KPK menangkap jaksa di Yogyakarta atas dugaan suap terkait tim pengawal dan pengaman pemerintahan dan pembangunan daerah (TP4). TP4 merupakan salah satu program Kejagung.
JAKARTA, KOMPAS— Seorang jaksa kembali ditangkap Komisi Pemberantasan Korupsi, Senin (19/8/2019), atas dugaan suap program Tim Pengawal dan Pengaman Pemerintahan dan Pembangunan Daerah di Yogyakarta. Hal ini diharapkan bisa menjadi pelajaran bagi kejaksaan untuk memperkuat komitmen antikorupsi serta serius mengawasi program pembangunan.
Sebelum penangkapan kemarin, KPK sudah menangkap 10 jaksa sejak tahun 2004. Salah satunya, pada Juni 2019 KPK menangkap Asisten Tindak Pidana Umum di Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta Agus Winoto atas dugaan manipulasi penanganan perkara.
Pada rangkaian penangkapan pada kemarin malam, jaksa yang ditangkap merupakan salah seorang jaksa di Kejaksaan Negeri Yogyakarta, Provinsi DI Yogyakarta.
Juru Bicara KPK Febri Diansyah di Gedung KPK Jakarta, Senin malam, mengonfirmasi kegiatan yang dilakukan tim lembaga antirasuah ini.
”Ada empat orang yang diambil dalam kegiatan kali ini. Seorang merupakan jaksa di Kejaksaan Negeri Yogyakarta, kemudian dari pihak swasta, dan dari pihak pegawai negeri sipil,” kata Febri.
Selain menangkap kelima orang tersebut, KPK telah menyegel sejumlah lokasi, yakni ruangan kantor Dinas Pekerjaan Umum Perumahan Kawasan dan Permukiman Kota Yogyakarta, kantor Unit Pengadaan Lelang Kota Yogyakarta, dan rumah rekanan yang berada di Kota Solo.
KPK juga menyita uang sekitar Rp 100 juta yang diduga diterima jaksa terkait dengan program Tim Pengawal dan Pengaman Pemerintahan dan Pembangunan Daerah (TP4D) untuk proyek saluran air di wilayah Yogyakarta. Penerimaan uang kali ini diduga bukan penerimaan pertama. Pihak yang ditangkap kini menjalani pemeriksaan awal di Polresta Surakarta untuk kemudian diterbangkan ke Jakarta.
Program andalan
Program TP4 ini kerap disebut-sebut Jaksa Agung HM Prasetyo sebagai program andalan yang dimiliki Korps Adhyaksa. Tim yang berada di tiap daerah dan pusat ini dibentuk melalui Keputusan Jaksa Agung Republik Indonesia Nomor KEP-152/A/JA/10/2015.
Tujuan dari tim ini adalah mengawasi dan mengamankan proyek di pusat dan daerah yang menggunakan uang negara agar tidak dikorupsi. Tim melakukan penyuluhan, penerangan hukum, pendampingan hukum, hingga penegakan hukum yang represif.
Namun dalam perkara kali ini, program TP4D justru diduga dimanfaatkan seorang jaksa untuk memperoleh uang dan memuluskan proyek di Dinas Pekerjaan Umum Kota Yogyakarta yang diduga bermasalah.
Saat dikonfirmasi, Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung Mukri mengaku sudah mendapat informasi terkait penangkapan jajaran Kejaksaan oleh KPK di Yogyakarta. ”Kami sudah mendengar, tapi ini kami sedang
pastikan dan masih berkoordinasi. Nanti informasi lebih lanjut akan disampaikan,” ujar Mukri.
Diharapkan independen
Dalam penanganan perkara terhadap jaksa ini, KPK diharap tetap independen. Pada operasi tangkap tangan terakhir yang dilakukan terhadap jaksa di Kejati DKI Jakarta, belakangan terjadi pembagian penanganan oleh KPK kepada kejaksaan.
Dua jaksa yang ditangkap KPK, yakni Yadi Herdianto dan Yuniar Sri Pamungkas, penanganannya diserahkan kepada kejaksaan. Hingga kini, penanganan terhadap keduanya masih terbatas pada dugaan pelanggaran etik.
”Dengan berkaca pada kejadian sebelumnya, tentu KPK diharapkan tetap independen dan tetap konsisten untuk menangani perkara ini. Terlebih lagi, perkara ini merupakan operasi tangkap tangan terhadap penyelenggara negara yang secara perundang-undangan masuk dalam wewenang KPK sehingga KPK harus tetap menangani perkara ini secara independen. Karena ini juga menjadi bentuk menjaga kepercayaan yang telah diberikan masyarakat,” papar peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW), Wana Alamsyah. (IAN)