Kurangi Beban Utang, Waskita Karya Lepas Operasional Sembilan Jalan Tol
Oleh
Dimas Waraditya Nugraha
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS - PT Waskita Karya (Persero) Tbk telah mendapatkan izin para pemegang saham untuk menjual sembilan ruas tol yang pengerjaannya telah rampung. Divestasi operasional ruas tol ini menjadi strategi perseroan untuk menurunkan beban utang.
Kesembilan ruas jalan tol ini adalah ruas tol Kanci-Pejagan, Pejagan-Pemalang, Pasuruan-Probolinggo, Semarang-Batang, Solo-Ngawi, Ngawi-Kertosono, Kayu Agung-Palembang-Betung, Medan-Kualanamu-Tebing Tinggi, dan Bekasi-Cawang-Kampung Melayu.
Dari seluruh ruas jalan tol yang telah mendapatkan izin divestasi dari pemegang saham, hanya ruas tol Kayu Agung-Palembang-Betung yang pengerjaannya belum rampung.
Direktur Keuangan Waskita Karya, Haris Gunawan, menyatakan dari sembilan ruas jalan tol tersebut, sebanyak lima ruas jalan tol telah ditaksir oleh investor. Hal ini membuat penjualan lima ruas jalan tol dapat rampung pada semester II-2019.
Namun, Haris masih enggan untuk menyampaikan kelima ruas jalan tol yang dimaksud karena proses valuasi masih berlangsung. “Saat ini, para investor tengah memasuki tahap penilaian kinerja dengan mengukur nilai aset dari ruas tol yang akan dijual,” ujarnya di Jakarta, Selasa (20/8/2019)
Dari kelima ruas tol,yang tengah diukur nilai asetnya, sebanyak dua ruas tol telah memiliki kandidat investor yang serius untuk mengambil-alih. Meski belum dapat menyebut nama investor yang dimaksud, Haris mengungkapkan calon investor berasal dari dalam dan luar negeri.
“Sekarang proses negosiasi sedang berjalan sehingga kami masih belum bisa mengumumkan lebih jauh lagi," ujarnya.
Haris mengakui, rasio utang terhadap ekuitas atau debt to equity ratio (DER) Waskita Karya tahun lalu meningkat hingga level 5,31. Kenaikan ini sejalan dengan masifnya pemerintah membangun proyek-proyek infrastruktur.
Rasio utang terhadap ekuitas atau debt to equity ratio (DER) Waskita Karya tahun lalu meningkat hingga level 5,31. Kenaikan ini sejalan dengan masifnya pemerintah membangun proyek-proyek infrastruktur.
Pada 2018, Waskita banyak mengerjakan proyek dengan skema kontrak turn key. Melalui skema ini, pembayaran baru dilakukan saat pengerjaan proyek rampung. Salah satu proyek konstruksi yang dikerjakan dengan skema ini adalah ruas jalan tol layang Jakarta-Cikampek.
Selain itu, proyek ruas tol Kayu Agung-Palembang-Betung yang ditargetkan akan rampung dalam waktu dekat ditaksir akan menyumbang pendapatan sekitar Rp 12 triliun-Rp13 triliun.
“Lewat pembayaran proyek dan divestasi pada akhir tahun rasio DER akan diturunkan hingga ke level 2,2,” kata dia.
Kontrak baru
Sementara itu, anak usaha Waskita Karya, PT Waskita Beton Precast Tbk, menargetkan realisasi kontrak kerja sepanjang 2019 sebesar Rp 10,35 triliun. Tercatat hingga Juli 2019, perolehan nilai kontrak baru Waskita Beton Precast baru sebesar Rp 3,29 triliun atau setara 31,7 persen dari target.
Direktur Utama Waskita Beton Precast Jarot Subana optimistis target realisasi kontrak tetap akan tercapai. Perusahaan akan tetap menjaga sinergi dengan Grup Waskita untuk proyek-proyek yang bersifat pengembangan bisnis.
“Sinergi juga akan diperkuat dalam menginisiasi kerjasama dengan perusahaan global yang tengah beroperasi di Indonesia,” ujarnya.
Sinergi juga akan diperkuat dalam menginisiasi kerjasama dengan perusahaan global yang tengah beroperasi di Indonesia.
Perolehan nilai kontrak baru yang digenggam Waskita Beton Precast sepanjang Januari-Juli 2019 berasal dari beberapa proyek besar, antara lain Addendum Proyek Jalan Tol Krian-Legundi-Bunder-Manyar (KLBM) Seksi 2 dan 3, proyek jalan tol Pekanbaru-Dumai, proyek jalan tol Bekasi-Cawang-Kampung Melayu Ramp on & off.
Sebelumnya, Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (CORE) Mohammad Faisal mengatakan, kinerja BUMN secara agregat terus membaik. Hal itu dilihat dari sejumlah indikator, seperti peningkatan aset, kemampuan membayar utang atau liabilitas, pendapatan, dan laba tahun berjalan.
“Tetapi, beberapa BUMN, khususnya BUMN Karya yang fokus di sektor infrastruktur, kinerja keuangannya masih tetap riskan,” kata Faisal.
Pada 2014, DER Waskita Karya sebesar 1,11. Setelah menggarap proyek-proyek pembangunan tol, DER Waskita Karya pada akhir 2018 menjadi 5,31.
“Kalau indikator kemampuan perusahaan membayar utang, terutama DER, di atas dua atau tiga kali itu artinya kesehatan BUMN sudah mengkhawatirkan. Tetapi, pengecualian untuk BUMN perbankan,” tutur Faisal (Kompas.id, 6/8/2019)
Data Kementerian BUMN menunjukkan, total utang perusahaan BUMN pada 2018 sebesar Rp 2.394 triliun. Utang itu di luar dana pihak ketiga (DPK) sebesar Rp 3.219 triliun. Utang perusahaan BUMN tahun 2018 itu meningkat dibandingkan utang 2017 yang sebesar Rp 1.623 triliun.
Peningkatan utang paling signifikan dilakukan BUMN Karya atau bidang konstruksi. Setelah itu, BUMN yang bergerak di sektor kepelabuhan, bandara, dan kelistrikan.
Lonjakan utang tertinggi, yakni Waskita Karya dari Rp 3,2 triliun pada 2014 menjadi Rp 61,7 triliun pada 2018 atau naik nyaris 20 kali lipat. Adapun utang PT Pembangunan Perumahan Tbk, PT Hutama Karya, PT Adhi Karya Tbk, dan PT Wijaya Karya Tbk, meningkat 3-4 kali lipat pada 2014-2018.