Target pertumbuhan penerimaan pajak dalam RAPBN 2020 sebesar 13,3 persen dinilai tidak realistis di tengah berlanjutnya tren perlambatan ekonomi global dan domestik.
Oleh
Dimas Waraditya Nugraha
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Target pertumbuhan penerimaan pajak dalam RAPBN 2020 sebesar 13,3 persen dinilai tidak realistis di tengah berlanjutnya tren perlambatan ekonomi global dan domestik. Kenaikan target ini disinyalir merupakan hasil perhitungan matematis untuk menambal penurunan penerimaan negara bukan pajak.
Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Tauhid Ahmad, Senin (19/8/2019), di Jakarta, menilai tidak ada faktor fundamental yang dapat mendorong lonjakan penerimaan pajak hingga mencapai dua digit. Menurut dia, besaran target pertumbuhan penerimaan pajak bisa dikatakan sebagai kesalahan strategi di tengah perlambatan ekonomi global.
”Pengusaha butuh relaksasi perpajakan, tetapi pemerintah justru mengejar kenaikan target PPN (Pajak Pertambahan Nilai) dan PPh (Pajak Penghasilan) nonmigas,” ujar Tauhid.
Dalam RAPBN 2020, pemerintah menargetkan penerimaan pajak mencapai Rp 1.861,76 triliun. Capaian ini tumbuh 13,3 persen dari proyeksi penerimaan pajak 2019 yang mencapai Rp 1.643,08 triliun. Adapun penerimaan pajak sepanjang 2018 tercatat mencapai Rp 1.472,9 triliun, yang artinya pertumbuhan penerimaan pajak tahun ini berpotensi mencapai 11,5 persen.
Tauhid mengatakan, kenaikan target penerimaan pajak tidak sejalan dengan semangat relaksasi fiskal untuk mendorong investasi dan konsumsi dalam negeri. Jika target 13 persen dikejar tanpa perubahan skenario pendapatan negara, industri dikhawatirkan justru akan mengurangi produksi sehingga membebani pertumbuhan ekonomi nasional.
”Di sisi lain, sederet insentif pajak, seperti super deductible tax dan minitax holiday, hanya dapat dijangkau oleh industri besar yang punya litbang sendiri. Industri berskala kecil dan menengah yang justru nantinya akan terbebani dengan target tinggi pemerintah dalam meningkatkan pajak,” ujarnya.
Insentif berupa super deductible tax diberikan bagi industri yang menjalankan kegiatan vokasi serta penelitian dan pengembangan di dalam negeri sehingga berimplikasi pada peningkatan kualitas sumber daya manusia Tanah Air. Adapun program insentif minitax holiday menyasar industri dengan nilai investasi minimal Rp 500 miliar.
Tauhid menilai, tercatatnya pertumbuhan penerimaan pajak pada RAPBN 2020 tidak lebih dari sekadar perhitungan matematis untuk menambal penurunan penerimaan negara bukan pajak (PNBP).
Perlambatan ekonomi global membuat PNBP dalam RAPBN 2020 diproyeksikan hanya sebesar Rp 359,3 triliun, yang berarti menurun 7 persen dibandingkan dengan proyeksi APBN 2019 yang mencapai Rp 386,3 triliun. Tercatat pada 2018, realisasi PNBP mencapai Rp 409,3 triliun.
”Batas aman pertumbuhan pajak bisa dihitung dari pertumbuhan ekonomi, ditambah inflasi, dan ditambah biaya eksternal lain. Berdasarkan ketiga komponen ini, target pertumbuhan pajak ideal tahun 2020 berada di kisaran 10 persen-11 persen,” ujarnya.
Tidak wajar
Vice Director Indef Eko Listiyanto menyoroti pertumbuhan ekonomi yang dipatok berada pada tingkat 5,3 persen dalam RAPBN 2020. Menurut dia, target pertumbuhan yang cenderung stagnan dibandingkan dengan proyeksi pertumbuhan tahun ini tidak wajar mengingat target penerimaan dan belanja mengalami peningkatan.
”Kenaikan target penerimaan dan belanja seharusnya diiringi dengan naiknya target angka pertumbuhan ekonomi, sedangkan target pertumbuhan Indonesia tidak jauh berbeda dengan outlook tahun ini sebesar 5,2 persen,” ucapnya.
Pemerintah meningkatkan target pendapatan negara pada 2020 menjadi sebesar Rp 2.221,5 triliun, tumbuh 9,4 persen dari proyeksi 2019. Sementara target belanja negara pada 2020 dipatok sebesar Rp 2.528,77 triliun, tumbuh 7,99 persen dari proyeksi 2019.
Menurut Eko, jika target penerimaan dipatok lebih tinggi, seharusnya pemerintah harus berani menargetkan angka pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi juga. Pasalnya, mobilisasi pendapatan negara dilakukan baik dalam bentuk optimalisasi penerimaan perpajakan maupun reformasi PNBP.