MPR periode 2014-2019 merekomendasikan kepada MPR periode 2019-2024 untuk mewujudkan amendemen konstitusi. Agar tak jadi bola liar, wacana amendemen mesti dikaji dengan melibatkan masyarakat dan diikat oleh komitmen politik.
JAKARTA, KOMPAS Konstitusi yang dirumuskan para pendiri bangsa dimaksudkan untuk dilaksanakan guna membatasi kekuasaan. Dengan demikian, kesewenang-wenangan dalam penyelenggaraan negara diharapkan tidak terjadi.
Perkembangan di masyarakat memunculkan kebutuhan adanya amendemen agar isi konstitusi tetap relevan menjawab tantangan zaman. Namun, wacana amendemen itu mesti dikaji secara mendalam dan melibatkan seluruh lapisan masyarakat sehingga hasilnya optimal. Komitmen politik juga dibutuhkan agar amendemen tidak menjadi bola liar.
Salah satu wacana amendemen yang belakangan muncul adalah untuk menghadirkan sistem perencanaan pembangunan nasional seperti yang pada masa lalu hadir dengan Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN). Hal itu dinilai dibutuhkan untuk menjamin kesinambungan pelaksanaan pembangunan.
”Melalui pengkajian yang mendalam, fraksi-fraksi dan kelompok DPD di MPR telah bersepakat untuk mengembalikan wewenang MPR dalam menetapkan GHBN melalui perubahan terbatas UUD 1945,” kata Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) Zulkifli Hasan, Minggu, dalam peringatan Hari Konstitusi dan seminar nasional bertema ”Evaluasi Pelaksanaan UUD 1945” di Kompleks Parlemen, Jakarta, Minggu (18/8/2019).
Hadir dalam acara ini antara lain Wakil Presiden Jusuf Kalla dan Ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Oesman Sapta Odang. Menurut Kalla, amendemen konstitusi dimungkinkan selama tidak dilakukan terhadap Mukadimah (Pembukaan UUD 1945). Pasalnya, dalam mukadimah termuat dasar dan tujuan bernegara Indonesia, yaitu adil dan makmur melalui proses mencerdaskan bangsa, memajukan kesejahteraan umum, dan ikut serta dalam perdamaian dunia.
Kalla juga menegaskan, konstitusi yang dirumuskan para pendiri bangsa adalah untuk dilaksanakan. ”Saya berharap kita memaknai (konstitusi) sesuai apa adanya. Bung Karno tidak merumuskan konstitusi untuk diseminarkan, tetapi untuk dilaksanakan,” ujarnya.
Rekomendasi
Zulkifli menyatakan, MPR periode 2014-2019 akan merekomendasikan kepada MPR 2019-2024 agar mewujudkan perubahan kelima atau amendemen terbatas konstitusi. Amendemen yang direkomendasikan tidak hanya tentang GBHN.
Materi lainnya terkait penataan kewenangan MPR dan DPD sehingga keberadaan kedua lembaga itu bisa semakin dirasakan manfaatnya oleh masyarakat, dan penataan sistem presidensial yang antara lain tentang kewajiban presiden untuk mendapatkan persetujuan atau pertimbangan dari DPR dalam hal pengangkatan jabatan tertentu.
Hal lain yang direkomendasikan adalah tentang penataan kekuasaan kehakiman dan penataan peraturan perundang-undangan dengan pedoman Pancasila sebagai sumber dari segala sumber hukum. Rekomendasi yang diajukan MPR 2014-2019, lanjut Zulkifli, sudah dilengkapi dengan kajian mendalam berikut rekomendasi perubahan pasal per pasal.
Menurut Zulkifli, rekomendasi ini dilakukan karena MPR 2014-2019 yang masa kerjanya kurang dari 1,5 bulan lagi tidak berhasil melakukan amendemen. Amendemen dapat diajukan paling lambat enam bulan sebelum berakhirnya masa keanggotaan MPR.
Sementara itu, Ketua DPR Bambang Soesatyo meminta agar wacana amendemen UUD 1945 dikaji dahulu secara lebih mendalam dan terbuka dengan melibatkan semua pemangku kepentingan. Dengan demikian, keputusan terkait wacana amendemen menjadi keputusan tepat dan membawa manfaat bagi bangsa dan negara.
Sekretaris Jenderal Partai Gerindra Ahmad Muzani menuturkan, pimpinan partai politik juga perlu membuat komitmen untuk membatasi poin amendemen hanya untuk mengembalikan GBHN. Melihat dinamika politik saat ini, kata Muzani, komitmen itu belum bisa dipastikan.
Sekretaris Jenderal Partai Keadilan Sejahtera Mustafa Kamal juga menilai amendemen sebaiknya dibatasi untuk menghidupkan GBHN. Menurut dia, GBHN masih dibutuhkan untuk menjawab persoalan pembangunan jangka panjang yang selama ini tidak berkesinambungan.
”Tetapi kita harus hati-hati dan jangan reaktif karena semangat reformasi harus tetap kita pelihara,” katanya. Sekretaris Jenderal PDI-P Hasto Kristiyanto menegaskan, amendemen tidak akan mengubah tata cara pemilihan presiden dan wakil presiden yang kini dipilih langsung oleh rakyat. (AGE/REK/NIA/MTK/LAS)