Target Pemulihan 2 Jam, PLN Pelajari Sistem London
Memastikan krisis listrik berkepanjangan seperti peristiwa 4 Agustus lalu tak terulang, PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) menjajaki penerapan sistem pertahanan kelistrikan di London, Inggris.
Oleh
Sutta Dharmasaputra/erika kurnia
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Memastikan krisis listrik berkepanjangan seperti peristiwa 4 Agustus lalu tak terulang, PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) menjajaki penerapan sistem pertahanan kelistrikan di London, Inggris.
London sebelumnya menerapkan sistem pertahanan kelistrikan island load seperti yang diterapkan di Indonesia, tetapi kini sudah berubah menjadi sistem house load. Sistem ini diyakini dapat lebih melokalisasi dampak dan mempercepat penanganan apabila terjadi gangguan.
”Harapan saya, kita bisa sama seperti London. Dua jam hidup lagi. London juga blackout waktu itu, tapi dua jam bisa selesai. Nah, ini target kita, minimal harus sama, kalau bisa lebih baik lagi,” kata Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Rini Soemarno dalam acara silaturahmi dengan pimpinan media di Kantor PLN Distribusi Raya, Jakarta Pusat, Senin (19/8/2019).
Pada peristiwa 4 Agustus tersebut, ada tiga aliran tegangan yang mati secara bersamaan. Akibat gangguan tersebut, pemulihan jaringan listrik secara total baru selesai diatasi setelah memakan waktu lebih dari 24 jam.
”Kalau defence mechanism-nya lebih house load, kecil-kecil tapi banyak, kemungkinan perbaikannya lebih cepat seperti di London. Tadinya pemikiran kita island load, besar-besar, akan lebih cepat. Ini pelajaran yang sangat pahit tapi berguna sehingga PLN bisa memberikan pelayanan lebih baik dan hebat lagi ke depan,” papar Rini, didampingi Plt Direktur Utama PT PLN Sripeni Intan Cahyani dan jajarannya.
London kini menerapkan sistem house load. Sistem ini diyakini dapat lebih melokalisasi dampak dan mempercepat penanganan apabila terjadi gangguan.
Rini juga meminta maaf kepada seluruh pelanggan. ”Ini wake up call bagi kita semua,” ujarnya.
Sebagai bentuk kompensasi, menurut Sripeni, PLN akan memberikan pengurangan tagihan listrik kepada 21,9 juta pelanggan. Estimasi dana kompensasi Rp 840 miliar.
Direktur Bisnis Regional Jawa Bagian Tengah Amir Rosidin mengatakan, PLN juga masih melakukan investigasi secara mendalam atas terjadinya malafungsi pada peralatan relay proteksi yang terpasang di transmisi 500 KV Jalur 2 di Pemalang.
Malafungsi peralatan ini diduga menjadi penyebab utama dari padamnya listrik secara masif pada 4 Agustus, yang dipicu gangguan luar di jalur transmisi Pemalang-Ungaran sirkit 1 di KM 9.6 akibat adanya cabang pohon.
Untuk mencegah gangguan pohon di jaringan transmisi SUTET, PLN akan membebaskan ruang jaringan transmisi sebagai obyek vital dari pepohonan tinggi. Peraturan menteri energi dan sumber daya mineral akan diperkuat menjadi peraturan presiden.
PLN akan melakukan pemotongan pohon bekerja sama dengan Badan Intelijen Negara, Kepolisian Negara RI, Tentara Nasional Indonesia, dan pemerintah daerah.
Direktur Eksekutif Institute for Essential Services and Reform (IESR) Fabby Tumiwa mengatakan, cepatnya Inggris memulihkan pemadaman listrik yang berlangsung selama dua jam lebih sepekan lalu terjadi karena dukungan sistem kelistrikan yang andal. Hal ini dapat ditiru Indonesia jika pemerintah berani memberi insentif atau berinvestasi lebih besar bagi penerapan teknologi yang lebih maju.
Pemadaman di Inggris terjadi akibat matinya dua generator National Grid yang tidak bekerja. Akibatnya, sebagian wilayah Inggris, antara lain London, South East, Liverpool, Glasgow, Wales, Gloucestershire, dan Manchester, gelap gulita dan lumpuh karena tidak teraliri listrik. Namun, pemadaman dapat dipulihkan dengan cepat karena adanya cadangan listrik yang dimiliki Pemerintah Inggris.
”Inggris punya sistem cadangan listrik yang andal. Keandalan ini yang berbeda dengan sistem listrik Jawa-Bali walaupun tetap tidak menghindari padamnya listrik,” ujarnya saat dihubungi Kompas, Senin (19/8/2019).
Keandalan layanan sistem interkoneksi di Inggris didukung ancillary services atau layanan khusus yang disediakan operator jaringan (transmission grid) untuk memastikan pasokan listrik secara kontinu. Ancillary services mencakup kontrol frekuensi, cadangan putar, dan cadangan operasi.
Di Inggris, sistem itu dibuat oleh perusahaan tersendiri yang bertugas mendukung transmisi tenaga listrik dari penjual ke pembeli. Mereka memiliki teknologi penyedia cadangan listrik berbasis baterai (battery storage).
”Layanan itu sudah diliberalisasi dan mereka dibayar mahal untuk itu. Kita bisa juga bangun pembangkit daya yang andal, tetapi biayanya mahal,” ujarnya.
Selain mahalnya biaya, struktur pasar yang mendukung hadirnya perusahaan semacam itu juga belum ada di Indonesia. Saat ini, semua layanan kelistrikan, dari pembangkit, transmisi, hingga distribusi, diserahkan kepada PT PLN.
”Pilihannya, kita bisa hadirkan perusahaan independen yang melayani sistem transmisi, tetapi tetap dimiliki negara,” usulnya. Namun, hal tersebut tentunya akan diikuti penyesuaian struktur tarif listrik seiring dengan keandalan sistem layanan.