Berlayar dengan penumpang melebihi kapasitas merupakan hal biasa. Barang bertumpuk hingga ke atap menjadi rutinitas. Serupa kejar setoran, kapal-kapal rakyat mengangkut penumpang tanpa banyak pengawasan. Para penumpang berlayar dengan mempertaruhkan nyawa.
Jojo Arianto (23) duduk dengan kaki menyilang di Desa Bajoe, Soropia, Konawe, Sulawesi Tenggara. Sesekali ia tersenyum saat bercerita. Namun, ia langsung terdiam ketika ingat sepupu yang juga rekannya, mahasiswa semester akhir Universitas Muhammadiyah Kendari. ”Sepupu saya namanya Faizal, sampai sekarang belum ditemukan. Heri, teman saya sejak SMA, juga masih hilang. Kami sama-sama di kapal yang terbakar,” kata Jojo hari Minggu (18/8/2019) siang.
Jojo, satu dari sekitar 70 penumpang KM Izhar, selamat dari peristiwa kebakaran di perairan Pulau Bokori, Jumat (16/8/2019) jelang tengah malam. Tujuh penumpang ditemukan tewas tenggelam. Sampai Minggu sore dikabarkan ada enam orang masih hilang.
Sebelum kapal berangkat dari Pelabuhan Kendari menuju Salabangka, Morowali, Sulawesi Tengah, Jojo awalnya akan naik di kapal yang berbeda. Namun, karena kapal penuh sesak, ia pindah ke KM Izhar yang ada di sampingnya. Saat itu, di kapal sudah ada sepupunya, Faizal (23); tantenya, Jumariah; dan Heri (23) rekan sekolahnya.
Kapal yang biasanya berangkat pukul 21.00 baru berangkat pukul 22.30. Saat itu, kata Jojo, tepat di depan pintu menuju ruang mesin ada kipas angin diarahkan ke bagian mesin. Selain siasat untuk mendinginkan mesin kapal, juga mencegah asap mesin masuk ke bagian lambung kapal.
Satu jam setelah meninggalkan pelabuhan Kendari, kasak- kusuk mulai terdengar. Hawa berubah menjadi lebih panas. Tiba-tiba terdengar teriakan, kapal terbakar. Seorang rekannya menariknya agar segera keluar. ”Saya terpisah dari Heri dan Faizal. Cuma tante yang ketemu pas berhasil ke anjungan. Dari situ saya terjatuh, lalu berusaha berenang dengan gabus ke Pulau Bokori,” ucapnya.
Jika Jojo berenang dengan gabus, Fika (24), hanya bisa berenang semampunya dengan satu tangan. Tangan satunya menggendong erat Riska, putri satu-satunya yang baru berumur 23 bulan. Ia harus berenang ratusan meter hingga mencapai sebuah keramba. ”Saat itu api semakin membesar. Banyak barang di dalam kapal yang ikut terbakar. Saya gendong ini anak sampai ke depan, terus terdorong sampai terjatuh ke air. Untung bisa berenang sedikit,” cerita Fika.
Hingga Minggu sore, pencarian korban hilang dari kebakaran KM Izhar terus dilakukan. Wahyudi dari Humas Basarnas Kendari mengatakan, sebanyak enam korban terdata hilang belum ditemukan. ”Data awal hingga tadi pagi ada empat orang yang hilang, lalu ada keluarga korban yang datang melapor hingga total menjadi enam orang,” katanya.
Risiko tinggi
Pelayaran rakyat memang menjadi pilihan masyarakat untuk bepergian, khususnya di wilayah Sulawesi Tenggara. Kawasan itu merupakan daerah kepulauan yang hanya bisa harus dijangkau dengan kapal. Kapal kayu adalah pilihan murah yang telah terbiasa digunakan masyarakat. Pemandangan muatan yang berlebih merupakan hal biasa.
Menurut Chandra (31), setiap dari dan menuju Kendari, dirinya naik kapal penumpang. Ia rutin bolak-balik karena istrinya menetap di Kendari, sedangkan dirinya bekerja di Morowali. Kapal penuh barang dan penumpang adalah hal biasa. ”Dengan kapal ke Selabangka lebih murah tarifnya dan bisa membawa barang banyak. Kalau naik mobil, selain lebih mahal, barang bawaan juga terbatas,” ucap Chandra yang ikut pelayaran KM Izhar.
Berdasarkan data Kantor Syahbandar dan Operasional Pelabuhan, ada 22 kapal datang dan berangkat dari Pelabuhan Kendari. Dari jumlah itu, sebanyak tujuh kapal di antaranya adalah kapal kayu yang melayani pelayaran rakyat, termasuk KM Izhar.
Terkait dengan kelebihan penumpang dan muatan barang di KM Izhar, Kepala Kantor Syahbandar dan Otoritas Pelabuhan Kelas II Kendari Benyamin Ginting mengatakan, KM Izhar seharusnya hanya mengangkut 33 orang. Sesuai dengan manifes, jumlah penumpang sebanyak 33 orang sehingga bisa dikeluarkan surat perintah berlayar (SPB).
”Namun, ternyata jumlah totalnya ada 70-an penumpang. Jumlah itu termasuk yang diselamatkan, meninggal, dan yang hilang. Kami bukan kecolongan, melainkan merasa dicurangi. Apalagi mereka berangkat bukan di jadwal seharusnya,” ucap Benyamin, di Soropia, Konawe, Sabtu (17/8/2019) siang.
Menurut Benyamin, jadwal berangkat KM Izhar, Sabtu pukul 05.00 pagi. Namun, pada Jumat pukul 23.30, kapal sudah berlayar meninggalkan pelabuhan Kendari menuju Salabangka, Morowali, Sulawesi Tengah.
”Kami akan evaluasi lagi kejadian ini. Terhadap petugas lapangan harus tahu bagaimana hal ini bisa terjadi. Sementara itu, kami akan melarang tegas untuk pelayaran malam,” ucapnya. (SAIFUL RIJAL YUNUS)