Penyerapan Garam Rakyat oleh Industri Sudah 10 Persen dari Komitmen
Pelaku industri sudah menyerap sekitar 100.000 ton garam rakyat atau hampir 10 persen dari total komitmen penyerapan garam rakyat sebesar 1,1 juta ton untuk periode Agustus 2019-Juli 2020. Garam rakyat tersebut dimanfaatkan untuk konsumsi (garam meja atau garam dapur), pengasinan ikan, penyamakan kulit, dan proses pembentukan es.
Oleh
M PASCHALIA JUDITH J
·2 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pelaku industri sudah menyerap sekitar 100.000 ton garam rakyat atau hampir 10 persen dari total komitmen penyerapan garam rakyat sebesar 1,1 juta ton untuk periode Agustus 2019-Juli 2020. Garam rakyat tersebut dimanfaatkan untuk konsumsi (garam meja atau garam dapur), pengasinan ikan, penyamakan kulit, dan proses pembentukan es.
Pemantauan pergaraman nasional itu dibahas dalam rapat koordinasi di tingkat Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Jakarta, Selasa (20/8/2019). Pelaksana Harian Direktur Jenderal Agro Kementerian Perindustrian Abdul Rochim, Direktur Jenderal Pengelolaan Ruang Laut Kementerian Kelautan dan Perikanan Brahmantya Satyamurti Poerwadi, Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan Indrasari Wisnu Wardhana, serta Sekretaris Umum Asosiasi Industri Pengguna Garam Indonesia Cucu Sutara hadir dalam rapat itu.
Pada awal Agustus 2019, Kementerian Perindustrian dan pelaku industri terkait menandatangani komitmen penyerapan garam dalam negeri sebanyak 1,1 juta ton hingga akhir Juli 2020. Cucu mengatakan, hingga saat ini realisasinya mencapai lebih dari 100.000 ton. Angka ini tergolong agresif.
Pada awal Agustus 2019, Kementerian Perindustrian dan pelaku industri terkait menandatangani komitmen penyerapan garam dalam negeri sebanyak 1,1 juta ton hingga akhir Juli 2020.
”Kami mengoptimalkan penyerapan pada masa musim kemarau ini,” katanya saat ditemui seusai rapat koordinasi.
Berdasarkan data Kementerian Kelautan dan Perikanan, produksi garam rakyat per 13 Agutus 2019 mencapai 197.462,85 ton dan PT Garam sebesar 80.500 ton. Adapun sisa stok dari produksi 2018 tercatat 181.620,99 ton dari garam rakyat dan 110.000 ton dari PT Garam.
Menurut laporan yang dihimpunnya, Cucu mengatakan, garam domestik sebagai realisasi komitmen tersebut diserap dengan harga Rp 700-Rp 900 per kilogram.
Garam rakyat yang diserap itu belum bisa menggantikan spesifikasi garam yang dibutuhkan untuk industri chlor alkali plant (CAP), farmasi, dan makanan-minuman. Kebutuhan garam jenis ini masih mengandalkan impor.
Pelaku usaha mengharapkan sisa kuota impor garam industri yang berkisar 1,16 juta ton segera direalisasikan pada bulan ini. Sebab, stok garam industri yang tersisa dari impor sebelumnya tinggal 77.000 ton.
Angka 77.000 ton itu hanya cukup hingga September 2019. ”Sejumlah pelaku industri mulai mengeluhkan kekurangan garam (yang berasal dari impor) sebagai bahan baku produksi. Misalnya, pelaku industri penyedap rasa,” kata Cucu.
Meskipun demikian, dalam rapat itu, pemerintah dan pengusaha sepakat tidak akan menambah angka kuota impor garam. Alokasi impor garam sepanjang 2019 tetap di angka 2,7 juta ton.
Di sisi lain, Brahmantya memproyeksikan, produksi garam rakyat sepanjang 2019 mencapai 2,3 juta–2,5 juta ton. Oleh sebab itu, pihaknya akan menagih komitmen penyerapan dari pelaku industri melalui sistem pemantauan.
Dalam pelaksanaan komitmen tersebut, Abdul mengatakan, mekanismenya berupa penyerapan langsung terlebih dahulu oleh pelaku industri dari produsen garam rakyat. Pengolahan dan pemanfataannya diserahkan pada keleluasaan pelaku industri.