahan paradigma ekonomi dari yang bersifat konsumtif ke produktif. Pemerintah akan difokuskan pada pembangunan infrastruktur. Jumlah kata ekonomi atau perekonomian diucapkan 28 kali. Hingga kini, jumlah tersebut ialah yang terbanyak sepanjang pidato kenegaraan Presiden Jokowi.
Percepatan pembangunan semakin kental dibahas pada pidato tahun 2016 (16/8/2016). Kata pembangunan diucapkan 36 kali dengan fokus pada pembangunan infrastruktur, seperti jalan tol, kereta api/MRT, rumah sakit, dan Palapa Ring. Pembangunan SDM juga sedikit disinggung terkait peningkatan kesehatan.
Dalam pidato kenegaraan Presiden Jokowi yang ketiga pada 16 Agustus 2017, pembangunan difokuskan untuk pemerataan ekonomi di tengah tekanan ekonomi global. Isu ekonomi yang disampaikan pada pidato tahun 2017 tersebut menjadi fokus kedua setelah pembahasan terkait Nawacita pertama. Isu beralih pada Nawacita pertama yang dapat diidentifikasi dari kata kunci seperti pertahanan, keamanan, ketertiban, diplomasi, dan konflik. Pada 2017, Nawacita pertama mengambil porsi terbanyak (20,5 persen).
Kini, pidato kelima Jokowi kembali menyuratkan pembenahan kualitas SDM dan birokrasi agar Indonesia dapat melompat mendahului bangsa lain. Namun, fokusnya tidak lagi pada ekonomi dan pembangunan infrastruktur yang selama ini mendominasi. Hasil pembangunan saat ini akan dibarengi peningkatan kualitas manusianya. Sebab, mengutip Presiden Jokowi, ”Lambat asal selamat tidak lagi relevan, yang kita butuhkan adalah cepat dan selamat.”
(Arita Nugraheni/ Litbang Kompas)