Menjalani masa tua bukan berarti hidup dengan kerentaan. Asal disiapkan dengan baik sejak dini, usia lanjut bisa dijalani dengan sehat dan berdaya. Sayangnya, perhatian masyarakat Indonesia untuk mempersiapkan kesehatan di usia lanjut masih kurang.
Oleh
Deonisia Arlinta
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Menjalani masa tua bukan berarti hidup dengan kerentaan. Asal disiapkan dengan baik sejak dini, usia lanjut bisa dijalani dengan sehat dan berdaya. Sayangnya, perhatian masyarakat Indonesia untuk mempersiapkan kesehatan di usia lanjut masih kurang.
Berdasarkan studi Indonesia Frailty, Aging, and Quality Life (INA-Fragile) pada 2013, sebanyak 25 persen lansia di Indonesia tergolong dalam kelompok renta. Sementara 61,6 persen pre-renta dan 13,2 persen sehat. Kerentaan yang dialami lansia ini meningkatkan 1,8-2,3 kali risiko kematian serta 1,6-2 kali risiko kehilangan aktivitas sehari-hari.
”Kerentaan ini menjadi salah satu tantangan lansia di Indonesia. Selain itu, sebagian besar lansia juga mengalami dan meninggal karena penyakit tidak menular,” ujar Ketua Perhimpunan Gerontologi Medik Indonesia Siti Setiati saat dihubungi pada Selasa (20/8/2019).
Siti mengatakan, umumnya lansia memiliki penyakit kronis dan biasanya lebih dari satu penyakit. Penyakit yang sering dijumpai pada lansia atau geriatri antara lain hipertensi, artritis (pengapuran sendi), stroke, dan COPD (gangguan paru-paru
sehingga sulit bernapas), dan diabetes melitus. Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2013 mencatat, penyakit hipertensi diderita oleh 57,6 persen lansia, artritis sebanyak 51,9 persen, dan stroke 46,1 persen.
Lebih dari 80 persen lansia di Indonesia memiliki penyakit dan mayoritas dengan penyakit penyerta lebih dari satu. Sekitar 28 persen lansia dengan 2 penyakit; 14,6 persen dengan 3 penyakit; 6,2 persen dengan 4 penyakit; 2,3 persen dengan 5 penyakit; dan 0,8 persen dengan 6 penyakit atau lebih. Kondisi ini patut mendapatkan perhatian lebih karena usia harapan hidup masyarakat yang semakin panjang. Rata-rata, usia harapan hidup penduduk Indonesia mencapai 71 tahun.
Sebagian besar lansia juga mengalami dan meninggal karena penyakit tidak menular.
Penyakit kronis degeneratif yang dialami lansia tersebut merupakan penyakit yang disebabkan gaya hidup yang tidak sehat yang dijalankan sejak lama. Upaya pencegahan berupa promotif, preventif, diagnosis dini, serta pencegahan kecacatan harus dimulai sejak dini. ”Jangan tunggu hingga sakit,” kata Siti.
Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 25 Tahun 2016 tentang Rencana Aksi Nasional Kesehatan Lanjut Usia tahun 2016-2019 sudah mengatur terkait program kesehatan keluarga dengan pendekatan siklus kehidupan. Intervensi yang diberikan secara menyeluruh dari hulu ke hilir, artinya dari janin hingga masa lansia. Untuk layanan kesehatan lansia, ada beberapa langkah yang disiapkan, yakni pelayanan kesehatan preventif dan promotif, pelayanan kesehatan santuan lansia, peningkatan kualitas hidup mandiri, dan perlambatan proses degeneratif.
Meski demikian, rencana aksi tersebut dinilai belum optimal karena masih tingginya angka kesakitan pada masyarakat, bahkan pada usia produktif. Jika usia produktif sudah tidak bugar, usia lansia yang dijalankan di masa depan cenderung kurang berkualitas.
Lansia sehat
Dokter spesialis gizi klinik dari Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia-Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM-FKUI), Fiastuti Witjaksono, menuturkan, lansia sehat pun tetap harus menjaga kondisi tubuhnya dengan baik. Asupan kalori yang diterima harus disesuaikan dengan usia sehingga lebih sedikit daripada asupan kalori di usia yang lebih muda. Berkurangnya kebutuhan kalori disebabkan oleh aktivitas dan massa otot yang semakin berkurang.
Berdasarkan komposisi makanan yang dikonsumsi, kadar karbohidrat dan lemak yang diterima sebaiknya dikurangi. Riciannya, dalam sehari, komposisi yang dikonsumsi 45-50 persem karbohidrat, 20-30 persen lemak, sisanya adalah protein, vitamin, mineral, kalsium, dan kebutuhan lainnya.
”Untuk karbohidrat dianjurkan karbohidrat kompleks, seperti biji-bijian, gandum, dan beras merah. Lemak juga sebaiknya hindari lemak jenuh dan lemak trans. Sebaiknya pilik jenis lemak jenuh ganda, seperti olive oil, alpukat, dan ikan. Batasi makanan gorengan dan juga lemak hewani,” katanya.
Terkait kadar protein, lansia sebaiknya mengonsumsi sekitar 1,2-1,5 gram per kilogram berat badan. Jumlah ini lebih banyak daripada kebutuhan protein usia dewasa muda. Protein tinggi dibutuhkan lansia untuk memaksimalkan massa otot sehingga kuat untuk menjalani aktivitas sehari-hari. Protein yang baik bisa ditemui pada berbagai jenis ikan, telur, ayam, tahu, tempe, dan susu rendah lemak.
Selain itu, asupan vitamin dan mineral juga perlu diperhatikan. Jika perlu, suplemen bisa dikonsumsi secara rutin untuk memenuhi nutrisi yang dibutuhkan tubuh. Cairan pun perlu diperhatikan. Untuk lansia, kebutuhan cairan sekitar 5-6 gelas air per hari atau sekitar 1-2 liter per hari.
”Pada intinya, makanlah sesuai kebutuhan dengan mengurangi karbohidrat dan lemak agar berat badan ideal. Kemudian, konsumsi protein tinggi, hindari lemak jenuh, konsumsi vitamin dan mineral yang cukup, serta lakukan aktivitas fisik rutin. Aktivitas ini bisa dengan jalan kaki atau jalan cepat sekitar 30 menit setiap hari. Dan jangan lupa tetap bahagia dan bersosialisasi,” ujar Fiastuti.