OTT Jaksa, Reformasi Kejaksaan Kembali Dipertanyakan
Presiden Joko Widodo diminta turun tangan memastikan reformasi di kejaksaan berjalan, selain kejaksaan diminta mengajak KPK dalam proses reformasi, khususnya dalam membangun sistem pencegahan.
Oleh
sharon patricia
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kembali ditangkapnya jaksa karena diduga korupsi oleh Komisi Pemberantasan Korupsi atau KPK menunjukkan reformasi di tubuh kejaksaan belum berjalan. Presiden Joko Widodo diminta turun tangan memastikan reformasi di kejaksaan berjalan, selain kejaksaan diminta mengajak KPK dalam proses reformasi, khususnya dalam membangun sistem pencegahan.
Seperti diberitakan sebelumnya, seorang jaksa di Kejaksaan Negeri Yogyakarta, Provinsi DI Yogyakarta, ditangkap KPK, Senin (19/8/2019) malam.
KPK juga menyita uang sekitar Rp 100 juta yang diduga diterima jaksa terkait dengan tugas jaksa tersebut dalam Tim Pengawal dan Pengaman Pemerintahan dan Pembangunan Daerah (TP4D) untuk proyek saluran air di wilayah Yogyakarta. Penerimaan uang kali ini diduga bukan penerimaan pertama.
”Pagi ini, lima orang yang diamankan dalam operasi tangkap tangan di Yogyakarta kemarin telah dibawa ke Gedung KPK, Jakarta, dan sekarang dalam proses pemeriksaan secara intensif. Mereka diterbangkan dari Solo pada pukul 06.00 dan tiba di Jakarta pukul 08.00,” ujar Juru Bicara KPK Febri Diansyah, di Jakarta, Selasa (20/8/2019).
Selain jaksa, empat orang lainnya adalah dua orang dari pihak swasta, Kepala Bidang Sumber Daya Alam Dinas Pekerjaan Umum Penataan Kota Kota Yogyakarta, dan Ketua Kelompok Kerja Badan Layanan Pengadaan Kota Yogyakarta.
Febri menyampaikan, gelar perkara akan dilakukan di KPK siang ini. Hasil gelar perkara terkait dengan status hukum perkara, termasuk siapa saja yang menjadi tersangka akan diputuskan di forum ini oleh pimpinan KPK.
”Kami akan mendengar terlebih dahulu dari Tim Penindakan KPK yang melaksanakan tugasnya dalam beberapa waktu belakangan. Hasilnya akan diumumkan melalui konferensi pers sore atau malam ini di KPK,” ujarnya.
Data Anti-corruption Clearing House menunjukkan, dalam periode 2004-2018, ada tujuh jaksa yang ditangkap KPK. Sementara pada Juni 2019, KPK menangkap dua jaksa di Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta karena diduga menerima suap sebesar 21.000 dollar Singapura (sekitar Rp 219 juta).
Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW), Adnan Topan Husodo, mengatakan, terus bertambahnya kasus jaksa korupsi menggambarkan masih adanya celah-celah persoalan dalam sistem dan institusi penegak hukum.
”Dalam menangani kasus ini, proses hukum harus tetap berada dalam kewenangan KPK. Namun, untuk langkah pencegahan ke depan, KPK dapat berkoordinasi dengan tim kejaksaan untuk melihat apa yang terjadi di bawah puncak gunung es dari kasus korupsi lainnya,” kata Adnan.
Pengawasan lemah
Adnan juga melihat, kembali tertangkapnya jaksa karena korupsi mencerminkan reformasi di tubuh lembaga penegak hukum tersebut belum berjalan.
”Praktik penyuapan di badan penegak hukum memang masih menjadi masalah serius,” kata Adnan.
Salah satunya karena selama ini fungsi pengawasan oleh internal kejaksaan tidak berjalan baik. Tidak terlihat pula penindakan yang tegas oleh kejaksaan terhadap oknum-oknum jaksa yang nakal. Dengan demikian, tidak menciptakan efek jera bagi jaksa-jaksa lainnya.
”Ini menjadi pekerjaan rumah yang berat karena masalah korupsi di badan penegak hukum memberikan kontribusi pada rendahnya Indeks Persepsi Masyarakat. Penegakan hukum pun tidak bisa terbangun dengan baik karena mudah diperalat untuk korupsi atau digunakan untuk memeras,” katanya.
Berkaca pada pidato kenegaraan Presiden Joko Widodo di depan DPR dan DPD pada 16 Agustus 2019 yang salah satu poinnya berisi komitmen untuk memberantas korupsi, Adnan meminta agar Presiden menunjukkan komitmen tersebut dengan serius mengawal reformasi di tubuh kejaksaan.
Ini hendaknya dimulai dari pemilihan orang yang tepat untuk menjabat Jaksa Agung di kabinet Presiden-Wakil Presiden terpilih Joko Widodo-Ma’ruf Amin. Kejaksaan hendaknya dipimpin orang yang berintegritas, memiliki visi penegakan hukum, dan agenda reformasi yang jelas dalam tubuh kejaksaan.