Wali Kota Surabaya: Tidak Betul Mahasiswa Papua Diusir
Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini menjelaskan, yang terjadi di asrama mahasiswa Papua di Surabaya, Sabtu (17/8/2019), adalah tindakan aparat keamanan karena ada penurunan bendera Merah Putih di asrama tersebut.
Oleh
Sharon Patricia
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini membantah kabar adanya pengusiran mahasiswa asal Papua dari asrama mahasiswa Papua di Surabaya. Meski demikian, Risma meminta maaf jika memang ada kesalahan Pemerintah Kota Surabaya dalam insiden di asrama Papua, Sabtu (17/8/2019).
Risma menyampaikan hal ini usai pelantikan dirinya sebagai Ketua DPP PDI-P, di Jakarta, Senin (19/8/2019).
Risma menjawab pertanyaan wartawan atas insiden di asrama mahasiswa Papua di Surabaya, Sabtu (17/8/2019). Seperti diketahui, insiden kemudian ”dibalas” dengan tindakan anarkistis di sejumlah daerah di Papua dan Papua Barat hari ini. Aksi anarkistis disebut sebagai balasan atas aksi pengusiran mahasiswa di Surabaya.
”Kalau disampaikan bahwa anak-anak Papua diusir dari Surabaya itu tidak betul. Kabag Humas saya ini dari Papua, dia ada di bawah, jadi itu dari Papua, dan beberapa camat dan pejabat saya dari Papua, jadi (pengusiran) itu tidak betul,” kata Risma.
”Kalau (pengusiran) itu terjadi mestinya pejabat saya yang duluan tetapi pejabat saya masih bekerja dan seluruh mahasiswa yang ada dari Papua juga masih normal (beraktivitas),” tambahnya.
Apalagi, dia menceritakan bahwa dirinya telah diangkat warga Papua menjadi mama Papua.
”Saya juga diangkat oleh warga Papua menjadi mama Papua. Mari sekali lagi kita jaga, kita akan rugi semua, sayang sekali selama ini sudah kita bangun semuanya dengan susah payah kemudian hancur begitu saja hanya karena emosi kita,” ujar Risma.
Menurut dia, insiden di asrama mahasiswa Papua disebabkan adanya penurunan bendera Merah Putih di asrama tersebut. Kemudian, ada organisasi masyarakat yang meminta kepolisian untuk bertindak. ”Jadi, tidak benar ada pengusiran,” ucapnya menegaskan.
Untuk meluruskan insiden di asrama mahasiswa Papua tersebut, sekaligus mendinginkan suasana, Risma berencana berkunjung dan bertemu anak-anak Papua di asrama tersebut, besok (20/8/2019).
Dalam kesempatan itu, Risma juga mengimbau agar masyarakat tidak melupakan arti kemerdekaan yang dibangun oleh seluruh lapisan masyarakat. Hal ini tercermin dari Sumpah Pemuda tahun 1928 yang telah jelas menyatukan tekad masyarakat dari berbagai latar belakang untuk menjadi satu bangsa, satu negara, dan satu bahasa.
”Kemerdekaan itu dibangun juga oleh para pahlawan dari Papua. Jangan kemudian kita merasa diri kita lebih tinggi dibandingkan dengan yang lain. Di mata Tuhan semua sama, siapa pun kita dari mana pun asal kita,” kata Risma.
Sikap PDI-P
Di sela-sela pelantikan Risma, PDI-P turut memberikan perhatian atas kerusuhan yang terjadi di Papua dan Papua Barat, juga insiden di Surabaya dan Malang.
PDI-P menyesalkan berbagai tindakan rasisme, intoleransi, dan diskriminasi yang terjadi terhadap mahasiswa Papua di Surabaya dan Malang. PDI-P juga menolak keras gerakan separatisme yang dapat memecah soliditas bangsa.
”NKRI sudah final membentang dari Sabang sampai Merauke, dari Mianggas sampai Rote. Persatuan dan kesatuan bangsa berdiri di atas prinsip kebangsaan bahwa setiap warga negara Indonesia sama kedudukannya dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjalannya tanpa kecuali,” kata Ketua Dewan Pimpinan Pusat PDI-P Bidang Ideologi dan Kaderisasi Djarot Saiful Hidayat.
Hadir pula acara itu, antara lain, Sekretaris Jenderal PDI-P Hasto Kristiyanto, Wakil Sekjen PDI-P Arif Wibowo, Kepala Pusat Analisa dan Pengendali Situasi PDI-P Prananda Prabowo, dan Ketua DPP PDI-P Bidang Politik dan Keamanan Puan Maharani.
PDI-P menurut Djarot, mendukung aparat keamanan untuk bertindak tegas, termasuk di dalamnya menindak tegas para provokator dan perusuh.
”Papua adalah bagian integral Republik Indonesia. PDI Perjuangan berdiri bersama warga Papua yang mendambakan kesejahteraan dan keadilan di dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia,” tuturnya.