Gunakan Anggaran Pendidikan untuk Tingkatkan Mutu Pendidikan
Oleh
Laraswati Ariadne Anwar
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Peningkatan anggaran pendidikan tidak serta merta berdampak pada peningkatan mutu pendidikan. Fokus pendidikan sejauh ini masih kepada infrastruktur dan belanja pegawai. Belum kepada efektivitas pemelajaran di sekolah maupun perguruan tinggi.
Pemerintah menganggarkan dana untuk pendidikan sebesar 20 persen dari total APBN. Dalam RUU APBN Tahun Anggaran 2020, dana pendidikan dialokasikan sebesar Rp 505,8 triliun. Jumlah ini naik 29,6 persen dibandingkan dengan tahun 2015 yang dana pendidikannya adalah Rp 390,3 triliun.
Dalam RUU APBN Tahun Anggaran 2020, dana pendidikan dialokasikan sebesar Rp 505,8 triliun
Untuk pendidikan dasar dan menengah, pemerintah fokus memberi bantuan operasional sekolah untuk 54,6 juta siswa. Bagi mahasiswa akan diberikan 818.000 Kartu Indonesia Pintar Kuliah. Pemerintah juga tetap melanjutkan program Bantuan Pendidikan Mahasiswa Miskin.
Hal itu disampaikan Presiden Joko Widodo dalam pidato Penyampaian RUU APBN Tahun Anggaran 2020 disertai Nota Keuangan dan Dokumen Pendukungnya pada Rapat Paripurna Pembukaan Masa Persidangan I DPR RI Tahun Sidang 2019 – 2020, Jumat (16/8/2019).
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Muhadjir Effendy ketika dihubungi di Jakarta, Senin (19/8/2019), mengatakan belum bisa mengungkapkan perincian peruntukan anggaran karena masih dibahas.
Secara terpisah, Direktur Jenderal Penguatan Riset dan Pengembangan Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi M Dimyati mengatakan, meski anggaran pendidikan meningkat, dana untuk riset tetap tidak terlalu banyak. "Mayoritas untuk gaji karyawan dan infrastruktur. Untuk riset murni mungkin hanya 40 persen dari total dana yang nanti akan dikucurkan ke Kemristek dan Dikti," ujarnya.
Dana untuk riset tetap tidak terlalu banyak, mayoritas untuk gaji karyawan dan infrastruktur
Oleh sebab itu, pemerintah mengimbau sektor swasta agar terlibat dalam pembiayaan riset dan inovasi. Pada 25 Juni 2019 telah terbit Peraturan Presiden 45/2019 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 94 Tahun 2010 tentang Penghitungan Penghasilan Kena Pajak dan Pelunasan Pajak Penghasilan dalam Tahun Berjalan.
Intinya, perusahaan yang membantu mensponsori industri pionir dan inovasi akan mendapat keringanan pajak. Dimyati mengungkapkan setidaknya sudah 12 perusahaan menghubungi Kemristek dan Dikti guna menjajagi kerja sama di bidang riset.
Belum diprioritaskan
Koordinator Nasional Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia Ubaid Matraji mengkritisi prioritas pemerintah terkait pendidikan, terutama pendidikan dasar dan menengah masih terpaut pada hal-hal yang kasat mata. Contohnya adalah pembangunan infrastruktur, gaji pegawai, dan akses pendidikan.
"Tiga aspek itu penting, tetapi aspek peningkatan mutu seperti biasa masih belum diprioritaskan," ucapnya.
Ia mengatakan, inti dari anggaran pendidikan bukan hanya kepada jumlah total, tetapi peruntukannya untuk mutu. Selama ini, biaya untuk peningkatan mutu pendidikan yang diberikan hanya paling banyak 10 persen.
Selama ini, biaya untuk peningkatan mutu pendidikan yang diberikan hanya paling banyak 10 persen
Dana Alokasi Umum digunakan untuk menggaji guru dan Dana Alokasi Khusus untuk perbaikan gedung-gedung sekolah yang rusak. Akan tetapi, pembenahan fisik ini belum banyak berpengaruh kepada pemelajaran yang mengembangkan pemikiran kritis dan kompetitif untuk membangun wawasan.
"Bahkan, intervensi sarana dan prasarana banyak bersikap atas ke bawah. Belum memerhatikan kondisi sekolah dan kebutuhannya," tutur Ubaid.
Misalnya, pengadaan bantuan komputer, tetapi sekolah tujuannya maupun daerah sekolah itu berada belum memiliki jaringan listrik yang stabil. Akibatnya, bantuan menghabiskan dana namun tidak tepat guna.
Ubaid memaparkan, delapan standar pendidikan sesuai Sistem Pendidikan Nasional wajib dipenuhi. Namun, caranya harus diadaptasi dengan kondisi lapangan. Jangan disamakan intervensinya antara wilayah yang sudah metropolitan dengan kabupaten/kota yang masih berkembang.
Pelibatan masyarakat dalam peningkatan mutu pendidikan juga belum maksimal karena umumnya pemerintah daerah dan sekolah hanya merangkul kelompok masyarakat yang berpikiran sama dengan mereka. Tokoh-tokoh agama, masyarakat, dan wali murid yang berseberangan pemikiran tidak dilibatkan dalam proses pembuatan kebijakan.