JAKARTA, KOMPAS – Usulan tentang amandemen Undang-Undang Dasar 1945 bertujuan antara lain meningkatkan otoritas MPR, DPR, dan DPR dalam sistem ketatanegaraan. Hal ini terungkap dalam pidato Ketua MPR Zulkifli Hasan pada Peringatan Hari Konstitusi dan Seminar Nasional bertema, ”Evaluasi Pelaksanaan UUD 1945” di Jakarta, Minggu (18/08/2019).
Zulkifli menyatakan, setelah hampir 17 tahun sejak amandemen ke-4, UUD 1945 dihadapkan pada perkembangan nilai-nilai masyarakat yang tumbuh dan berkembang. Dengan demikian, kondisi ini perlu menjadi pertimbangan untuk melakukan amandemen UUD 1945.
Perlunya amandemen UUD 1945 tersebut, menurut Zulkifli, sudah dirasakan MPR periode 2009-2014. Oleh sebab itu, rekomendasinya diteruskan kepada MPR periode 2014-2019 untuk dilanjutkan.
”Yaitu perlunya amandemen UUD 1945 serta merekomendasikan untuk menghadirkan sistem perencanan pembangunan nasional model GBHN. Melalui pengkajian yang mendalam, fraksi-fraksi dan kelompok DPD di MPR telah bersepakat untuk mengembalikan wewenang MPR dalam menetapkan GHBN melalui perubahan terbatas UUD 1945,” kata Zuliklfi.
GBHN yang ditetapkan MPR, Zulkifli menjelaskan, merupakan terjemahan pertama dari muatan UUD 1945 yang berfungsi sebagai pedoman bagi seluruh penyelenggara negara dalam melaksanakan wewenang yang diberikan oleh UUD 1945. Penyelenggara negara yang dimaksud meliputi ekskeutif, legislatif, dan yudikatif.
Zulkifli juga menyebut empat rekomendasi lainnya. Pertama adalah penataan kewenengan MPR dan DPD. Kewenangan DPD diharapkan memiliki arti yang strategis sehingga keberadaannya benar-benar bisa dirasakan manfaatnya oleh daerah.
Kedua adalah penataan kekuasaan kehakiman. Ketiga, penataan sistem presidensial. Di antaranya adalah kewajiban presiden untuk mendapatkan persetujuan atau pertimbangan dari DPR dalam hal pengangkatan jabatan-jabatan tertentu.
Keempat adalah melakukan penataan peraturan perundang-undangan. Pedomannya adalah Pancasila sebagai sumber dari segala sumber hukum.
Sampai di penghujung akhir masa jabatan MPR, Zulkifli menambahkan, rekomenasi MPR 2009-2014 belum bisa diwujudkan melalui perubahan ke-5 UUD 1945. Ini karena tidak terpenuhinya pasal 37 UUD 1945 dan tata tertib MPR yang membatasi.
”Usul pengubahan UUD 1945 tidak dapat diajukan dalam 6 bulan sebelum berakhirnya masa keanggotaan MPR. Ini sudah lewat. Jadi tidak mungkin. Untuk itu, MPR 2014-2019 akan merekomendasikan MPR masa jabatan 2019-2024 utk mewujudkan perubahan kelima atau perubahan terbatas,” kata Zulkifli.
Rekomendasi yang diajukan MPR 2014-2019, menurut Zulkifli, sudah dilengkapi dengan kajian mendalam berikut rekomendasi perubahan pasal per pasal. ”Ada buku dan bahannya,” kata Zulilfi.
Tidak Diubah
Pada kesempatan yang sama, Wakil Presiden Jusuf Kalla, menyatakan, UUD 1945 sebagai kontitusi sudah mengalami amandemen empat kali. Beberapa pasal sudah diubah. Bagian yang tidak berubah adalah mukadimah atau pembukaan.
”Karena mukadimah itu memuat dasar dan tujuan kita bernegara dan berbangsa. Dasarnya adalah Pancasila. Tujuannya adalah negara yang adil dan makmur melalui mencerdaskan bangsa, memajukan kesejahteraan umum, dan ikut serta dalam perdamiana dunia. Itu tidak berubah. Tidak ada yang berani. Dan tidak perlu dirubah, dasar dan tujuan. Yang berubah adalah di tengahnya, ayat2nya,” kata Kalla.
Pasal-pasal, menurut Kalla, bisa berubah karena isinya adalah struktur, sistem, dan mekanisme berbangsa dan bernegara dalam mencapai tujuan. Stuktur, sistem, dan mekanisme bisa berubah sesuai kondisi mutakhir. ”Itu dinamis sesuai kondisi yang ada. Ini yang namanya konstitusi yang hidup,” kata Kalla.
Bicara konstitusi, Kalla menambahkan, maka tidak bisa tidak bicara Pancasila sebagai dasar negara. Terpenting dari Pancasila adalah pelaksanaannya.
”Untuk itu perlu dihayati. UNtuk dihayati perlu dipahami. UNtuk dipahami, harus sederhana. Karena kalau tidak sederhana sulit untuk dipahami. Karena itu, Pancasila tidak perlu diseminarkan terus-menerus. Pancasila sudah cukup jelas,” kata Kalla.
Editor:
Bagikan
Kantor Redaksi
Menara Kompas Lantai 5, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
Tlp.
+6221 5347 710
+6221 5347 720
+6221 5347 730
+6221 530 2200
Kantor Iklan
Menara Kompas Lantai 2, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.